Kesalahan Tata Kelola Tambang Negara Rugi Triliunan


Oleh : Ummu Aulia (Muslimah Pejuang Peradaban)

Presiden Republik Indonesia (RI), Prabowo Subianto dalam pidatonya saat penyerahan aset Barang Rampasan Negara (BTN) dari 6 smelter ilegal kepada PT Timah Tbk, menyatakan bahwa kerugian Negara mencapai 300 Triliun.

Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia (Bareskrim Polri) mengungkapkan setidaknya ada 1.517 tambang ilegal yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. 

Sumatra Utara 396 tambang ilegal. Wakil Direktur Tindak Pidana Tertentu (Wadirtipidter) Bareskrim Polri, Feby Dapor Hutagalung, telah memetakan 38 provinsi di Indonesia. Hasilnya, ditemukan 33 provinsi terdapat tambang ilegal. (Kompas.com). 

Sebagi langkah awal untuk mengatasi pertambangan Ilegal. Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk menertibkan seluruh kegiatan pertambangan, baik di kawasan hutan Lindung maupun tambang ilegal. Langkah ini, menurut Presiden, penting agar negara tetap memperoleh pendapatan negara tanpa mengorbankan kelestarian Lingkungan. 

Pemerintah juga mengesahkan pengelolaan tambang (sumur minyak) pada koperasi dan UMKM dengan tujuan penciptaan lapangan kerja dan perputaran ekonomi daerah. 

Kebijakan ini ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2025 tentang pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. PP ini merupakan perubahan kedua atas PP Nomor 96 Tahun 2021. (Tirto.com). 

Langkah Politik dalam Usaha mengeruk kekuasaan untuk segelintir golongan anggota Parlemen terus berlanjut, setelah menciptakan UU Cipta kerja dan UU Minerba yang memberi banyak insentif dan jaminan hukum berlanjut bisnis, kali ini elit Politik yang sama kembali melakukan revisiatas UU MinerbaNo 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU no 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). (Jatam.com). 

Dalam Sistem Kapitalisme, Banyak pengelolaan tambang yang merugikan dibiarkan, bahkan revisi undang-undang terus dilakukan agar bisa terus mengeruk kekayaan negara untuk pribadi dan segelintir golongan. 

Pemilikan tambang secara pribadi/swasta jelas merampas hak kepemilikan umum dan syariat, karena seharusnya tambang dikelola oleh negara untuk kemaslahatan umat. 

Adapun Koperasi dan UMKM tidak memiliki kapasitas untuk mengelola tambang sehingga berpotensi besar mencari pihak ketiga untuk mengelolanya. Bahkan, bisa mengabaikan standar kelayakan dasar, termasuk kerusakan lingkungan. 

Penerapan sistem sekuler menyebabkan Negara lepas tangan dalam pengelolaan tambang maupun dampak kerusakan lingkungan. 

Dalam Islam swasta/asing dilarang memiliki atau mengelola tambang sebagaimana Sabda Nabi Muhammad Sallalahu alaihi wassalam bersabda "Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal yakni padang rumput, air dan api. " (HR. Abu Daud dan Ahmad). 

Ketiga hal ini adalah milik umum (harta milik umum) dan tidak boleh dimiliki secara eksklusif oleh individu, kelompok, atau bahkan negara. 

Jadi Negara wajib mengelola tambang secara langsung atau bekerja sama dengan pihak swasta, namun pihak swasta hanya sebagai karyawan bukan sebagai pemilik. 

Hasil tambang di distribusikan kepada Baitul Mal dan diperuntukkan untuk kemaslahatan umat, seperti pendidikan gratis, pengobatan gratis untuk seluruh rakyat, subsidi energi serta infrastuktur. 

Negara memiliki kewajiban untuk memastikan semua aktifitas pertambangan memenuhi prinsip berkelanjutan ekologis. Diantaranya merehabilitasi lahan setelah pertambangan serta pengelolaan limbah yang tepat agar tidak mencemari lingkungan. 

Oleh karena itu diperlukan penerapan islam kaffah dalam naungan khilafah agar negara dapat melakukan perannya dengan adil untuk rakyatnya. 

Wallahu alam Bis'sawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar