MBG dan Kegagalan Negara Kapitalis Menyejahterakan Rakyat, Solusi Hanya dengan Islam Kaffah


Oleh : Ummu Hanif Haidar Amnan

Sejak awal pelaksanaannya kasus-kasus terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) muncul secara beruntun. SDN 03 Rawa Buntu, Kota Tangerang Selatan, merupakan keluhan pertama, makanan yang diterima terasa aneh dan berlendir. Kasus kedua, ditemukan lauk berbelatung di SMK Muntilan, Magelang, serta SMA Negeri 1 dan SMKN Tambakboyo, Tuban. Kasus ketiga di SMPN 8 Kupang, lebih dari 140 siswa mengalami keracunan massal, setelah menyantap MBG. Kasus ke empat, di Kabupaten Sumba Barat Daya. 

Catatan yang dilaporkan berbeda-beda, BGN melaporkan 46 kasus, Kementrian Kesehatan 60 kasus, BPOM 55 kasus. BGN mencatat 5.080 korban, Kementerian Kesehatan mencatat 5.207 korban, sedangkan BPOM mencatat 5.320 korban. Sementara itu, data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan angka tertinggi, yakni 5.360 korban keracunan akibat menu MBG.

Inginnya Indonesia mencontoh pada negara luar, misal Jepang dan Finlandia. Program School Lunch (Kyūshoku), dengan sistem terdesentralisasi, telah berhasil dilakukan di Jepang. MBG di Jepang memiliki menu seimbang dari bahan lokal, dan siswa makan bersama di kelas sambil belajar etika serta kebersamaan. MBG Jepang diawasi oleh ahli gizi, berhasil menurunkan obesitas dan stunting secara signifikan. Begitu pula MBG di Finlandia yang menerapkan Free School Meal. Semua mendapatkan menu bergizi, diawasi ahli gizi, tidak diserahkan pada katering besar, melainkan pada dapur sekolah.
Lemahnya manajemen mutu dan pengawasan sejak tahap awal, sehingga tujuan mulia program tidak sejalan dengan praktik di lapangan adalah kesalahan fatal MBG di Indonesia. 

Pertama, program diluncurkan secara cepat, tanpa perencanaan dan kesiapan sistem distribusi. Pencapaian politik dan kuantitas penerima, menjadi target utama pemerintah. Tidak lagi memperhatikan aspek teknis seperti rantai dingin (cold chain), standar dapur penyedia, dan waktu distribusi makanan diabaikan. Bisa ditebak akhirnya makanan tiba di sekolah dalam keadaan tidak layak (berbelatung, basi, dan berlendir). Kedua, kurangnya pengawasan lintas lembaga. Ketiga, kontrol mutu yang harusnya datang dari masyarakat masih terbilang minim. Keempat, ketiadaan transparansi bahan dan jasa katering. Kesan MBG lebih bersifat seremonial dan bertarget simpati politik lebih menonjol. Padahal nyawa anak bangsa taruhannya. 


Sistem Islam Menjamin Pelayanan dan Kesejahteraan Rakyat

Dalam pandangan Islam, penguasa memiliki amanah besar dari Allah Swt, untuk mengurus rakyatnya. "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang imam (penguasa) adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya…” (HR. al-Bukhari no. 893, Muslim no. 1829)

Jauh dari pandangan kapitalis tentang kekuasaan. Hanya untuk mencari keuntungan semata. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz II halaman 158 menjelaskan bahwa tanggung jawab pemimpin tercermin dalam sifat-sifat yang dijelaskan Rasulullah ï·º, di antaranya kekuatan, ketakwaan, kelembutan terhadap rakyat, serta sikap yang tidak menimbulkan kebencian. (Mnews).


Penguasa Wajib Memenuhi Kebutuhan Rakyatnya

Allah Swt., berfirman dalam Surat An-Nisa [4]: 58
Ø¥ِÙ†َّ اللَّÙ‡َ ÙŠَØ£ْÙ…ُرُÙƒُÙ…ْ Ø£َÙ†ْ تُؤَدُّوا الْØ£َÙ…َانَاتِ Ø¥ِÙ„َÙ‰ٰ Ø£َÙ‡ْÙ„ِÙ‡َا ÙˆَØ¥ِذَا Ø­َÙƒَÙ…ْتُÙ…ْ بَÙŠْÙ†َ النَّاسِ Ø£َÙ†ْ تَØ­ْÙƒُÙ…ُوا بِالْعَدْÙ„ِ
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.”

Penguasa berkewajiban melayani kebutuhan masyarakat. Makan Bergizi Gratis salah satu program berkaitan dengan pangan. Islam akan merancang program yang matang dan serius untuk ini. MGB dalam sistem khilafah akan diarahkan pada mengatasi masalah gizi, stunting, dsb. 

Ahlu Shuffah (kelompok miskin di di serambi masjid Madinah, sering diberi makan oleh Rasulullah SAW, perbuatan Rasul ini menjadi contoh teladan, hingga kaum muslimin mencontohnya sampai masa Khulafaur Rasyidin. 

Khalifah Umar bin Khaththab ra. dikenal sangat perhatian terhadap nasib rakyatnya. Beliau sering turun langsung di malam hari memastikan tak ada yang kelaparan. Dikisahkan dalam Tarikh ath-Thabari dan Siyar A’lam an-Nubala’, Umar bahkan memanggul sendiri bahan makanan untuk diberikan kepada seorang ibu dan anak-anaknya yang kelaparan. Di masa kepemimpinannya, kebijakan makan gratis bagi masyarakat miskin juga diberlakukan sebagai bentuk tanggung jawab negara.

Demikian pula Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mendirikan dapur umum agar tak satu pun rakyatnya kekurangan makan. Pada masa Kekhalifahan Utsmaniyah, program serupa diwujudkan melalui imaret—dapur umum berbasis wakaf—yang menyediakan makanan gratis bagi siapa pun yang membutuhkan, termasuk guru, santri, musafir, dan penduduk miskin. Semua ini menunjukkan bahwa program makan bergizi dalam sistem pemerintahan Islam bukan sekadar kebijakan sosial, tetapi bagian dari kewajiban negara untuk menyejahterakan rakyatnya sesuai tuntunan syariat.

Baitul maal menjadi sumber pendapatan negara, pos pemasukannya terdiri dari, pertama, fai dan kharaj, mencakup ganimah, anfal, fai, khumus, kharaj, jizyah, dan dharibah (pajak khusus). Kedua, kepemilikan umum, seperti minyak, gas, air, laut, hutan, dan sumber daya alam lainnya yang hasilnya dikelola untuk kepentingan publik. Ketiga, harta sedekah (zakat), yang mencakup zakat perdagangan, pertanian, serta hewan ternak

Dengan sistem keuangan seperti ini, setiap keluarga akan terjamin kesejahteraan dan ketahanan gizinya. Negara pun membuka lapangan kerja luas bagi para penanggung nafkah agar ekonomi keluarga stabil. Hasil akhirnya adalah terbentuknya generasi sehat, kuat secara fisik dan mental, cerdas, serta bertakwa—cerminan dari peradaban Islam yang sejati.
 

Penutup

Inilah bukti nyata system kapitalis telah gagal dalam menyejahterakan rakyat.Program MBG yang dikonsep sangat ideal dan mulia, ternyata berubah menjadi proyek syarat kepentingan politik. Di jalankan tanpa persiapan matang dan pengawasan yang tepat. Sementara system Islam, memiliki mekanisme yang menyeluruh dan kokoh dalam menjamin kebutuhan rakyatnya. Pemimpin (penguasa) dalam Islam akan memastikan kebijakan yang dibeikan pada rakyat membawa kemaslahatan terhadap rakyatnya. Syariat Islam memandang pemenuhan kebutuhan pokok manusia, termasuk pangan bergizi, bukanlah janji politik, melainkan kewajiban negara yang dijalankan dengan sistem keuangan baitulmal dan pengelolaan sumber daya umat secara adil. 

Solusi atas kegagalan program MBG haruslah berupa perubahan sistemik melalui penerapan syariat Islam secara kaffah. Dengan menjadikan Islam sebagai sandaran sistem kehidupan, rakyat akan merasakan keadilan, keamanan, dan kesejahteraan hakiki yang dijanjikan oleh Allah SWT. Wallahua'lam bisshowab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar