SANTRI DAN TANTANGAN GLOBALISASI


Oleh : Liza Khairina

Beberapa hari ini beranda kita dibuat ramai dengan tagar "Boikot Trans7". Kasus yang ramai disebut tendensius menyudutkan pesantren besar di Indonesia, Pesantren Lirboyo. Pesantren tua yang telah melahirkan ulama-ulama besar yang tersebar luas di pelosok negeri ini sedang mengalami perundungan media nasional, Trans7.

Lirboyo tertuduh telah terjadi praktik feodalisme di dalam lingkungannya. Tuduhan ini tentu mencederai kiprah pesantren sebagai basis pencetak dai-daiyah yang siap menyebarkan Islam di tengah-tengah masyarakat. Media massa yang seharusnya hadir memberi pencerahan, malah membuat kegaduhan tanpa konfirmasi pada pihak terkait.

Ada yang pro dan kontra atas peristiwa "syiar noda" pesantren ini. Terlepas apakah mendukung Lirboyo atau mendukung Trans7. Yang jelas ini kasus harus segera disudahi. Umat butuh perhatian yang lebih penting dari sekedar tudingan yang sama sekali tidak menyentuh akar persoalan umat. Kondisi dunia Islam yang terus menjadi bulan-bulanan musuh Islam harus menjadi fokus utama kita bersama, agar tidak berulang kejadian yang serupa. Sehingga Islam dan kaum Muslimin tidak selalu diinjak dan dihina sebab lemahnya kita atas segala kemungkaran yang terstruktur.

Satu prinsip penting adalah pernyataan bahwa pesantren dengan budayanya merupakan unsur penting bagi para santri. Berkenaan dengan momentum Hari Santri 2025,  muhasabah diri dan meningkatkan ghirah berislam kita menjadi bagian utama di dalamnya. Mengokohkan komitmen kita sebagaimana pesan Rasul saw: "Orang yang paling dekat dengan derajat kenabian adalah ulama dan pejuang. Ulama memberikan petunjuk kepada manusia atas ajaran yang dibawa para rasul. Sedangkan pejuang berjihad dengan senjata mereka atas ajaran yang dibawa para rasul." (HR ad-Dailamy).

Tidak berlebihan kiranya jika kita menengok kembali peran santri sebagai calon penerus ulama yang selalu dinanti kehadirannya di tengah-tengah umat.

Santri adalah bagian penting motor penggerak perjuangan. Jiwa muda petualang dan pembelajar yang mengalir di darahnya adalah ruh semangat yang menghantarkan pada kemenangan. Santri dalam perjalanannya, dari dulu hingga kini adalah semangat juang yang terus tumbuh membela kebenaran, membela Islam dan kaum Muslimin. Membebaskan manusia dari belenggu penjajahan. Membebaskan manusia dari tunduk pada makhluk, kemudian tunduk sepenuhnya kepada Allah swt semata.

Jika dulu di awal kemerdekaan santri ikut berjuang mengusir penjajah dengan senjata. Maka hari ini santri menghadapi tantangan yang lebih kompleks, menghadapi penjajahan pemikiran yang ditabur penjajah Barat ke negeri-negeri muslim lewat budaya, sosial, pendidikan dan politik Barat yang bertentangan dengan Islam. Seperti budaya mager, malas belajar, membebek, tawuran. Pun kerusakan sosial dengan normalisasi pacaran dan perilaku menyimpang lainnya. Juga pendidikan akhlak yang hari ini sudah mulai ditinggalkan oleh banyak kalangan muda mudi sebab merebaknya digitalisasi informasi tanpa filterisasi.

Tak ketinggalan pula, adopsi politik demokrasi yang dijalankan negeri ini adalah bagian skenario penjajahan Barat untuk menghilangkan Islam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Sehingga banyak dari kaum Muslimin termasuk unsur pesantren yang di dalamnya ada kiprah santri terjebak dalam lumpur hitam demokrasi buatan Barat ini.

Karenanya, hadirnya santri di tengah-tengah masyarakat terus dinanti. Menghidupkan suluh di tengah kegelapan, membawa secercah harapan dalam keputusasaan. Santri harus menjadi role model muslim dan muslimah, mukmin dan mukminah yang senantiasa terikat dengan syariah. Memiliki skill dunia dan akhirat. Juga siap menghadapi tantangan globalisasi tanpa sedikitpun mundur dengan tantangan zaman. Memiliki prinsip iman yang mengubah dan mewarnai dunia dengan khazanah Islam dan kitab turats peninggalan ulama yang bertabur peradaban Islam yang gemilang 

Terus semangati santri untuk belajar, beramal dan berdakwah mencerdaskan umat. Mengambil alih kepemimpinan kapitalisme global dengan kepemimpinan Islam. Berjuang bersama santri dan pesantren, kita jelajahi benua dan samudera hingga tidak ada satupun penghuni rumah di bumi yang tidak mengenal Islam dengan kalimat agungnya penggetar Arsy, yakni LAILAHA ILLALLAH MUHAMMADUR RASULULLAH. Allahu akbar![]




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar