Makan Bergizi Gratis, Solusi Ala Kapitalis yang Bikin Miris


Oleh: Cita Ka Widuri
 
Kisruh keracunan MBG masih terus berlanjut, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan total korban keracunan akibat mengkonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) sejak diluncurkan pada Januari 2025 mencapai 6.517 orang ( CNN indonesia, 1/10/2025). Total tersebut bukan angka yang sedikit, meski demikian dari pihak pemerintah dianggap lamban dalam mengatasi masalah ini. Beberapa wilayah telah menyatakan keracunan akibat MBG ini sebagai kejadian luar biasa (KLB) salahsatunya di kabupaten Bandung dan Garut. meskipun dari pihak pemerintah belum menjadikan kasus ini sebagai KLB tingkat nasional karena menurut beberapa pakar belum memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai KLB secara nasional. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Pengurus Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dr. Iqbal Mochtar, menegaskan bahwa KLB nasional baru bisa dipertimbangkan jika kasus menyebar luas dan sporadis di berbagai daerah. "Secara nasional ditetapkan sebagai KLB mungkin belum saatnya. Tetapi yang paling perlu jika setiap daerah mendapatkan jumlah kasus yang meningkat secara signifikan, berkembang secara sporadis, dan dikhawatirkan akan berlanjut maka daerah tersebut perlu menetapkan KLB," kata Iqbal saat dihubungi, Jumat (3/10) (Media Indonesia, 3/10/2025). 

Kasus ini menyita perhatian masyarakat dari berbagai kalangan, mulai dari emak-emak yang sempat melakukan aksi massa di sisi timur kampus UGM, Jumat (26-9-2025), hingga para ahli gizi, aktivis pendidikan dan elemen masyarakat lainnya yang menuntut untuk memberhentikan program MBG ini mengingat banyaknya siswa yang telah menjadi korban keracunan. Jika kita perhatikan kembali dimana sebenarnya letak kesalahan dari program ini? Dan solusi apakah yang harus diambil untuk menuntaskan masalah MBG ini? 

 
Daftar Panjang Kisruh MBG

Terkait kasus keracunan, minggu-minggu terakhir ini jagat media beberapa kali dihebohkan kejadian luar biasa. Setidaknya ada lebih dari 1.000 anak menjadi korban. Pada 17-9-2025, di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, ada 300 anak yang keracunan. Sehari setelahnya (18-9-2025), 569 anak di Garut, Jawa Barat mengalami keracunan. Lalu pada 22-9-2025, di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, ada 411 orang menjadi korban. Sejauh ini, tidak ada data pasti mengenai jumlah korban keracunan sejak program ini diluncurkan. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyebut, per 21-9-2025, jumlah korban keracunan MBG sudah mencapai 6.452 kasus. Sementara itu, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari mengakui ada data berbeda antara Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun kesimpulannya, jumlah korban ada di kisaran mencapai 5.000-an orang.

Jumlah kasus keracunan dalam program MBG ini jelas merupakan fenomena puncak gunung es. Angka riil di lapangan kemungkinan jauh lebih besar lagi. Pasalnya, pengawasan pemerintah atas program ini tampak sangat lemah, terbukti dari data korban yang masih simpang siur. Malah ada yang menuding, beberapa kasus sengaja ditutup-tutupi. Hal ini dimungkinkan karena program ini berjalan tanpa payung hukum sehingga sistem tata kelolanya serba kacau dan implementasi di lapangan rentan berbagai penyimpangan. Bagi pemerintah sendiri, program MBG memang menjadi salah satu program unggulan yang dibangga-banggakan. Program MBG digadang-gadang bisa meningkatkan kualitas kesehatan anak-anak, terutama siswa sekolah dasar dan menengah; juga untuk mengatasi masalah stunting dan mendukung ketahanan pangan nasional demi mengejar visi ambisius Menuju Indonesia Emas 2045.

Hanya saja, pada pelaksanaannya pemerintah tampak lebih fokus pada aspek kuantitas daripada kualitas. Ribuan korban kasus keracunan yang berjatuhan sejak Januari 2025 tampak tidak terlalu diindahkan. Mungkin karena rasionya dianggap sangat kecil jika dibandingkan dengan 21 juta anak yang disebut-sebut sudah menerima manfaat riil. Begitu pun ketika muncul isu ompreng terkontaminasi minyak babi dan temuan kandungan logam mangan yang tinggi, pemerintah tampak tidak terlalu serius menanggapi. Respons baru ditunjukkan justru setelah desakan masyarakat begitu kencang. Terkait keracunan misalnya, pada Senin (22-9-2025), BGN melalui Wakil Kepala Naniek S. Deyang, mengumumkan akan membentuk tim investigasi yang akan bekerja mulai pekan ini. Sementara itu, terkait isu ompreng berminyak babi, pemerintah menyatakan siap melakukan uji laboratorium dan siap mengganti jika terbukti. Dari sini tampak bahwa pemerintah hanya fokus pada aspek kuantitas. Anjing gonggong kafilah berlalu, semua kritik yang sejak lama disampaikan cukup dijawab dengan janji menyolusi. Entah berapa lagi anak yang harus menjadi korban hingga program ambisius ini bisa dihentikan.

Ironisnya, di tengah program efisiensi anggaran yang dicanangkan, serta gonjang-ganjing dalam pelaksanaan, alokasi anggaran MBG pada APBN 2026 justru dilipatgandakan. Jumlahnya pun tidak tanggung-tanggung, dari sebesar Rp121 triliun pada 2025, meningkat menjadi Rp335 triliun pada 2026. Konon katanya, program pemborosan ini diperuntukkan bagi 82,9 juta sasaran. Sebanyak Rp223,6 triliun masuk dalam anggaran pendidikan; Rp24,7 triliun masuk dalam kategori anggaran kesehatan; dan Rp19,7 triliun masuk dalam fungsi ekonomi.


Paradigma Kapitalis Mengesampingkan Riayah Umat

Program MBG pertamakali dicetuskan oleh Prabowo pada saat kampanye pilpres 2024. Program ini memiliki beberapa tujuan utama, antara lain:
1. Menurunkan stunting: Fokus pada anak-anak sebagai generasi penerus yang sehat.
2. Meningkatkan kesehatan ibu hamil dan menyusui: Memastikan gizi yang baik untuk calon generasi masa depan.
3. Menggerakkan ekonomi masyarakat: Melibatkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam penyediaan makanan bergizi.

Upaya pemenuhan gizi dan mengentaskan stunting melalui program MBG ini terlihat tidak efektif. Jika kita lihat Kembali program ini belum menyentuh akar masalah dari terjadinya masalah gizi di Masyarakat. Masalah pemenuhan gizi tidak terlepas dari masalah lain yang menjadi pemicunya, diantaranya masalah tingginya angka pengangguran karena lapangan kerja yang minim ataupun kemampuan Masyarakat yang tidak sesuai dengan standar kualifikasi Perusahaan. Kualitas SDM yang tidak terserap Perusahaan juga erat kaitannya dengan taraf Pendidikan yang rendah akibat tingginya biaya Pendidikan untuk melanjutkan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Tidak hanya soal biaya, namun juga berkaitan dengan arah Pendidikan yang hanya berorientasi pada materi. Sehingga SDM yang dihasilkan terpisah dari persoalan Masyarakat yang butuh penyelesaian dari kaum intelektual. Kaum intelektual bersikap apatis dan individualis, sekedar mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Han ini tidak terlepas dari himpitan ekonomi yang semakin berat, karena dalah paradigma kapitalis Masyarakat dituntun untuk hidup secara mandiri, negara berlepas tangan dari riayah terhadap umat. Harga-harga bahan pangan dan kebutuhan pokok yang seringkali melonjak menjadi daftar Panjang sulitnya bertahan hidup dalam system ekonomi kapitalis. 

Maka dari itu wajar jika terjadi stunting dan malnutrisi pada anak-anak. Karena permasalahan yang sudah menjadi siklus sistemik. Muara dari semua persoalan tersebuat Adalah akibat diterapkannya sistem kapitalis sekuler yang paradigma dalam riayah umat Adalah dengan menjadikan masyarakan mandiri dalam pemenuhan kehidupannya sehingga akan memunculkan daya saing ditengah Masyarakat untuk meningkatkan minat dan semangat bekerja mereka. Sehingga negara hanya menjadi regulator saja bukan sebagai pengurus urusan rakyat. Disamping standar kebahagiaan Adalah manfaat dan terpenuhinya kepuasan jasadiah semata, sehingga negara menjadi seolah seperti pelaku bisnis yang mengorbankan kepentingan umat.


Paradigma Islam dalam Riayah Umat

Islam memandang kemaslahatan umat sebagai satu hal yang wajib untuk dipenuhi. Sistem Khilafah Islam tegak di atas paradigma akidah yang sahih, yakni keyakinan bahwa Allah adalah Al-Khaliq sekaligus Al-Mudabbir (Maha Pengatur alam semesta, termasuk kehidupan manusia). Aturan-aturan Islam inilah yang akan menuntun manusia menjalani kehidupannya, sekaligus menyolusi seluruh problem kehidupan secara benar dan akan menghantarkan pada kebahagiaan.

Kepemimpinan dalam sistem Khilafah berbeda jauh dengan kepemimpinan dalam sistem sekarang. Al-‘Alamah Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah, seorang mujtahid mutlak abad ini, dalam kitabnya berjudul Asy-Syakhsiyyah al-Islamiyyah Jilid 2, dengan gamblang menjelaskan bahwa syariat Islam telah menetapkan fungsi kepemimpinan sebagai pengurus alias pelayan (raain) sekaligus pelindung umat (junnah). Dengan demikian, kebijakan yang dikeluarkan khalifah tidak akan keluar dari koridor syariat dan karenanya mampu melahirkan kehidupan sejahtera, adil, dan penuh berkah.

Asas politik dalam islam Adalah mengurusi urusan umat, sehingga negara benar-benar hadir untuk menjalankan kewajiban riayah sepenuhnya semata-mata untuk mengharap Ridha Allah SWT. Menjamin kebutuhan pokok agar bisa terpenuhi dan memudahkan umat untuk memenuhi kebutuhan sekunder maupun tersiernya. Misalnya dalam pemenuhan gizi maupun sandang dan papan, negara memenuhinya dengan membuka lapangan pekerjaan bagi Masyarakat dengan disertai pelatihan jika diperlukan. Sehingga SDM yang dipekerjakan memang telah memenuhi standar sesuai bidang masing-masing. Hal ini akan meminimalisir adanya rekrutmen pekerja yang tidak sesuai standar sebagaimana yang disampaikan dalam beberapa kasus keracunan MBG, tidak hanya membuka lapangan kerja dan abai terhadap keselamatan kerja. Adapun bagi yang tidak mampu bekerja maka menjadi tanggungan dari walinya dan negara sebagai perisai terakhir. Termasuk dalam masalah Kesehatan, Pendidikan dan keamana menjadi fokus utama negara untuk menjamin pemenuhannya. Karena tiga hal tersebut juga menjadi kategori kebutuhan pokok bagi Masyarakat. Oleh karenanya, sebagaimana teladan Amirulmukminin Sayyidina Umar, seorang khalifah tidak akan pernah membiarkan ada rakyatnya yang kelaparan dan kurang gizi. Khalifah akan memastikan kebutuhan asasi dan sekunder setiap rakyatnya terpenuhi dengan standar tinggi tanpa banding. Mereka tahu, kelalaian dan kezaliman yang mereka perbuat akan menjadi kesedihan luar biasa di akhirat kelak. Keyakinan inilah yang menjaga mereka dari penyimpangan.


Mekanisme Islam dalam Menjalankan Riayah Umat

Islam memiliki aturan yang komprehensif dalam menyelesaikan persoalan ditengah-tengah umat. Sistem enokomi islam menjelaskan secara rinci bagaimana islam mengatur masalah pengelolaan harta, mulai dari pendapatan pos-pos pendapatan negara dan distribusinya ketengah-tengah umat untuk memenuhi kebutuhan mereka. 

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nidzamul Iqtishodi fil islam menjelaskan Sumber pemasukan tetap Baitul Mal adalah fai', ghanfmah, anfal, kharaj, jizyah dan pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya; pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang serta harta zakat. Harta zakat diletakkan pada kas khusus Baitul Mal clan tidak diberikan selain untuk delapan kelompok ( ashnaf) yang telah disebutkan di dalam al-Quran; tidak sedikit pun dari harta zakat tersebut boleh diberikan kepada selain delapan ashnaf trersebut, baik untuk keperluan negara maupun keperluan umat. Pemasukan harta dari hak milik umum juga diletakkan pada kas khusus Baitul Mal clan tidak boleh dicampur dengan yang lain. Sebab, harta tersebut menjadi hak milik seluruh kaum Muslim, yang diberikan oleh Khalifah sesuai dengan kemaslahatan kaum Muslim yang mengikuti kebijakan dan ijtihadnya berdasarkan hukum-hukum syariah. Harta-harta lain, yang merupakan hak Baitul Mal, diletakkan pada Baitul Mal dengan harta yang lain, dan dibelanjakan untuk keperluan negara dan umat, serta delapan ashnaf, termasuk apa saja yang menjadi kebijakan negara. Apabila harta-harta tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyat, maka cukup dengan harta tersebut. Jika tidak cukup, negara harus mewajibkan pajak ( dharlbah) atas seluruh kaum Muslim untuk melaksanakan tuntutan pelayanan urusan umat, dengan ketentuan yang ada di dalam islam dipungut dan kaum muslimin saja dari kalangan para aghniya (orang kaya). Negara akan mendistribusikan harta secara merata dan memperhatikan kemaslahatan kaum muslimin.

Demikianlah salah satu mekanisme dalam islam untuk mengelola pemasukan dan pengeluaran sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarajat termasuk dalam hal pemenuhan gizi. Semua bisa terlaksana jika islam kaffah diterapkan secara total dalam bingkai khilafah sebagai Solusi tuntas segala permasalahan yang ada di Tengah umat akibat penerapan system kapitalis sekuler. Sungguh, keadilan, kesejahteraan, dan keberkahan benar-benar nyata dalam sistem kepemimpinan Islam. Hal ini sesuai janji Allah ï·» dalam QS Al-A’raf ayat 96 bagi mereka yang beriman, “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi.”




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar