Fatherless Kian Populer, Buah Kehidupan Kapitalis Sekuler


Oleh : Mia

Fenomena fatherless atau ketiadaan peran ayah dalam kehidupan anak,baik secara biologis maupun psikis semakin merebak di Indonesia. Banyak anak yang tumbuh tanpa merasakan kehadiran sosok ayah secara utuh, baik karena perceraian, kesibukan kerja, maupun karena sistem sosial yang membuat ayah kehilangan peran sebagai pendidik dan pelindung. Fenomena ini bukan terjadi tanpa sebab, tetapi merupakan buah dari sistem kehidupan kapitalis sekuler yang menuhankan materi dan mengabaikan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan keluarga.


Fakta yang Mengkhawatirkan

Data menunjukkan jutaan anak Indonesia tergolong dalam kategori fatherless. Artinya, meskipun mereka memiliki ayah secara biologis, namun secara psikis mereka kehilangan figur ayah dimana ayah seharusnya hadir, membimbing, dan memberi keteladanan. Mereka tumbuh bersama ibu, pengasuh, atau bahkan pegawai, tanpa sentuhan kasih sayang dan bimbingan seorang ayah. (www.kompas.id)

Fenomena ini sejatinya bukan muncul begitu saja. Sistem hidup kapitalis sekuler telah menggeser orientasi hidup manusia dari nilai-nilai keluarga menjadi orientasi ekonomi. Ukuran sukses seorang ayah bukan lagi dari ketakwaan dan tanggung jawabnya terhadap keluarga, tetapi dari seberapa banyak harta dan jabatan yang dimiliki. Akibatnya, para ayah terseret dalam pusaran kerja tanpa henti, pulang larut malam, bahkan akhir pekan pun masih sibuk dengan urusan pekerjaan.

Generasi fatherless adalah buah dari sistem yang menafikan nilai-nilai spiritual dan keimanan dalam mengatur kehidupan. Padahal, keluarga dalam pandangan Islam adalah pondasi utama bagi lahirnya generasi beriman dan berakhlak mulia.


Kapitalisme dan Hilangnya Fungsi Qawwam

Islam menempatkan ayah sebagai qawwam, yakni pemimpin, pelindung, dan penanggung jawab bagi keluarganya. Allah berfirman: "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka..."(QS. An-Nisā’: 34)

Ayat ini menunjukkan bahwa tanggung jawab kepemimpinan keluarga ada pada ayah. Namun dalam sistem kapitalis, fungsi ini perlahan memudar, karena kesibukan mencari nafkah menjadi alasan utama ayah kehilangan waktu untuk anak. Para ayah terpaksa bekerja keras di bawah tekanan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang terus meningkat. Padahal, Rasulullah telah mengingatkan agar setiap kepala keluarga tidak hanya menafkahi secara materi, tetapi juga membimbing secara moral dan spiritual. Rasulullah bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka."(HR. Bukhari dan Muslim)

Hal yang tak kalah berpengaruh adalah orientasi hidup yang materialistik membuat waktu ayah habis untuk mengejar karier dan kekayaan. Sistem kapitalisme mengajarkan bahwa nilai seseorang diukur dari materi, bukan dari ketakwaan dan perannya sebagai pendidik keluarga, dan juga hilangnya kesadaran qawwam menyebabkan banyak ayah tidak lagi menjadi pelindung dan penuntun. Anak-anak kehilangan figur tegas namun penuh kasih, yang sejatinya sangat dibutuhkan dalam pembentukan karakter dan kepribadian.

Dampak sosialnya sangat besar. Banyak anak yang kehilangan arah moral, mudah terpengaruh pergaulan bebas, bahkan kehilangan kepercayaan diri. Mereka tumbuh tanpa bimbingan nilai dan kasih sayang ayah yang sejati.


Solusi dalam Islam

Islam tidak hanya mengatur hubungan spiritual, tetapi juga memberikan sistem sosial dan ekonomi yang menjamin peran ayah tetap utuh. Ada beberapa solusi mendasar yang ditawarkan Islam untuk mengatasi krisis fatherless ini. Yaitu: Ayah dan ibu memiliki peran yang seimbang dan saling melengkapi.

Ayah berperan sebagai qawwam (pelindung, pendidik, pemberi nafkah, dan teladan dalam rumah tangga). Ibu memiliki peran besar dalam pengasuhan, menyusui, dan pendidikan anak di rumah. Dalam Al-Qur’an, kisah Luqman al-Hakim menjadi teladan bagaimana seorang ayah menanamkan tauhid dan akhlak kepada anaknya. Allah berfirman: "Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya: 'Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.'" (QS. Luqman: 13)

Ini menunjukkan pentingnya peran ayah sebagai pendidik utama nilai-nilai iman. Dan negara wajib mendukung peran ayah dengan kebijakan yang adil. Dalam sistem Islam, negara tidak membiarkan ayah bekerja hingga kehilangan waktu untuk keluarga. Negara membuka lapangan kerja yang layak, memastikan upah yang mencukupi, dan menjamin kebutuhan dasar rakyatnya. 

Dengan demikian, seorang ayah akan memiliki waktu yang cukup untuk mendampingi dan mendidik anak-anaknya, bukan hanya bekerja siang malam demi kebutuhan hidup. Dan tak kalah pentingnya adalah sistem perwalian dalam Islam menjamin setiap anak memiliki figur ayah.

Jika seorang anak kehilangan ayah biologisnya, maka wali dari keluarga atau masyarakat akan mengambil tanggung jawab tersebut. Dengan begitu, anak tidak dibiarkan kehilangan arah dan kasih sayang. Ini bagian dari sistem sosial Islam yang menanamkan tanggung jawab kolektif dalam masyarakat.


Kembali ke Sistem Hidup Islam

Fenomena fatherless adalah tanda nyata rusaknya tatanan keluarga akibat sistem kapitalis sekuler. Sistem ini menjauhkan manusia dari fitrah, menukar kebahagiaan keluarga dengan kesuksesan materi. Ketika ayah kehilangan perannya sebagai pendidik dan pelindung, maka generasi pun kehilangan arah.

Islam menawarkan solusi bukan hanya dalam tataran individu, tetapi sistemik dengan mengembalikan seluruh aspek kehidupan kepada syariat Allah. Dalam sistem Islam kaffah, peran ayah akan kembali pada fitrahnya sebagai qawwam, pelindung dan pendidik yang penuh kasih. Negara menjamin kesejahteraan keluarga, dan masyarakat berfungsi sebagai penjaga moral. Rasulullah bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik di antara kalian terhadap keluargaku."(HR. Tirmidzi)

Maka, solusi sejati dari fatherless generation bukanlah sekadar kampanye kesadaran atau seminar parenting, melainkan kembali kepada sistem Islam yang menempatkan keluarga dalam posisi mulia, di bawah naungan hukum Allah. Dan hanya dengan itulah, akan lahir kembali generasi yang tumbuh dalam dekapan kasih sayang ayah dan bimbingan iman, generasi yang kokoh, berakhlak, dan siap memimpin peradaban Islam yang gemilang. Wallohua'lam




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar