Oleh : Sylvi Raini
Dari Menganggur Terbitlah Magang Berbayar
Laporan terbaru dari World Bank East Asia and Pacific Economi Update (Oktober 2025), mengungkapkan sebuah fakta yang cukup memprihatinkan yaitu satu dari tujuh anak di Indonesia dan China menganggur. Angka ini menunjukkan bahwa ada sekitar 14 persen anak muda diusia produktif masih belum memiliki pekerjaan tetap.
Menurut laporan yang dikutip oleh CNN Indonesia, kondisi tersebut mencerminkan betapa sulitnya anak muda usia produktif mencari kerja di tengah ekonomi yang sedang beradaptasi dengan perubahan teknologi. Banyak lulusan baru (fresh graduate) belum terserap didunia kerja karena kemampuan mereka belum sesuai dengan kebutuhan industri (skill mismatch).
Menanggapi hal tersebut, pemerintah Indonesia meluncurkan Program Magang Nasional Berbayar bagi khusus bagi lulusan terbaru. Program ini dibuka secara resmi pada 15 Oktober 2025, dengan gaji setara upah minimum provinsi (UMP). Informasi lengkap mengenai syarat dan cara pendaftarannya diumumkan melalui laman CNN Indonesia.
Program ini mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat. Berdasarkan data Bloomberg Technoz 2025, sudah lebih dari 212 ribu fresh graduate mendaftar untuk mengikuti magang berbayar ini. Pemerintah menargetkan total 100 ribu peserta bisa bergabung sampai akhir tahun 2025, seperti dilaporkan Kontan Nasional.
Selain itu, 1.147 perusahaan sudah terdaftar untuk ikut berpartisipasi dalam program ini, menurut keterangan Menteri Ketenagakerjaan yang dikutip Nasional.kontan.co.id (2025). Beberapa perusahaan besar seperti Telkom Indonesia bahkan membuka posisi magang dengan gaji setara UMP, sebagaimana dilansir DetikFinance (2025).
Namun, program ini tidak lepas dari kritik. Sejumlah pakar menilai ada dilema dalam kebijakan magang nasional. Di satu sisi, program ini membantu fresh graduate memperoleh pengalaman kerja dan memperluas jaringan industri. Tapi di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa magang berbayar bisa menjadi “pintu belakang” eksploitasi tenaga kerja murah, seperti diungkap oleh DetikEdu (2025).
Para pengamat juga menyoroti bahwa tanpa kejelasan jenjang karier setelah magang, program ini hanya berpotensi menurunkan angka pengangguran sementara, bukan menciptakan pekerjaan jangka panjang. Selain itu, kebijakan ini juga menunjukkan tantangan besar dunia pendidikan di Indonesia yang belum sepenuhnya mampu menyiapkan lulusan sesuai kebutuhan industri.
Ketika Harta Tak Lagi Berputar
Masalah pengangguran di kalangan anak muda sebenarnya tidak bisa hanya dijelaskan oleh faktor “kurangnya keterampilan” atau “minimnya pengalaman kerja”. Akar persoalannya jauh lebih dalam dan bersifat structural yaitu dimana harta tidak berputar secara merata di masyarakat.
Selama ini, sebagian besar kekayaan nasional masih terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok ekonomi besar. Sementara itu, sebagian besar rakyat hanya menikmati sisa-sisa perputaran ekonomi yang lambat. Akibatnya, daya beli masyarakat lemah, aktivitas produksi menurun, dan lapangan kerja baru sulit tercipta.
Kondisi ini menciptakan lingkaran setan kemiskinan dan pengangguran. Ketika harta menumpuk di satu sisi, konsumsi masyarakat tidak mampu mendorong roda ekonomi berputar. Perusahaan menahan ekspansi, UMKM kehilangan pasar, dan para pencari kerja, terutama generasi muda, kehilangan kesempatan untuk masuk ke dunia kerja yang layak.
Situasi ini menunjukkan bahwa pengangguran bukan sekadar masalah tenaga kerja, tetapi masalah distribusi kekayaan. Tanpa perputaran harta yang adil, kebijakan seperti magang berbayar hanya bersifat tambalan. Program tersebut bisa mengurangi angka pengangguran sesaat, tapi tidak menyentuh akar persoalan. Sebuah ketimpangan ekonomi yang terus melebar.
Untuk memulihkan roda ekonomi, dibutuhkan kebijakan politik yang berpihak pada distribusi kekayaan secara merata. Negara perlu memastikan harta tidak hanya berputar di antara korporasi besar atau kalangan menengah atas, tetapi juga mengalir ke sektor-sektor produktif kecil, desa, dan komunitas akar rumput.
Kebijakan semacam ini tidak hanya menciptakan lapangan kerja baru, tapi juga menghidupkan kembali sirkulasi ekonomi rakyat, sehingga setiap orang punya kesempatan yang lebih adil untuk bekerja, berproduksi, dan hidup layak.
Bagaimana Islam Mewujudkan Kemerataan itu?
Dalam islam kita akan mempelajari terkait Siyasi (politik). Siyasi dalam islam adalah cara mengatur urusan umat, baik di dalam maupun di luar negeri, sesuai dengan hukum syariah. Intinya, siyasah bukan sekadar perebutan kekuasaan, tapi tanggung jawab untuk mengurus rakyat dengan adil dan menegakkan aturan Allah di kehidupan publik. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa siyasah Islam berpusat pada penerapan syariah oleh negara (Khilafah) dan kontrol umat terhadap penguasa agar tetap di jalan yang benar.
Dari sini lahirlah politik ekonomi Islam, yaitu kebijakan pengelolaan harta dan sumber daya agar kekayaan tidak hanya berputar di kalangan tertentu. Politik ekonomi Islam bukan sekadar menumbuhkan angka ekonomi, tapi memastikan keadilan distribusi melalui tiga jenis kepemilikan yaitu individu, umum, dan negara. Dengan sistem ini, negara wajib menjamin kebutuhan pokok rakyat, membuka lapangan kerja, dan mengelola sumber daya milik umum demi kemaslahatan bersama.
Harta milik individu mencakup hasil usaha pribadi, rumah, atau tanah yang diperoleh dengan cara sah. Rasulullah bersabda: “Barang siapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)
Hadist ini menunjukkan hak milik pribadi yang sah jika didapat dengan usaha halal (ihya’ al-mawat, bekerja, berdagang, atau warisan). Ini dasar milik individu dalam Islam.
Harta milik umum adalah sumber daya yang digunakan bersama oleh rakyat, seperti air, sungai, laut, hutan, dan tambang yang jumlahnya melimpah. Sedangkan harta milik negara adalah aset yang dikelola pemerintah untuk kepentingan seluruh rakyat. Dalilnya dari sabda Rasulullah : “Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Hadist ini jadi dasar bahwa sumber daya alam vital seperti air, hutan, tambang energi, dan sejenisnya, tidak boleh dimiliki individu atau swasta, karena merupakan hak bersama seluruh umat. Dari sini lahirlah konsep milik umum.
Dalam Islam, harta milik umum tidak boleh diserahkan kepada individu atau swasta, karena menyangkut kepentingan banyak orang. Negara wajib mengelolanya untuk kesejahteraan rakyat, misalnya dari sektor pertanian, perikanan, perkebunan, dan kehutanan. Dari pengelolaan ini lapangan kerja terbuka luas dan rakyat dapat berproduksi secara mandiri.
Jika rakyat membutuhkan modal, negara bisa memberikan tanah atau bantuan usaha. Tambang besar dikelola negara, sedangkan tambang kecil dapat diusahakan masyarakat dengan pengawasan negara agar tidak merusak lingkungan. Hasil dari harta milik umum dan negara menjadi sumber pendapatan nasional yang digunakan untuk menjamin pendidikan dan kesehatan gratis. Dengan begitu, beban hidup rakyat berkurang dan kesejahteraan merata.
Sistem ekonomi Islam memastikan harta berputar di seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya di tangan segelintir orang. Inilah kunci menekan pengangguran dan ketimpangan ekonomi. Jika negara adil dalam mengelola harta, maka kerja keras rakyat bernilai dan kesejahteraan bukan sekadar cita-cita, melainkan kenyataan. Wallahu a‘lam bish-shawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar