Oleh: Noura (Pemerhati Sosial dan Generasi)
Gema “Free Palestine!” kembali mengguncang jalanan dunia. Dari Maroko hingga Bandung, suara lantang anak muda bergema: “Kami tidak akan diam!” Mereka bukan hanya marah—mereka terluka. Saat kapal-kapal Global Sumud Flotilla yang membawa obat, makanan, dan harapan untuk Gaza dicegat dan diculik oleh Israel, dunia menyaksikan satu hal: kemanusiaan dibungkam!
Sebelumnya, pada 2–3 Oktober 2025, armada Global Sumud Flotilla, yang terdiri dari puluhan kapal dari berbagai negara, dicegat di perairan internasional.
Ratusan aktivis ditahan dan dideportasi—137 orang dari Italia misalnya—mereka menuturkan perlakuan kasar, dipaksa berlutut, dan diperlakukan “seperti binatang.”
Aktivis dari Indonesia menegaskan bahwa aksi mereka legal menurut hukum humaniter internasional.
Padahal bantuan kemanusiaan itu bukan sekadar logistik, tapi simbol bahwa umat manusia masih punya nurani. Dan ketika Israel menghentikannya, itu bukan hanya serangan terhadap rakyat Palestina, tapi penghinaan terhadap seluruh nilai kemanusiaan.
Dunia Sudah Muak
Reaksi dunia cepat dan keras. Dari London, Paris, Roma, hingga Brussel, masyarakat turun ke jalan, menuntut keadilan. Di Maroko, ratusan Gen Z melakukan aksi solidaritas menentang pencegatan kapal flotilla. Mereka memegang poster bertuliskan “End the Occupation” dan “Freedom for Gaza”.
Mereka tahu, apa yang terjadi bukan sekadar “konflik dua negara”. Ini adalah penjajahan nyata yang telah berlangsung lebih dari 75 tahun.
Bahasa Mereka Adalah Kekerasan
Kapal bantuan kemanusiaan yang bahkan tak membawa senjata pun diserang. Fakta ini menampar dunia: rezim Zionis tidak paham bahasa damai.
Sejarah mencatat, dari perjanjian Oslo (1993) sampai inisiatif Two State Solution (solusi dua negara), semua hanyalah ilusi politik yang memberi napas bagi penjajahan. Selama puluhan tahun, wilayah Palestina makin menyempit, permukiman ilegal makin luas, dan darah warga sipil terus tumpah. Inilah bukti bahwa mereka hanya paham bahasa perang, bukan perdamaian.
Two State Solution: Jebakan Politik
Banyak yang mencoba menjual solusi dua negara sebagai jalan tengah. Padahal, itu hanyalah proyek politis untuk melegitimasi penjajahan.
Al-Qur’an sudah menegaskan: “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisā’ [4]: 141)
Two State Solution justru memberi “jalan” bagi entitas penjajah untuk terus eksis di bumi para nabi. Bagaimana mungkin negeri yang dijanjikan Allah untuk orang beriman justru dibagi dua dengan penjajah yang mengusir dan membunuh anak-anaknya?
Solusi Hakiki: Jihad dan Khilafah
Realitanya, Palestina tidak akan merdeka lewat meja diplomasi, tapi lewat kekuatan umat yang bersatu. Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak akan berhenti satu kelompok dari umatku yang berperang di atas kebenaran, hingga datang keputusan Allah, dan mereka tetap menang atas musuh-musuh mereka.” (HR. Muslim)
Inilah jihad—bukan sekadar perang fisik, tapi kesungguhan total menegakkan perlawanan dan menegakkan syariat Allah di muka bumi.
Dan jihad yang terorganisir hanya mungkin berjalan di bawah naungan Khilafah Islam, sistem yang mempersatukan kekuatan umat tanpa sekat nasionalisme sempit.
Gen Z, Kalian Adalah Barisan Harapan
Generasi muda hari ini tidak bodoh. Kalian hidup di tengah derasnya informasi, kalian tahu mana yang manipulatif, mana yang otentik. Maka, jangan biarkan narasi “Two State Solution” membius hati dan menipu logika.
Kalian bukan hanya peneriak slogan, tapi penentu arah sejarah. Karena saat dunia memilih diam, Gen Z-lah yang menolak tunduk. Dan penolakan kalian terhadap solusi palsu adalah langkah awal menuju kebangkitan Islam yang hakiki.
Wallahu'alam bishawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar