Transisi Ekonomi ke Pariwisata dan Hilirasi: Kesejahteraan Perempuan dan Generasi Terancam


Oleh: Wulan Safariyah (Aktivis Dakwah)

Rencana Pemerintah Kabupaten Berau menggagas wacana transisi ekonomi dari sektor pertambangan menjadi ekowisata dan agroindustri yang tersusun dalam dokumen dan RPJMD dan RPJPD tak bisa dijalankan sendiri. Harapan pemerintah untuk perlahan beralih menuju sektor non tambang, seperti pariwisata dan agroindustri, membutuhkan dukungan banyak pihak, terutama DPRD Kabupaten Berau. 

Menurut ketua DPRD Berau, salah satu sektor penting yang harus dioptimalkan adalah hilirisasi kelapa sawit. Pemerintah harus cepat menangkap peluang dengan menghadirkan investor. Untuk pariwisata Berau diakui cukup mendunia karena memiliki kekayaan wisata dengan keindahan bawah lautnya sehingga terbatas pada wisata selam.

Namun, jika ingin sektor pariwisata maju, pemerintah daerah perlu menata ulang regulasi, termasuk soal peredaran minuman keras yang saat ini tidak terkendali. Peraturan daerah sebenarnya hanya membolehkan miras beredar di hotel berbintang lima. Faktanya, Berau belum punya hotel berbintang lima, sehingga aturan ini jadi tidak efektif.

Ketua Komisi II DPRD Berau, juga mengingatkan Pemkab Berau untuk mempersiapkan transisi ekonomi karena selama ini terlalu bergantung pada pertambangan. Pemerintah daerah harus berani menciptakan produk unggulan dari sektor UMKM, perkebunan, pertanian, atau kelautan. Sehingga, ketika kapal-kapal kembali ke Surabaya, mereka tidak kosong, tapi membawa hasil-hasil dari Berau. Bukan hanya mengangkut hasil tambang.

Sementara, Wakil Ketua II DPRD Berau, juga meminta pemerintah daerah mulai fokus menyiapkan transisi ekonomi pasca-tambang. Berau tidak bisa terus bergantung pada sektor pertambangan. Arah pembangunan harus mulai diarahkan pada pariwisata, perkebunan, pertanian, dan hilirisasinya.

Wakil Ketua I DPRD Berau, menambahkan, Pemkab Berau perlu mengevaluasi penyerapan dan penggunaan anggaran. Sebab, selama ini, pembangunan di Berau masih cukup banyak dititikberatkan pada infrastruktur fisik. Di lapangan, masyarakat masih banyak membutuhkan bantuan bibit, alat tanam, hingga bajak. Hal ini seharusnya menjadi prioritas agar Berau benar-benar bisa beralih dari ketergantungan tambang ke sektor pertanian dan perkebunan.

Di Berau ada ribuan hektare sawit yang sudah berproduksi, baik milik masyarakat, plasma, maupun perusahaan inti. Dia menyayangkan jika hanya berhenti pada bahan baku. Hilirisasi pun menjadi penting. Selain meningkatkan PAD, juga bisa membuka lapangan kerja baru. Apalagi, pemerintah harus mengantisipasi meningkatnya pengangguran akibat berkurangnya aktivitas pertambangan. Dikutip dari media (berauterkini.co.id)


Transisi Ekonomi dan Hilirisasi Dalam Konteks Kapitalisme

Transisi ekonomi dan hilirasi dalam konteks kapitalisme hanya mempertimbangkan keuntungan ekonomi tanpa memperhatikan dampak sosial dan lingkungan yang akan dialami oleh masyarakat.

Transisi atau peralihan ekonomi dari sektor pertambangan sudah lama digaungkan, tetapi realitanya tetap saja tidak mengurangi eksploitasi besar-besaran sumber daya alam. Sehingga menyebabkan dampak buruk pada kerusakan alam dan lingkungan secara berkesinambungan.

Kesenjangan ekonomi juga dirasakan oleh masyarakat luas juga pemerintah. Pemerintah dan rakyat hanya mendapatkan remah gemah atau bagian kecil dari hasil eksploitasi sumber daya alam. Sementara, keuntungan yang besar dinikmati oleh para kapital yaitu pihak korporasi tambang. Kini hilirisasi adalah salah satu jalan mengoptimalisasi pertambangan yang tidak seberapa dibanding kepemilikan SDAE jika dikelola sendiri. 

Selain itu, keberadaan sektor Pariwisata dan UMKM yang melibatkan perempuan dan generasi dapat berdampak negatif dan membuka jalan merebaknya pintu maksiat, seperti maraknya prostitusi, penyebaran minuman keras (miras) dan penyalahgunaan obat terlarang atau narkoba. 

Sehingga perempuan dan generasi terseret dalam jurang kehancuran yang semakin dalam yang membuat kehidupan mereka semakin rusak. Kaum perempuan tidak lagi memahami fitrahnya sebagai perempuan yaitu ibu dan pengurus rumah tangga. Mereka akan disibukkan dengan mengejar materi. Begitu pula para generasi, mereka akan terjebak dengan ilusi kesenangan sesaat. Jika demikian, maka perempuan dan generasi berada dalam ancaman dan menjadi tumbal kerusakan.
 
Hilirisasi dengan kaca mata Kapitalisme hanya mempertimbangkan keuntungan ekonomi daripada Kesejahteraan Perempuan dan generasi tidak pula melihat dampak negatif yang akan menimpa perempuan dan generasi. Sebab sistem yang mendasari masyarakat saat ini adalah sistem kapitalisme yang berpijak pada asas manfaat yang materialistik tanpa memedulikan kerusakan yang ditimbulkan.

Meskipun hilirisasi bertujuan untuk antisipasi pengangguran akibat berkurangnya aktivitas pertambangan namun jika hilirisasi tidak disertai dukungan pemerintah yang memadai, maka dapat gagal atau sia-sia karena tidak diminati. Sehingga tidak dapat mengatasi masalah pengangguran.

Oleh karena itu, perlu adanya perubahan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan dalam mengelola sumber daya alam dan mengembangkan ekonomi. Bukan hanya berpijak pada keuntungan semata, namun yang lebih utama adalah kesejahteraan masyarakat.


Pandangan Islam

Islam memandang ketundukan kepada Pencipta adalah perkara mutlak. Allah SWT telah menegaskan dalam QS Al Baqarah ayat 208 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah.” Sistem Islam yang diterapkan secara kaffah atau menyeluruh telah menjadikan setiap aspek kehidupan masyarakat diatur dengan aturan Allah SWT.

Dalam pandangan Islam, pendapatan negara tidak bergantung pada sektor pariwisata. Islam tidak menolak pariwisata selama kegiatan ini sesuai dengan nilai-nilai syariat. Namun, Islam tidak membenarkan pariwisata yang menjerumuskan perempuan dan generasi ke dalam gaya hidup liberal yaitu bebas tanpa batas yang justru bertentangan dengan syariat Islam. Pariwisata yang menekankan kebebasan tanpa batas hanya akan melahirkan generasi yang jauh dari nilai-nilai keislaman. 

Pariwisata dalam Islam berfungsi sebagai syi'ar Islam. Juga dapat menjadi sarana positif untuk belajar, berekreasi, dan memperkuat silaturahmi. Seperti mengunjungi tempat-tempat bersejarah Islam dan mengenalkan kepada wisatawan bahwa Islam pernah diterapkan secara nyata selama karang lebih 14 abad lamanya.

Berwisata juga dalam rangka tadabbur alam atau menikmati keindahan alam, ini diperbolehkan sebagai cara untuk mensyukuri ciptaan Allah SWT, selama kegiatan tersebut tidak membawa kemudaratan. Ini menjadi contoh pariwisata yang memiliki nilai edukasi dan spiritual, memperkuat iman, dan memperkenalkan sejarah Islam kepada generasi muda. 

Perempuan dan generasi terjaga dalam Islam sehingga segala sesuatu yang mengundang keburukan akan diantisipasi. Islam menawarkan solusi komprehensif untuk menyejahterakan rakyat. Dalam sistem Islam, negara memiliki mekanisme pengelolaan sumber daya dan pendistribusian kekayaan yang telah ditetapkan oleh Syara'. 

Islam memiliki Baitul Mal, yang berfungsi sebagai kas negara yang memiliki sumber pemasukan yang jelas dan dirancang untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Negara akan fokus pada pendapatan (fa'i, ghanimah, kharaj, dll), termasuk swasembada pangan, kepemilikan SDAE akan kembali ke umat sehingga membawa kesejahteraan tanpa berharap sektor lain.

Dengan demikian, rakyat mendapatkan hak mereka atas kekayaan negeri, bukan menjadi korban dari eksploitasi pihak asing. Negara juga hadir sebagai pelindung terhadap rakyat termasuk kaum perempuan dan generasi dari potensi kerusakan yang ada. Kehidupan masyarakat akan mengarah pada kesejahteraan yang hakiki. 

Wallahu'alam bissawab 






Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar