Oleh: Noura (Pemerhati Sosial dan Generasi)
Pemerintah melalui Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) bekerja sama dengan Direktorat Pengabdian Masyarakat dan Layanan Kepakaran (DPMK) Institut Teknologi Bandung (ITB) baru-baru ini menggelar workshop kreator konten bertajuk “Glo-Up: 1000 Ide.” Acara yang berlangsung Selasa (14/10) di Multifunction Hall Kemenko 1, Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Nusantara ini diikuti 535 pelajar dari 16 sekolah setingkat SMP, SMA, MA, dan SMK di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara.
Dengan tema “Peningkatan 1000 SDM Gen Z yang Bijak, Kreatif, dan Cerdas melalui Pelatihan Social Media Specialist dan AI Menuju Smart City IKN,” program ini digadang-gadang menjadi langkah nyata pemerintah menyiapkan generasi muda yang adaptif terhadap era digital dan mendukung pembangunan IKN sebagai kota pintar masa depan.
Namun, di balik semangat “pemberdayaan SDM”, tersimpan pertanyaan mendasar: apakah generasi ini benar-benar sedang dipersiapkan menjadi SDM unggul atau sekadar dijadikan mesin propaganda pembangunan?
Smart City, Smart Brainwashing
Dalam paradigma pembangunan sekuler hari ini, peningkatan SDM lebih banyak diarahkan untuk melayani kepentingan sistem, bukan kemaslahatan rakyat. Pelatihan media sosial dan kecerdasan buatan (AI) yang diklaim meningkatkan kapasitas Gen Z justru berpotensi menjadi alat soft control — mencetak generasi yang kreatif secara teknis, tetapi tumpul secara ideologis.
Mereka dilatih menjadi storyteller digital yang piawai membangun citra IKN, tapi tanpa ruang kritis terhadap arah pembangunan itu sendiri. Maka, pertanyaannya: apakah SDM berkualitas diukur dari kemampuan memoles citra atau dari keberanian menyuarakan kebenaran?
Ironisnya, di tengah maraknya degradasi moral, ketimpangan ekonomi, serta banjir konten destruktif di dunia maya, negara justru sibuk membentuk generasi “cerdas digital” tanpa perlindungan serius terhadap fitnah media. Tak ada kebijakan tegas melindungi generasi dari arus globalisasi sekuler-liberal yang merusak nilai dan akidah mereka.
Islam Membangun Insan Kamil
Islam memandang peningkatan SDM bukan sekadar soal kompetensi teknis, tetapi pembangunan manusia seutuhnya — insan kamil yang cerdas akal, bersih jiwa, dan lurus arah hidupnya. Allah ï·» berfirman: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13)
Ayat ini menegaskan bahwa ukuran keunggulan manusia bukan kecerdasan digital, tetapi ketakwaan. SDM unggul dalam pandangan Islam adalah mereka yang berilmu, berakhlak, dan menjadikan setiap potensi teknologi untuk menolong dakwah dan kemaslahatan umat. Rasulullah ï·º bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad)
Maka, generasi unggul bukan yang pandai membuat konten promosi pembangunan, melainkan yang mampu menjadikan media sebagai sarana menyebarkan kebenaran dan mengajak manusia kembali kepada Islam.
Media dalam Islam: Syiar, Bukan Propaganda
Dalam sistem Islam, media bukan alat pencitraan penguasa, melainkan sarana syiar dakwah dan penjaga opini publik. Dalam struktur negara Islam (Khilafah), ada lembaga bernama Dewan Penerangan (‘Ilan) yang mengatur arus informasi agar selalu selaras dengan nilai Islam dan menjaga masyarakat dari berita menyesatkan.
Negara Islam bertugas melindungi generasi dari arus informasi beracun, bukan malah melatih mereka menjadi penyambung lidah kepentingan politik. Kebebasan berekspresi pun diarahkan untuk kebaikan — tidak liar seperti dalam sistem liberal, dan tidak represif seperti dalam sistem otoriter.
Saatnya Islam Ambil Alih Arah Peningkatan Generasi
Generasi muda adalah aset peradaban. Namun dalam sistem sekuler hari ini, potensi mereka diarahkan bukan untuk kebangkitan Islam, tetapi untuk menopang stabilitas sistem kapitalisme yang terus menindas rakyat.
Maka, sudah saatnya arah peningkatan SDM dikembalikan ke landasan wahyu. Islam tidak menolak digitalisasi, atau modernisasi, tetapi menempatkannya dalam bingkai akidah Islam agar setiap kemajuan teknologi menjadi alat untuk menegakkan kebenaran, bukan sekadar mempercantik proyek duniawi.
Bangkitnya peradaban Islam sejati membutuhkan SDM yang tak hanya cerdas dan kreatif, tetapi juga berpikir ideologis dan bertakwa. Mereka bukan buzzer yang membungkam kritik, melainkan penyeru kebenaran yang menegakkan kalimat Allah di setiap ruang digital.
Wallahu'alam bishawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar