KHUTBAH JUM'AT : MENGATASI KRISIS PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA


KHUTBAH PERTAMA

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اللهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلًا نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى:
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى ۝١٢٤ (طٰهٰ) 
Alhamdulillâhi Rabbil Âlamin, Segala puji bagi Allah Subhânahu Wa Taâlâ yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, serta mempertemukan kita di tempat yang diberkahi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallâhu alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah Subhânahu Wa Taâlâ dengan sebenar-benarnya takwa sebagaimana firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (QS. Âli Imrân [3]: 102).
Sungguh takwa adalah benteng terakhir kita di tengah kehidupan akhir zaman saat ini. Dan sungguh, hanya dengan takwa kita akan selamat di dunia dan akhirat.

Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Krisis pendidikan karakter di Indonesia semakin menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan. Dunia pendidikan yang seharusnya menjadi wadah pembentukan generasi berilmu dan berakhlak justru kerap memunculkan potret buram perilaku moral. Fenomena hilangnya rasa hormat terhadap guru, lemahnya empati antar pelajar, dan semakin kaburnya batas antara benar dan salah menjadi tanda serius rapuhnya fondasi karakter bangsa. Baru-baru ini, seorang kepala sekolah dilaporkan ke polisi hanya karena menegur dan menampar siswa yang merokok di sekolah. Ironisnya, ratusan siswa justru membela pelaku pelanggaran dengan melakukan mogok massal dan menuntut pemecatan kepala sekolah. Di sisi lain, seorang mahasiswa Universitas Udayana bunuh diri diduga akibat perundungan, bahkan setelah meninggal tetap menjadi bahan olokan di grup WhatsApp kampus. Dua peristiwa ini menunjukkan betapa dalam krisis moral yang melanda dunia pendidikan kita.
Lebih memilukan lagi, media arus utama pun turut berperan dalam menurunkan nilai-nilai luhur tersebut. Salah satu tayangan di Trans7 bahkan menggambarkan adab santri yang menghormati guru sebagai budaya feodal yang tak pantas dipertahankan. Padahal dalam Islam, penghormatan murid kepada guru merupakan bagian dari adab mulia sebagaimana sabda Nabi ﷺ: 
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang tua, tidak menyayangi yang muda, dan tidak mengetahui hak orang alim di antara kita” (Al-Qurthubi, Al-Jami li Ahkaam al-Quraan, 17/241). 
Pendidikan sejati dalam Islam bukan sekadar transfer ilmu, melainkan proses pembentukan karakter dan akhlak yang berakar kuat pada akidah Islam.

Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Akar krisis pendidikan karakter di Indonesia sejatinya terletak pada penerapan sistem pendidikan sekulersistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, orientasi spiritual dan moral terhapus dari dunia pendidikan, menjadikan tujuan belajar semata demi mencari pekerjaan, bukan pembentukan kepribadian mulia. Tak hanya siswa, banyak guru pun terseret arus krisis moral. Kasus kekerasan, pelecehan, hingga korupsi di dunia pendidikan menunjukkan bahwa sebagian pendidik belum mampu menjadi teladan. Imam al-Qusyairi mengingatkan,
وَمَنْ لَمْ يُؤَدِّبْ نَفْسَهُ لَمْ يَتَأَدَّبْ بِهِ غَيْرُهُ
“Siapa saja yang tidak bisa menanamkan adab pada dirinya, maka orang lain tidak mungkin mempelajari adab darinya” (Tafsir al-Qusyairi, 2/36). Semua ini merupakan buah dari sistem pendidikan sekuler yang berpaling dari Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala:
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا
 ”Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Quran), maka sesungguhnya bagi dia kehidupan yang sempit.” (QS Thâhâ [20]: 124).
Dalam pandangan Islam, pendidikan bukan sekadar mencetak manusia cerdas, tetapi membentuk insan berkepribadian Islam (syakhshiyyah islâmiyyah), yaitu pola pikir dan pola sikap yang berpijak pada akidah Islam. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah Subhanahu wataala: 
هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍۙ
”Dialah (Allah) yang mengutus di tengah-tengah kaum yang ummi seorang rasul dari kalangan mereka. Dia (bertugas) membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa/diri) mereka, serta mengajari mereka al-Quran dan hikmah; sementara mereka sebelumnya benar-benar ada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. al-Jumah [62]: 2). 
Rasulullah ﷺ pun bersabda, 
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلَاقِ
”Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR al-Bazzaar dan al-Baihaqi). Dengan demikian, pendidikan dalam Islam memiliki misi utama: membina akhlak mulia dan kesucian jiwa agar manusia menjadi hamba yang taat kepada Allah Subhanahu wataala.
Sebaliknya, sistem pendidikan sekuler yang memisahkan ilmu dari iman melahirkan generasi yang mungkin cerdas secara intelektual, tetapi miskin akhlak. Karena itu, para ulama klasik menekankan pentingnya adab sebelum ilmu, sebagaimana dikatakan: 
تَعَلَّمُوا الْأَدَبَ قَبْلَ أَنْ تَتَعَلَّمُوا الْعِلْمَ
“Pelajarilah adab sebelum kalian mempelajari ilmu” (Ibn ‘Abd al-Barr, Jaami‘ Bayaan al-‘Ilm wa Fadlih, 1/164). Adab adalah fondasi ilmu yang membentuk generasi berilmu, beriman, dan bertakwa. Sistem pendidikan Islam menempatkan akidah sebagai asas segala ilmu, mengarahkan seluruh potensi peserta didik untuk beramal dan berkarya demi meraih ridha Allah Subhanahu wataala.

Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Sejarah mencatat bahwa sistem pendidikan Islam pernah mencapai masa keemasan selama berabad-abad di bawah naungan Khilafah, khususnya pada era Abbasiyah. Negara berperan aktif sebagai pelopor pendidikan dengan membangun ribuan madrasah, perpustakaan, dan pusat riset yang terbuka secara gratis bagi seluruh rakyat. Semua itu berlandaskan akidah Islam yang kokoh, menjadikan pendidikan bukan sekadar sarana ilmu, tetapi juga pembinaan iman dan akhlak. Khalifah al-Mamun mendirikan Baitul Hikmah di Baghdad yang menjadi pusat ilmu pengetahuan dunia pada abad ke-9 M. Dari sana lahir ilmuwan sekaligus ulama besar di berbagai bidang seperti matematika, kimia, astronomi, kedokteran, fiqih, dan tafsir. Mereka bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki ketakwaan dan akhlak mulia.
Para ulama dan ilmuwan muslim kala itu menghasilkan karya monumental yang dikaji lintas generasi. Ibn Katsir mencatat bahwa dunia Islam pada masa itu dipenuhi oleh para ulama dan pelajar (Al-Bidaayah wa an-Nihaayah, 10/279). Sistem pendidikan di bawah Khilafah berhasil memadukan kemajuan sains dengan spiritualitas Islam, karena seluruh kebijakan pendidikan berasaskan akidah dan syariah. Ilmu dan iman berjalan seiring, melahirkan peradaban gemilang yang menyeimbangkan kemajuan intelektual dan kemuliaan moral.
Dalam pandangan Islam, negara memiliki tanggung jawab langsung untuk menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi rakyatnya. Rasulullah ﷺ bersabda: 
الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (Khalifah) adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia pimpin (HR al-Bukhari dan Muslim). Imam al-Mawardi menegaskan bahwa di antara tanggung jawab pemimpin adalah memenuhi seluruh kemaslahatan rakyat, termasuk pendidikan (Al-Ahkaam as-Sulthaaniyyah, hal.27). Karena itu, hanya sistem pemerintahan Islam yang menjadikan akidah sebagai asas dan syariah sebagai pilar utamanya yang mampu mewujudkan pendidikan berkualitas sekaligus membentuk manusia beriman, berilmu, dan berakhlak mulia. Sebaliknya, dalam sistem kapitalis-demokrasi-sekuler saat ini, pendidikan kehilangan ruh spiritualnya dan cenderung bersifat materialistik.

Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Melihat realitas yang ada, jelas bahwa krisis pendidikan karakter di Indonesia bukan sekadar persoalan teknis atau perilaku individu, melainkan masalah sistemik yang bersumber dari akar sekularisme. Upaya seperti revisi kurikulum, pelatihan guru, atau penambahan jam pelajaran agama hanya bersifat tambal sulam, tidak menyentuh akar masalahnya. Sistem pendidikan sekuler telah gagal melahirkan manusia bertakwa karena memisahkan ilmu dari iman. Solusi sejatinya adalah mengganti sistem pendidikan sekuler dengan sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah dan syariah Islam, sebagaimana diterapkan pada masa kejayaan Khilafah. Hanya dengan sistem pemerintahan Islam yang menerapkan syariah secara kaaffah, pendidikan akan kembali melahirkan generasi beriman, berilmu, dan beradabgenerasi khayru ummah yang menebarkan kebaikan dan kemuliaan.
Allah Subhanahu wataala berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
”Apakah sistem hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi kaum yang yakin?” (QS. al-Ma’idah [5]: 50). 
Ayat ini menegaskan bahwa hanya dengan penerapan syariah Islam secara kaaffah oleh institusi negara, pendidikan akan kembali bersinar dan menjadi sumber peradaban yang mulia. Negara Islam akan menjadi pelindung ilmu, penjaga adab, dan penegak keadilan, melahirkan generasi ulama dan mujahid yang membawa cahaya Islam ke seluruh penjuru dunia, menebarkan rahmat bagi seluruh alam. WalLâhu alam bi ash-shawâb. []

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ




KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءَ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. 
اَللّٰهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُهْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ وَصَلِيْبِيِّيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَرَأْسُمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَاِشْتِرَاكِيِّيْنَ وَشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ. اَللّٰهُمَّ نَجِّ إِخْوَانَنَا الْمُؤْمِنِيْنَ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ فِي فَلَسْطِيْنَ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ. اَللّٰهُمَّ انْصُرْ إخْوَانَنَا الْمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِكَ عَلَى أَعْدَائِهِمْ.
اَللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ الْخِلاَفَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ، وَ اجْعَلْنَا مِنَ الْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ بِإِقَامَتِهَا بِإِذْنِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَاْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ





Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar