Kesibukan Ayah Mencari Nafkah Lahirkan Fatherless, Benarkah?


Oleh : Fitra Asril (Muslimah Tamansari Bogor)

Data yang dipublikasikan Kompas 8 Oktober 2025 menunjukkan kenyataan mengejutkan, sekitar seperlima anak Indonesia atau 20,1 persen (15,9 juta anak) tumbuh tanpa pengasuhan ayah atau mengalami kondisi yang dikenal sebagai fatherless. Angka ini bukan sekedar statistik. Ini adalah cermin persoalan mendalam dalam struktur keluarga dan budaya kerja di Indonesia yang sering menempatkan ayah sebagai sosok pencari nafkah semata, bukan pendidik emosional dan teladan utama bagi anak-anaknya. (Tagar.co, 8/10/2025) 

Istilah fatherless bukan berarti anak benar-benar tidak memiliki figur ayah dalam keluarga, di beberapa kasus menunjukkan kondisi ketika ayah secara emosional memang tidak hadir dalam proses pertumbuhan seorang anak. Psikolog dari UGM Rahmat Hidayat mengutarakan bahwa fatherless bisa berdampak pada psikologis dan sosial anak seperti sulit percaya diri dan membentuk identitas diri. (Republika.co.id, 17/10/2025) 

Hal ini terjadi bukan disebabkan jumlah ayah yang sedikit, tapi minimnya peran atau fungsi ayah sesungguhnya, tak heran anak-anak Indonesia menjadi father hungry atau "lapar pada sosok ayah". Akibatnya, anak berpotensi berperilaku menyimpang. Padahal, pengasuhan adalah kewajiban kedua orang tua, bukan hanya ibu. 

Faktor ekonomi juga menjadi penyebab munculnya fenomena ini. Dimana ayah dipaksa bekerja lebih keras hingga menyita waktu. Belum lagi tekanan ekonomi yang membuat para laki-laki absen untuk mempelajari posisinya sebagai pemimpin, pelindung, dan penanggung jawab. 

Perumpamaannya sama seperti nakhoda sebuah kapal yang mengarahkan laju kapal menuju tujuan yang sama. Peran ayah juga diibaratkan sebagai pilar atau tiang yang kokoh untuk menjadi sandaran bagi keluarga saat menghadapi masalah. Alhasil, ayah pun memiliki tempat istimewa di hati anak-anaknya, sebagaimana juga ibu. 

Rasulullah Saw bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya." (HR. Bukhari) 

Setelah ditelisik lebih jauh, kesibukan ayah mencari nafkah bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan munculnya fenomena fatherless ini. Tidak memperhatikannya, tidak mendidiknya, juga menjadi sebab anak-anak merasa kehilangan sosok seorang ayah. 

Di dalam Islam, Allah Swt memerintahkan orang-orang beriman agar menjaga diri dan keluarganya dari api neraka, dengan cara taat dan patuh melaksanakan perintah Allah. Orientasi penjagaan sesungguhnya bukan hanya penjagaan yang bersifat duniawi, tapi juga akhirat. Dalam menjalankan perannya, seorang ayah tidak boleh bersikap kaku, masa bodoh, dan kasar terhadap keluarganya. Sebaliknya, ia harus berakhlak mulia dan penuh dengan kasih sayang. 

Ternyata yang memiliki peran signifikan menghilangkan peran ayah dalam lingkup keluarga adalah penerapan sistem ekonomi kapitalis, dimana kesenjangan ekonomi tampak cukup ekstrem. Kesenjangan yang memaksa waktu para ayah lebih banyak tersita di luar rumah dibandingkan duduk bersama dan bercengkerama di rumah bersama anggota keluarga. 

Islam telah mengajarkan bahwa hadirnya sosok ayah akan membentuk kepribadian anak. Dengan menonjolkan keteladanan iman, menumbuhkan jiwa kepemimpinan, kelak anak akan menjadikan ayah sebagai role model untuk membuat keputusan-keputusan hidup sebagaimana yang Allah perintahkan. Tentunya, menjalankan peran ini tidaklah mudah, namun apabila Islam yang menjadi cara pandang dan tolak ukur setiap muslim, niscaya Allah akan terus membersamai dan tidak akan meninggalkan hamba-Nya. 

Wallahu a'lam bi showab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar