Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Polisi mengungkapkan motif pembunuhan pegawai minimarket di rest area Kilometer 72A Tol Cipularang yang jasadnya mengambang di aliran sungai Citarum, Dina Oktaviani (20) oleh bosnya bernama Heryanto (27). Dari tangan pelaku, Tim Taktis Sanggabuana berhasil mengamankan beberapa barang bukti, antara lain 1 unit motor, 1 unit mobil, 2 unit handphone Pelaku dijerat dengan Pasal 351 KUHPidana tentang Penganiayaan Berat yang Mengakibatkan Korban Meninggal Dunia.
"Setelah itu, pelaku menyetubuhi korban dan mengambil barang-barang milik korban," kata Kapolres Karawang, AKBP Fiki N Ardiansyah melalui Kasi Humas, Ipda Cep Wildan dalam keterangannya, Kamis (9/10/2025). (Liputan6, 9/10/2025).
Miris! Pembunuhan sadis yang dilakukan oleh pelaku sesungguhnya menggambarkan rusaknya pemikiran yang ada pada diri pelaku. Pemikiran rusak itu merupakan buah dari penerapan sekularisme yang telah merusak masyarakat. Sekularisme telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan manusia dan meletakkan manusia pada derajat yang lebih rendah dari hewan.
Rusaknya masyarakat ditengarai merupakan akibat dari tercerabutnya nilai-nilai agama (Islam) dalam diri individu masyarakat sehingga perbuatannya memperturutkan hawa nafsu. Tidak ada kontrol individu agar selalu dalam koridor perilaku manusia yang mulia. Kepuasan individu menjadi tujuan, tanpa peduli nilai kemanusiaan.
Pendidikan sekuler yang diterapkan negara telah memisahkan agama dari kehidupan sehingga melahirkan generasi rapuh tanpa adab. Ditambah lagi dengan prinsip kebebasan yang dijamin oleh negara menjadikan orang bebas berbuat, bebas memiliki, bebas beragama, dan bebas berpendapat. Tidak ada sekat pemisah di kehidupan umum antara laki-laki dan perempuan, sehingga interaksi haram sering menjadi awal terjadinya kejahatan bahkan berujung pembunuhan.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam sebagai sebuah sistem hidup sempurna yang berasal dari Zat Yang Maha Sempurna memberikan perlindungan berlapis agar masyarakat terhindar dari perbuatan sadis.
Lapis pertama, Islam memerintahkan agar setiap keluarga menjaga diri dan keluarga dari api neraka.
Ini sebagaimana firman Allah SWT. dalam QS. At-Tahrim ayat 6,
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْن
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
Realisasi penjagaan ini diwujudkan dengan menjadikan keluarga sebagai sekolah pertama bagi anak-anak agar memiliki pemahaman akidah dan syariat Islam yang utuh untuk membentuk ketakwaan dalam diri anak yang akan menjadi bekal kelak saat ia terjun di kancah kehidupan. Takwa inilah yang akan mencegahnya dari perbuatan melanggar syariat, termasuk melakukan pembunuhan.
Lapis kedua, negara akan menerapkan kurikulum pendidikan Islam untuk semua warga negara. Dalam kitab Muqadimah Dustur/Rancangan UUD Negara Khilafah disebutkan. Pasal 165, “Kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah Islam. Mata Pelajaran serta metodologi penyampaian pelajaran seluruhnya disusun tanpa adanya penyimpangan sedikit pun dalam pendidikan dengan asas tersebut.”
Sedangkan strategi pendidikannya dijelaskan dalam Pasal 166, “Strategi pendidikan adalah membentuk pola pikir islami (akliah islamiah) dan jiwa islami (nafsiah islamiah). Seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan disesuaikan atas dasar strategi tersebut.”
Sedangkan pasal 167 menjelaskan tentang tujuan pendidikan, “Tujuan pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian Islam (syahsiah islamiah) dan membekalinya dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan.”
Dengan kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan yang diterapkan negara inilah yang memungkinkan seluruh warga negara memiliki tsaqafah Islam yang akan menjadi bekal melakukan kontrol di tengah masyarakat apabila ada hal-hal yang melanggar syariat Islam. Berjalannya kontrol di tengah masyarakat akan meminimalkan terjadinya tindak kejahatan, termasuk pembunuhan.
Lapis ketiga, negara akan menerapkan sistem pergaulan Islam. Penerapan sistem pergaulan Islam akan mencegah manusia bergaul tanpa batas yang akan menimbulkan kecemburuan, perzinaan, dan sebagainya yang memicu tindak kekerasan. Di antaranya adalah larangan berkhalwat, wajibnya memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan, dan kebolehan ikhtilat dalam perkara-perkara yang disyariatkan saja.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan dalam kitab An-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam hlm. 54, “Dikecualikan dari itu jika Allah telah membolehkan adanya interaksi di antara keduanya, baik dalam kehidupan khusus maupun kehidupan umum. Allah SWT., misalnya, telah membolehkan kaum wanita untuk melakukan jual beli serta mengambil dan menerima barang, mewajibkan mereka untuk menunaikan ibadah haji, membolehkan mereka untuk hadir dalam salat berjemaah, berjihad melawan orang-orang kafir, memiliki harta dan mengembangkannya, dan sejumlah aktivitas lain yang dibolehkan atas mereka. Semua aktivitas di atas yang dibolehkan atau diwajibkan oleh syariat Islam terhadap kaum wanita, harus dilihat dahulu. Jika pelaksanaan berbagai aktvitas di atas menuntut interaksi/pertemuan (ijtima’) dengan kaum pria, boleh pada saat itu ada interaksi dalam batas-batas hukum syariat dan dalam batas aktivitas yang dibolehkan atas mereka. Ini misalnya aktivitas jual beli, akad tenaga kerja (ijârah), belajar, kedokteran, paramedis, pertanian, industri, dan sebagainya.”
Lapis keempat, negara akan membentuk departemen penerangan yang bertugas melakukan pengawasan terhadap kerja media, baik media massa maupun digital. Tujuannya, menjaga masyarakat dari pengaruh negatif media yang merusak.
Dalam Ajhizah ad-Daulah al-Khilâfah hlm. 246 dijelaskan bahwa negara akan mengeluarkan undang-undang yang menjelaskan garis-garis umum politik negara dalam mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syariat. Hal itu dalam rangka menjalankan kewajiban negara dalam melayani kemaslahatan Islam dan kaum muslim, juga dalam rangka membangun masyarakat islami yang kuat, selalu berpegang teguh dan terikat dengan tali agama Allah Swt., serta menyebarluaskan kebaikan dari dan di dalam masyarakat islami tersebut.
Lapis kelima, negara akan menegakkan sistem sanksi pidana Islam yang tegas dan menimbulkan efek jera. Ketika pencegahan sudah dilakukan secara maksimal, tetapi masih ada yang melakukan maksiat atau pelanggaran, lapisan terakhir yang bisa dilakukan adalah penerapan sistem sanksi pidana yang tegas. Hukum Islam memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa (jawabir) dan memberikan efek jera (zawajir). Dengan begitu, mereka yang melanggar tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
Sebagai contoh, seseorang yang melakukan pembunuhan dengan sengaja akan diberi pilihan satu di antara tiga sanksi pidana pembunuhan. Syekh Abdurrahman al-Maliki dalam Nizhâm al-‘Uqûbât hlm. 91 dan 109 menyebutkan tiga sanksi itu, yaitu hukuman mati (kisas), membayar diat (tebusan/uang darah), atau memaafkan (al-’afwu).
Sanksi-sanksi pidana Islam tersebut didasarkan pada firman Allah SWT.,
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَا صُ فِى الْقَتْلٰى ۗ اَلْحُرُّ بِا لْحُـرِّ وَا لْعَبْدُ بِا لْعَبْدِوَا لْاُ نْثٰى بِا لْاُ نْثٰى ۗ فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَا تِّبَا عٌ بِۢا لْمَعْرُوْفِ وَاَ دَآءٌ اِلَيْهِ بِاِ حْسَا نٍ ۗ ذٰلِكَ تَخْفِيْفٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ اعْتَدٰى بَعْدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَا بٌ اَلِيْمٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih." (QS. Al-Baqarah: 178).
Pilihan pertama, menuntut kisas, yakni hukuman mati. Jika keluarga korban menuntut hukuman mati, pelaku pembunuhan sengaja akan dijatuhi hukuman mati (kisas) oleh hakim syariat (kadi).
Pilihan kedua, meminta diat (tebusan). Hal ini dapat menjadi pilihan jika ada salah satu dari anggota keluarga korban yang memaafkan si pembunuh. Diat dalam kasus pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amdu) termasuk diat mughallazhah, yaitu diat kelas berat, berupa memberikan 100 ekor unta—40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting (hamil)—kepada keluarga korban.
Dengan hukum pidana Islam, masyarakat akan terlindungi dari berbagai tindak kejahatan. Keamanan dan rasa aman bagi semua orang akan terwujud. Jumlah pelaku tindak kejahatan di masyarakat akan minimal. Penuh sesaknya penjara dan lembaga pemasyarakatan, seperti yang terjadi saat ini hampir di seluruh dunia, tidak akan terjadi saat hukum pidana Islam diterapkan.
Dengan lima lapis perlindungan ini, negara akan menjadi benteng kokoh bagi masyarakat dari tindak pembunuhan sadis. Penerapan secara total seluruh hukum Islam itu tentu hanya mungkin diwujudkan dalam institusi pemerintahan Islam, Khilafah ’ala minhâj an-nubuwwah.
Sudah tiba saatnya kaum muslim mencampakkan sistem sekuler yang rusak dan merusak; kembali mengambil sistem sahih yang datang dari Allah SWT. agar terwujud masyarakat yang aman dan terlindung dari segala tindak kejahatan.
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar