Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Dahsyat! Pasti itu yang terlontar dari sebagian besar warga Indonesia ketika menonton berita tentang pidato Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto saat menghadiri Multilateral Meeting on the Middle East atas undangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Ruang Konsultasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Selasa 23 September 2025.
Jangankan level warga biasa, sesama pemimpin negara pun banyak diantaranya yang menyalaminya dan mengucapkan selamat atas keberanian orang nomor satu di Indonesia ini. Bahkan secara khusus Trump sang tuan rumah memujinya secara terbuka.
Secara beliau presiden RI pertama yang langsung menghadiri pertemuan PBB yang biasanya hanya dilakukan oleh Duta Besar atau Menteri Luar Negeri. Meski pengalaman perdana, langsung menyita perhatian dunia. Apalagi saat ini memang musimnya pemimpin populis!
Jadi penasaran, apa dan kemana tujuan pidato penghentian genosida di Palestina sehingga mendapat pujian khusus dari sutradara genosida, ups! Meskipun sudah dijawab oleh Prabowo bahwa itu menunjukkan bahwa Trump adalah seorang yang humoris.What?
Diantara isi pidatonya adalah: Presiden Prabowo Subianto mendesak negara-negara lain bertindak dan tak berdiam diri saat melihat penderitaan yang dialami rakyat Palestina. Dia mengatakan hingga kini bencana kemanusiaan di Gaza, Palestina masih terus terjadi.
Untuk itu, Prabowo mengajak negara-negara tidak tinggal diam dengan penderitaan rakyat Palestina. Dia meyakini dengan PBB yang kuat, maka kaum lemah tak menderita dan keadilan akan didapatkan. Prabowo menuturkan bahwa PBB dibentuk untuk menjamin perdamaian, keamanan, keadilan, dan kebebasan dunia. Dia pun menekankan komitmen Indonesia memperkuat lembaga PBB.
"Dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang kuat, kita dapat membangun dunia di mana kaum lemah tidak menderita sebagaimana mestinya,tetapi hidup dalam keadilan yang pantas mereka dapatkan. Seperti yang dikatakan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, kita tidak boleh menyerah. Kita tidak boleh menyerahkan harapan atau cita-cita kita. Kita harus bersatu, bukan menjauh. Bersama-sama kita harus berjuang untuk mencapai harapan dan impian kita. Kami tetap berkomitmen pada internasionalisme, multilateralisme, dan pada setiap upaya yang memperkuat lembaga besar ini," ujar Prabowo.
Dan atas nama Indonesia, Prabowo menyatakan akan segera mengakui dan mendukung semua jaminan keamanan negara Israel asalkan Zionis Yahudi mengakui kemerdekaan negara Palestina, yaitu dengan solusi dua negara. Prabowo yakin genosida dapat dihentikan dengan perdamaian, bukan kekerasan ataupun perang.
“Saya ingin menegaskan kembali dukungan penuh Indonesia terhadap Solusi Dua Negara di Palestina. Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus mengakui dan menjamin keselamatan dan keamanan Israel,” demikian penggalan pidato tersebut.Presiden Prabowo mengatakan,”Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitu kita bisa memiliki perdamaian sejati, perdamaian yang nyata, tanpa kebencian dan tanpa kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah solusi dua negara,” Jelas Prabowo.
Sampai di sini sudah bisa disimpulkan, pantas saja memuji karena pernyataannya sejalan dengan kemauan tuannya. Membela organisasi yang telah terbukti mandul mendamaikan dunia tersebab hak veto si pendiri, solusi dua negara, dan memilih berdamai dengan pencuri tanah suci dan penjahat terlaknat. Apalagi solusi dua negara yang dimaksud adalah 78% untuk Zionis Yahudi dan 22% untuk Palestina. Mana bisa begitu, yang punya tanah diberi hanya sebagian kecil? 50-50 saja tidak mau, apalagi jomplang! Zionis saja yang nyata-nyata perampok dengan lantang menolak dua negara karena maunya dia 100%, masa pemilik sah dipaksa untuk mau!
Indonesia saja ketika menyatakan kemerdekaannya enggan berbagi dengan Belanda. Belanda diusir dari bumi Nusantara, bukan malah dibagi 78% Belanda sementara Indonesia 22%. Secara sadar, seorang istri yang dengan susah payah membangun rumah tangga dari nol tidak akan rela berbagi rumah dengan pelakor apalagi dengan bagian tidak adil, pelakor menguasai hampir seluruh rumah sementara istri sah hanya kebagian dapur atau malah gudang belakang. Sorry ye!
Dalam visi Barat, negara Palestina versi two-state solution adalah negara tanpa kedaulatan sejati, dimana negara tidak boleh memiliki militer sendiri (demilitarized) dan harus mau berada di bawah pengawasan serta kontrol keamanan Zionis. Dengan kata lain, yang ditawarkan adalah “negara boneka” yang tunduk pada proyek kolonial Zionis sejak 1948. Sebuah negara yang tidak mengakhiri penjajahan, tetapi justru mengokohkannya.
Jika Indonesia secara prinsip anti-penjajahan, maka mendukung two-state solution adalah kontradiksi besar. Sebab pengakuan atas “Negara Palestina” dalam kerangka ini berarti sekaligus mengakui legitimasi “Israel” sebagai negara penjajah. Politik luar negeri Indonesia seharusnya tegak lurus: tidak ada kompromi terhadap kolonialisme.
Benarkah sejalan dengan pembukaan UUD 1945 yang menyatakan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan? Apakah cukup dengan retorika menggebrak meja tapi menahan tentaranya di dalam barak? Pantas saja selama ini tentara Indonesia dikirim ke Palestina hanya untuk menjadi tentara keamanan sebagai kaki tangan PBB yang mengamankan orang Palestina agar tidak membalas atau sekedar membela diri dari kekejaman zionis.
Memang bukan hal pertama Indonesia mengakui kemerdekaan Palestina. Pada 15 November 1988, Palestina menyatakan kemerdekaannya lewat Deklarasi Kemerdekaan oleh Palestine National Council di Aljir. Saat itu Indonesia termasuk yang paling awal mengakui kemerdekaannya. Dan terbukti hingga kini pengakuan kemerdekaan oleh Indonesia atau beberapa negara lainnya ternyata tidak mampu menghentikan kejahatan yang dilakukan Zionis Yahudi.
Akhirnya Palestina dirampas dan entitas Yahudi didirikan di sana dengan bantuan Inggris, kemudian diasuh oleh Amerika Serikat. Sementara para penguasa Muslim (negara-negara kecil di atas reruntuhan Khilafah Utsmani) mengkhianati rakyat dengan mengukuhkan keberadaan entitas tersebut, melindunginya, dan menghalangi upaya pembebasan Palestina.
Sebagai negara dengan mayoritas Muslim, seharusnya Indonesia memiliki kompas moral yang jelas dalam isu Palestina: kompas Islam. Dalam syariah, tidak ada konsep hidup berdampingan secara damai dengan penjajah. Perintahnya tegas: penjajah harus diusir.
Dengan demikian, solusi Islam bukanlah peacekeeping forces (pasukan penjaga perdamaian) yang justru akan ikut menjaga keberlangsungan penjajah. Solusi Islam adalah mobilisasi kekuatan negeri-negeri Muslim untuk membela Palestina, membebaskan tanahnya, dan mengusir penjajah Yahudi sepenuhnya. Inilah mandat sejarah yang diwariskan Umar bin Khattab ketika membebaskan Baitul Maqdis, dan Shalahuddin al-Ayyubi ketika mengusir tentara Salib.
Sungguh kita membutuhkan pemimpin yang tidak sekadar pandai berbicara di forum dunia, tetapi berani menyampaikan kebenaran, sekalipun pahit. Pemimpin yang berani menuding pelaku genosida, berani mengecam kegagalan struktural PBB, berani menolak solusi palsu dua negara, dan berani menyerukan mobilisasi dunia Islam untuk membebaskan Palestina.
Umat Islam harus melaksanakan kewajibannya, mendukung rakyat Palestina, dan berjuang membebaskan seluruh tanah yang diduduki melalui tegaknya Khilafah berlandaskan metode kenabian. Waspadalah terhadap para munafik yang berpura-pura mendukung bahkan memberikan pujian, sementara dalam kenyataannya justru bersekongkol melawan umat, terutama PBB dan anggota tetapnya, yang hadir untuk menghalangi persatuan umat Islam di bawah hukum Allah SWT. dan membela kaum tertindas.
Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-An’am: 135,
قُلْ يٰقَوْمِ اعْمَلُوْا عَلٰى مَكَا نَتِكُمْ اِنِّيْ عَا مِلٌ ۚ فَسَوْفَ تَعْلَمُوْنَ ۙ مَنْ تَكُوْنُ لَهٗ عَا قِبَةُ الدَّا رِ ۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ
"Katakanlah, ‘Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan."
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar