Oleh : Ummu Aulia (Muslimah Pejuang Peradaban)
Jutaan anak di Indonesia mengalami Fatherless keadaan dimana ayah tidak hadir dalam tumbuh kembang bukan hanya karena kematian atau perceraian, namun ayah ada tetapi tidak hadir secara emosional (ayah ada namun tidak terlibat dalam kehidupan anak).
Padahal, pengasuhan anak membutuhkan peran penting ayahnya untuk membangun kelekatan antara ayah dan anak agar anak memiliki pondasi keseimbangan emosional. Sebab anak yang tidak mempunyai figur ayah cenderung memiliki tingkat stres lebih tinggi.
Fenomena ini menunjukkan bahwa krisis pengasuhan anak tidak semata karena masalah keluarga, tetapi kebanyakan ayah berpendapat bahwa hanya dengan mencari nafkah tanggung jawab selesai. Sedangkan urusan domestik seperti mengasuh anak dan pendididikan anak diserahkan kepundak ibu.
Berdasarkan data tim Jurnalisme Data dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2024, ada 15,9 juta anak atau setara dengan 20,1 persen dari total 79,4 juta anak yang berusia kurnaf dari 18 tahun yang berpotensi mengalami Fatherless. Sebanyak 4,4 juta karena tidak tinggal bersama ayah. Adapun 11,5 juta anak karena ayah ya sibuk bekerja atau separuh harinya lebih banyak bekerja di luar rumah.
Dari data survey kualitatif pada 16 psikolog klinis di 16 kota di Indonesia, dampak Fatherless yang terjadi adalah rasa minder dan emosi) mental yang labil. Ini disebut oleh masing-masing sembilan psikolog. Adapun tujuh psikolog menjawab kenakalan remaja. Lima psikolog menyebut sulit berinteraksi sosial dan empat menjawab motivasi akademik rendah sebagai dampak berikutnya. (Kompas.com).
Generasi Fatherless lahir dari sistem kapitalisme sekuler( Pemisahan agama dari kehidupan). kesibukan ayah mencari nafkah guna memenuhi kehidupan yang semakin mencekik membuat ayah jarang/bahkan tidak hadir sebagai pendidikan untuk anaknya.
dalam sistem ini lapangan kerja bagi ayah juga sulit sehingga kadang ayah harus merantau guna mencukupi kebutuhan keluarga, membuat hilangnya fungsi qawwam dalam diri ayah baik sebagai pemberi nafkah dan memberi rasa aman bagi anak.
Dalam Islam Allah menetapkan kepemimpinan ada di tangan laki-laki, peran ayah sebagai qawwam menyangkut tanggung jawab spiritual atau pendidikan agama, emosional atau membimbing keluarga dan material (menafkahi).
Rasulullah Salallahu alaihi wassalam bersabda "Setiap kalian adalah pemimpin dan pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Memang kunci pendidikan anak ada ditangan seorang ibu, namun ditangan seorang ayahlah letak keberhasilan pendidikan tersebut. Peran ayah dalam pendidikan naak ada apda proses pembentukan kepribadian anak, yakni kasih sayang perhatian dan keteladanan.
Peran ayah sebagai qawwam dalam mendidik anak, Allah Subhanahu Wataa'la memerintahkan agar para ayah menjaga keluarganya dari api neraka.
Hadirnya sosok ayah dalam pengasuhan akan membentuk kepribadian anak. Dari ayah anak mendapat teladan keimanan, kepemimpinan, daya tahan, data tarung hingga mampu membuat keputusan dalam hidup sebagaimana yang Allah perintahkan.
Di tangan ayah sosok laki-laki akan siap menjadi qawwam dan perempuan siap menjadi al-umm WA RabbatulBayt dan madrasatul ula inilah peran ayah dalam mendidik anak.
Allah juga menetapkan laki-laki wajib mencari nafkah, jihad fi sabilillah, dan kewajiban lainnya yang menyebabkan mereka harus keluar rumah.
Oleh karena itu Allah Subhanahu Wataa'la memerintahkan negara yang memang berfungsi sebagai pelayan umatbuntuk menopang kewajiban para ayah agar bisa terealisasi dengan optimal.
Negara yang menetapkan sistem Islam yakni khilafah akan mensuport peran ayah dengan membuka lapangan kerja dengan upah layak, serta memberi jaminan kehidupan agar ayah memiliki waktu yang cukup bersama anak.
Daulah khilafah memastikan bahwa ekonomi berjalan sebagaimana mestinya seperti harga kebutuhan pokok yang dapat dijangkau dengan gaji para ayah.
Daulah khilafah juga secara langsung menjamin kebutuhan dasar publik, seperti kesehatan gratis, pendidikan gratis bagi seluruh rakyatnya sehingga para ayah tidak terbebani dan bisa menjadi qawwam bagi keluarganya.
Wallahu alam Bis'sawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar