Oleh : Eliska Sari, S.Pd
Mustofa (27), warga Jalan Giri Mukti, Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda tewas di kolam bekas galian tambang yang diketahui milik Koperasi Serba Usaha Putra Mahakam Mandiri atau KSU PUMMA, Jumat (12/9/2025).
Mustofa bukan satu-satunya korban tewas di lubang tambang di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Menurut catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Mustofa adalah korban yang ke-49 sepanjang 2011 hingga September 2025 ini. "Data ini menegaskan bahwa tragedi ini bukan kasus tunggal, melainkan pola berulang akibat kelalaian yang sistemik," ujar Mustari, Dinamisator Jatam Kaltim.
Kejadian ini menambah catatan kelam, sekaligus bukti lemahnya perlindungan pemerintah terhadap masyarakat. Dan kita tidak menutup mata, bahwa ini semua adalah hasil dari obral kebijakan izin tambang kepada para pengusaha, yang pada akhirnya menjerat rakyat bahkan nyawa rakyat yang jadi taruhan.
Pemerintah seolah kehilangan taringnya dalam mengelola sektor pertambangan. Sektor ini seakan sulit dijangkau hukum, karena terlibatnya penguasa sekaligus pengusaha, belum lagi adanya balas jasa dengan kucuran dana. Upaya yang dilakukan hanya sekedar memasang papan larangan sebagai formalitas, bukan solusi tuntas. Entah menunggu berapa nyawa lagi yang menjadi taruhannya.
Bahkan mirisnya, beberapa tahun lalu kita mendengar respon dari mantan Gubernur Kaltim saat ditanya soal kasus yang berulang ini , dan jawaban yang kita dengar hanya "itu sudah takdirnya". Sungguh jawaban yang minim empati, padahal sesungguhnya korban-korban itu kelak akan menjadi pertanggungjawaban mereka selaku penguasa.
Inilah realitas pengelolaan tambang dalam sistem kapitalisme. Dimana pengusaha sebagai pemilik modal adalah pengendali. Sumber daya alam yang ada dianggap sebagai komoditas, bukan amanah yang harusnya dikelola untuk kesejahteraan rakyat.
Korban-korban yang terus bertambah setiap tahunnya, adalah gambaran orang-orang yang kelak juga akan meminta pertanggungjawaban mereka sebagai penguasa, mulai dari tanah yang dieksploitasi, kekayaan tambang yang tidak sedikitpun mereka rasakan, hingga akhirnya lubang-lubang yang tidak di reklamasi itu meminta nyawa yang mereka dipertaruhkan. Sungguh ironi.
Pertambangan dalam Islam
Dalam Islam, kita meyakini bahwa Allah SWT memberikan keistimewaan pada bumi Kalimantan Timur dengan melimpahnya SDA, terutama tambang. Dalam pengelolaannya, Islam menetapkan bahwa tambang termasuk kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang (pengusaha) dan pengelolaannya menjadi tanggung jawab negara secara penuh. Negara yang akan mengelola sektor tambang tersebut & dimanfaatkan seluruhnya untuk kesejahteraan rakyat. Sehingga tidak akan kita temukan seperti realitas di sistem kapitalisme hari ini, yang bahkan ada desa tanpa akses listrik di tengah-tengah tambang. Lelucon macam apa itu?
Islam pun memiliki sanksi yang tegas jika pertambangan tersebut menimbulkan mudharat, misalnya karena kelalaian galian tambang yang tidak kunjung direklamasi. Karena dalam Islam, 1 nyawa begitu berharga, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Maidah ayat 32 yang artinya: "Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak diantara mereka setelah itu melampaui batas di bumi."
Wallahua'lam
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar