Magang Berbayar: Cermin Retak Sistem Ekonomi yang Gagal


Oleh: Fitria Damayanti, M.Eng

Laporan Bank Dunia dalam _East Asia and The Pacific Economic Update October 2025_ menghadirkan gambaran suram bagi masa depan generasi muda Indonesia. Data resmi mengungkapkan bahwa satu dari tujuh anak muda di Indonesia menganggur (CNN Indonesia, 2025). Angka yang memilukan ini bukan sekadar statistik, melainkan representasi dari jutaan harapan yang tertunda. Kondisi ini memperlihatkan betapa sulitnya lulusan baru memasuki dunia kerja yang kompetitif.

Di tengah tekanan pengangguran yang kian menghimpit, pemerintah merespons dengan meluncurkan program magang berbayar bagi fresh graduate.

Sambutan terhadap program ini ternyata luar biasa, terbukti dari partisipasi 1.147 perusahaan dalam program magang berbayar bagi fresh graduate (nasional.kontan.co.id, 2025).

Program ini diharapkan dapat menjadi jembatan bagi lulusan baru untuk mendapatkan pengalaman kerja. Namun, realitas ini seharusnya menjadi alarm keras bahwa sistem ekonomi sedang mengalami kemacetan.


Konstruksi Masalah: Akar Krisis dalam Sistem yang Timpang

Di balik gegap gempita program magang, tersembunyi kegagalan struktural sistem ekonomi yang berlaku saat ini. Sistem ini telah membiarkan kekayaan dan sumber daya nasional hanya beredar di kalangan segelintir elit. 

Akibatnya, ketimpangan ekonomi semakin melebar dan kemiskinan struktural menjadi lingkaran setan yang sulit diputus. Distribusi kekayaan yang tidak merata ini menjadi akar dari berbagai masalah ketenagakerjaan.

Aktivitas ekonomi nasional pun menjadi lesu karena daya beli mayoritas rakyat lemah. Kondisi ini berujung pada minimnya penciptaan lapangan kerja baru yang berkualitas. Perusahaan-perusahaan cenderung berhati-hati dalam melakukan ekspansi dan perekrutan. Situasi ini semakin mempersulit posisi para pencari kerja pemula yang belum memiliki pengalaman.

Program magang, meski tampak membantu, dalam analisis akhir hanya menjadi batu loncatan yang tidak pasti. Kebijakan seperti ini adalah contoh klasik dari solusi tambal sulam yang tidak menyentuh akar masalah. Pada akhirnya, negara kehilangan kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja secara masif dan berkelanjutan. Dibutuhkan pendekatan yang lebih fundamental untuk mengatasi krisis ini.


Solusi Fundamental: Menata Ulang Sistem Ekonomi

Mencari alternatif solusi, kita dapat menengok paradigma lain yang menawarkan pendekatan fundamental. Konsep kepemilikan dalam Islam membagi sumber daya menjadi tiga kategori: individu, umum, dan negara. Pembagian ini memastikan tidak terjadi penumpukan kekayaan pada segelintir pihak sekaligus menjamin distribusi yang adil.

Sumber daya alam yang vital dan menjadi hajat hidup orang banyak ditetapkan sebagai kepemilikan umum dalam pengaturan Islam.

Negara, sebagai wakil rakyat, berkewajiban penuh untuk mengelolanya secara langsung dan dilarang memprivatisasinya. Hasil pengelolaan sumber daya milik umum ini akan menjadi penerimaan negara yang sangat besar dan stabil untuk kemaslahatan rakyat.

Salah satu instrumen penting dalam sistem ekonomi Islam adalah kebijakan Iqtha' atau pemberian aset produktif oleh negara kepada rakyat yang membutuhkan. Kebijakan ini bukan sekadar bantuan sosial, melainkan pemberian akses penuh untuk dikelola yang dapat menciptakan lapangan kerja mandiri dan usaha mikro yang berkelanjutan.

Untuk sektor yang membutuhkan teknologi tinggi, negara bertanggung jawab menyediakan infrastrukturnya sesuai prinsip bahwa pengelolaan kekayaan umum harus memberikan manfaat maksimal bagi rakyat. Sementara untuk sektor skala kecil, rakyat dapat mengelolanya langsung dengan panduan dari negara. Dengan mekanisme ini, tercipta sinergi antara negara dan rakyat dalam membangun ekonomi.

Dengan kombinasi antara pengelolaan aset umum dan distribusi aset produktif melalui instrumen seperti Iqtha', terciptalah ekosistem ekonomi yang inklusif berdasarkan prinsip-prinsip keadilan. Pendekatan ini secara sistematis akan membuka lapangan kerja yang hakiki dan berkelanjutan. 

Sudah saatnya kita membuka ruang diskusi yang luas untuk mengeksplorasi berbagai alternatif solusi yang berkeadilan bagi masa depan generasi muda. Allahu a'lam bishawwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar