Oleh : Siami Nur Rahmah
Kita harus memiliki Palestina, kita juga harus menghormati, dan menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitu kita bisa memiliki perdamaian sejati, perdamaian yang nyata, tanpa kebencian dan tanpa kecurigaan. Satu satunya solusi adalah solusi dua negara.
Nampak Indonesia menegaskan dukungan solusi dua negara untuk masalah Gaza. Hal itu diungkapkan oleh presiden Prabowo saat menghadiri Sidang Majelis Umum ke 80 PBB di New York, Amerika Serikat, pada Selasa,23 September 2025. (presidenri.go.id).
Pernyataan presiden Prabowo ini menyusul pernyataan pemimpin-pemimpin negara lain yang sudah mendorong solusi dua negara. Sebelumnya para pemimpin sudah memberikan dukungan atas keberadaan Palestina.Tak kurang 157 negara sudah memberikan pengakuan.
Jika sebelumnya pengakuan hanya diberikan di dunia Islam, sekarang negara-negara barat juga sudah memberi pengakuan atas Palestina, sebut saja Perancis, Inggris, Kanada, Australia. Begitu kuatnya dukungan masyarakat dunia atas Palestina memaksa para pemimpin dunia untuk mencari solusi penyelesaian atas konflik penjajahan Israel di tanah.
Penjajahan yang sudah menelan korban begitu banyak, lebih dari 65.000 jiwa melayang sejak 7 Oktober 2023. Belum lagi korban jiwa sejak awal perampasan tanah para nabi itu oleh entitas Yahudi. Dunia mencoba menawarkan solusi dunia negara dengan harapan bisa menghentikan konflik yang berkepanjangan. Namun, yang menjadi pertanyaan, benarkah "two state" akan menjadi solusi?
Wacana solusi dua negara sebenarnya sudah beberapa kali digaungkan, bahkan sejak awal konflik ini muncul. Landasan hukum internasional cukup kuat untuk mendukung kearah tersebut, seperti:
1) Resolusi Majelis Umum PBB pada ada tahun 1947 menetapkan pembagian wilayah menjadi negara Yahudi dan Arab. Pembagian ini ditolak warga Palestina yang tanahnya dirampas oleh zionis. Akhirnya rencana dua negara tidak pernah dilakukan. Kemudian disusul gencatan senjata tahun 1949, Tepi Barat dan Yerusalem Timur dibawah kendali Yordania, sementara Gaza oleh Mesir.
2) Kemudian Resolusi DK PBB 181 di tahun 1967 menyeru penarikan pasukan Israel setelah pada perang Timur Tengah Israel merebut Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Gaza. Percobaan untuk pengakuan Palestina terus dilakukan seperti perjanjian Oslo 1993-1994. Namun, hingga 1999 upaya ini tidak pernah terwujud. Padahal semua ini menjadi kemungkinan besar untuk mewujudkan two state. Namun,hingga kini penjajahan terus berlangsung. AS sendiri selalu berupaya untuk mencegah Palestina mendirikan negara,bisa kita lihat AS selalu menggunakan hak memveto setiap keputusan mayoritas anggota PBB.(Alchemist group)
Dari sejarah kita belajar, bahwa para penjajah tidak mengenal bahasa perjanjian, perdamaian, ataupun diplomasi. Mereka dipenuhi kerakusan, nyawa tidak ada harganya. Mereka akan terus berambisi untuk mewujudkan cita-cita berkuasa. Israel yang bercita-cita mewujudkan negara Israel raya, sudah berulang melanggar perjanjian. Solusi dua negara, siapa yang bisa memastikan akan membuat Israel diam. Dengan merampas tanah orang saja mereka bisa sewenang-wenang. Banyak negara tidak mengakuinya saja bisa sombong luar biasa. Apalagi jika opsi two state diambil. Otomatis menjadi pengakuan keberadaan mereka sebagai sebuah negara.
Hal ini juga akan sangat menyakiti warga Palestina.Tanah mereka dirampas, keluarga mereka dihabisi, kemudian harus mengakui penjajah mereka sebagai tetangga,dengan wilayah mencapai 80% wilayah, yang sebelumnya adalah tanah milik mereka. Di mana keadilan yang digaungkan? tidak ada.
Tanah Palestina adalah tanah kaum muslimin, tidak ada hak bagi siapapun untuk mengambilnya,atau mengklaim sebagai miliknya. Atau pihak-pihak lain yang ingin membagi tanah kharaj dari masa Umar bin Khattab ini. Solusinya bukan dua negara, tetapi kembalikan tanah yang dirampas kepada pemiliknya. Namun, opsi ini mustahil bisa terealisasi. Meskipun berulang PBB mengeluarkan resolusi. Kaum muslimin hanya menjadi macan ompong yang tidak ditakuti. Maka kaum muslimin harus mengembalikan kemuliaannya, sebagaimana dulu Shalahuddin Al Ayyubi membebaskan Palestina. Sebagaimana Sultan Abdul Hamid mempertahankan bumi Al Quds. Khalifah yang tidak takut dengan penjajah dan tidak tergoda oleh dunia. Kaum muslimin akan bisa memiliki Palestina seutuhnya dengan menghadirkan sosok sebagaimana Sultan Abdul Hamid, yang akan membela setiap jengkal tanah kaum muslimin, yang akan memobilisasi tentara kaum muslimin untuk menghancurkan para penjajah. InsyaAllah.
"Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka, apa yang kamu bisa dari kekuatan yang kamu miliki, dan dari pasukan berkuda untuk menimbulkan ketakutan musuh Allah dan musuhmu dan orang -orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakan dijalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi." (TQS Al Anfal : 60).
Sesungguhnya, jalan keluar hakiki bagi Palestina tidak akan lahir dari meja perundingan yang dikendalikan penjajah, tetapi dari kesatuan umat Islam di bawah naungan syariat Islam yang kaffah. Hanya dengan persatuan yang berlandaskan akidah dan kepemimpinan yang satu, kekuatan umat dapat terhimpun untuk membela kehormatan kaum muslimin dan membebaskan tanah para nabi dari penjajahan. Sejarah telah membuktikan, ketika umat Islam bersatu di bawah kepemimpinan Islam, Palestina dapat dibebaskan, sebagaimana yang dilakukan oleh Shalahuddin Al Ayyubi.
Maka, sudah saatnya umat Islam bangkit kembali, menegakkan kehidupan Islam secara menyeluruh, agar kemuliaan dan kemenangan dapat diraih kembali dengan izin Allah Swt. Wallahua'lam bisshowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar