AMBRUKNYA GEDUNG PONPES BUKTI KURANGNYA TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH


Oleh : Ila Nasrullah

Bangunan gedung lantai 4 Pondok pesantren Al Khoziny, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, ambruk pada Senin tanggal 29 September 2025. Peristiwa naas ini terjadi sore hari sekitar pukul 15.35 WIB. Saat itu, ratusan santri sedang melaksanakan salat Ashar berjamaah di gedung lantai bawah yang masih dalam tahap pembangunan. Sejumlah santri ada yang berhasil selamat dari tragedi berdarah ini, namun puluhan lainnya harus terjebak dan ditemukan telah meninggal dunia.

Musibah ambruknya Ponpes Al Khoziny memakan korban total setelah terevakuasi mencapai 171 orang, terdiri dari 104 korban selamat, 63 meninggal dunia, termasuk 8 diantaranya potongan tubuh. Dari keseluruhan korban Tim Disaster Victim Indenfication (DVI) Biddokkes Polda Jatim, telah berhasil mengidentifikasi 34 jenazah, sementara yang belum atau masih dalam proses identifikasi sebanyak 33 jenazah.

Badan Nasional pencari dan pertolongan (Basarnas) telah menutup operasi pencarian dan pertolongan korban ambruknya gedung Pondok pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo di hari ke-9. Sementara imbas dari kasus ambruknya gedung pesantren Al Khoziny, sekretaris MUI Amirsyah Tambunan meminta penghentian sementara aktivitas di Ponpes Al Khoziny, apabila ditemukan ketidaklayakan penggunaan bangunan oleh para ahli dan tidak sesuai dengan standar dan SOP menurut Amirsyah Tambunan sebaiknya dihentikan. Sementara Menag Nasaruddin Umar mengatakan akan mulai mendata beberapa pesantren yang dinilai belum memenuhi standar dan akan memanggil pemimpin-pemimpin pondok.

Ambruknya bangunan Ponpes Al Khoziny menimbulkan duka mendalam dan membuka ruang kritik terhadap sistem pemerintahan. Puluhan santri menjadi korban akibat runtuhnya bangunan yang diduga tidak memenuhi standar konstruksi dan juga sebagai bukti nyata lemahnya pengawasan dan tanggung jawab pemerintah dalam menjamin keamanan fasilitas pendidikan di Indonesia. Dalam sistem kapitalisme, tanggung jawab pembangunan dan pemeliharaan sarana publik seringkali dibebankan kepada individu atau lembaga swasta, akibatnya banyak lembaga pendidikan termasuk pesantren membangun sarana dengan kemampuan terbatas tanpa dukungan teknis maupun finansial dari negara.

Menurut berbagai laporan media, bangunan Ponpes Al Khoziny roboh menunjukkan adanya kegagalan struktural akibat penambahan lantai tanpa perhitungan teknis yang memadai, serta lemahnya pengawasan konstruksi. Namun, persoalan mendasar bukan sekadar pada kesalahan teknis, melainkan pada ketidakhadiran negara dalam memastikan keamanan fasilitas pendidikan yang digunakan oleh masyarakat. Pemerintah baru bertindak setelah tragedi terjadi. Hal ini menandakan bahwa sistem yang berjalan lebih bersifat reaktif dari pada preventif.


PERAN NEGARA DALAM SISTEM KAPITALISME 

Sistem kapitalisme menempatkan peran negara sebagai regulator terbatas. Negara tidak sepenuhnya bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan dasar rakyat termasuk pendidikan dan infrastruktur.

Ciri-ciri lemahnya tanggung jawab pemerintah dalam sistem kapitalis:
1. Peran yang minim
 Dalam sistem kapitalis, negara hanya berperan sebagai pengatur (regulator), bukan penanggung jawab utama kesejahteraan dan keselamatan rakyat. Negara menyerahkan banyak urusan publik termasuk pendidikan dan pembangunan fasilitas umum kepada pihak swasta atau masyarakat sendiri.

2. Lemahnya Pengawasan dan Standar Keamanan Bangunan
Dalam sistem kapitalis, pengawasan negara terhadap pembangunan swasta sering bersifat administratif, bukan substantif. Banyak lembaga pendidikan swasta termasuk pesantren yang tidak mendapatkan pendampingan teknis dari dinas terkait, seperti Dinas PUPR atau BPBD, dalam memastikan kekuatan struktur bangunan. Akibatnya, pembangunan sering dilakukan tanpa perencanaan teknis yang matang, bahan bangunan tidak standar.

3. Komersialisasi Pendidikan Sistem kapitalis menjadikan pendidikan sebagai komoditas, bukan amanah. Negara lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi dan investasi, sementara lembaga pendidikan kecil seperti pesantren harus berjuang sendiri mencari dana pembangunan. Tanpa subsidi dan bantuan pembangunan yang layak, banyak pesantren membangun dengan anggaran seadanya, dan sumbangan dari para wali santri sehingga keamanan fisik gedung diabaikan.

4. Negara lepas tangan terhadap fasilitas pendidikan nonformal.
Pesantren sering dikategorikan sebagai lembaga pendidikan nonformal atau swasta, sehingga tidak menjadi prioritas dalam anggaran pembangunan. Dalam sistem kapitalis, negara hanya fokus pada sekolah negeri atau proyek besar yang bernilai ekonomi tinggi. Hal ini menunjukkan lepas tangannya negara terhadap tanggung jawab sosial untuk menjamin keamanan sarana pendidikan keagamaan rakyat.


PERAN NEGARA DALAM SISTEM ISLAM

Dalam sistem pemerintahan khilafah Islam menempatkan negara sebagai pelindung dan penanggung jawab penuh terhadap keselamatan dan kesejahteraan rakyat negara memiliki kewajiban penuh dalam menjamin terselenggaranya pendidikan, keamanan, dan fasilitasnya. Islam menempatkan keselamatan rakyat sebagai amanah besar yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.

Sungguh terdapat lima prinsip tanggung jawab negara dalam menjamin keamanan, kesejahteraan, dan pendidikan rakyatnya dalam sistem kekhilafan Islam.
1. Negara wajib menyediakan pendidikan yang aman dan gratis
Dalam sistem Islam, pendidikan adalah hak dasar setiap rakyat dan kewajiban negara untuk menyediakannya. Negara tidak boleh membebankan biaya pendidikan kepada masyarakat, karena pendidikan dianggap bagian dari kebutuhan pokok untuk mencetak generasi berilmu dan berakhlak. Pendidikan diberikan gratis dari tingkat dasar hingga tinggi. Negara bertanggung jawab atas fasilitas, sarana prasarana, keamanan gedung, dan mutu pengajaran.Tujuan utamanya bukan keuntungan ekonomi, tetapi pembentukan manusia beriman dan bertakwa. Rasulullah ï·º bersabda, “Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Pendanaan bersumber dari baitul mal
 Dalam sistem Islam, semua pembiayaan publik termasuk pendidikan dan pembangunan diambil dari Baitul Mal (kas negara Islam). Seperti kharaj, fai’,dan harta milik umum seperti tambang atau energi. Dana ini digunakan tanpa ketergantungan pada utang luar negeri atau investasi swasta. Dengan adanya sistem keuangan Islam, negara tidak bergantung pada pajak rakyat miskin atau kapital asing. Semua kebutuhan publik, termasuk pembangunan pesantren dan sekolah, dijamin langsung oleh negara.

 3. Setiap Proyek Pembangunan Wajib Diawasi oleh Ahli
 Dalam Islam, setiap pembangunan termasuk gedung sekolah, pesantren, rumah sakit, dan infrastruktur umum harus dirancang dan diawasi oleh tenaga ahli yang amanah dan profesional. Negara menunjuk insinyur, arsitek, dan pengawas bangunan yang kompeten, agar struktur aman dan sesuai syariat. Tidak boleh ada proyek yang dilakukan asal-asalan atau demi keuntungan cepat. Tjuannya adalah menjaga keselamatan jiwa manusia, karena dalam Islam, nyawa satu orang lebih berharga daripada seluruh harta dunia. Allah berfirman: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah: 195)

 4. Pengawasan Ketat oleh Qodi hisbah untuk Mencegah Kelalaian
Dalam sistem Islam, terdapat Qodi hisbah yang berfungsi mengontrol semua kegiatan masyarakat dan pemerintah agar sesuai syariat. Qodi hisbah memastikan tidak ada penyelewengan, korupsi, atau kelalaian dalam pembangunan. Jika ditemukan pelanggaran, qodi hisbah berhak menegur, menghentikan, bahkan memberikan sanksi. Dengan pengawasan ini, proyek-proyek publik akan terjamin kualitas dan keamanannya. Rasulullah ï·º bersabda: “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya…” (HR. Muslim)

5. Pertanggungjawaban di Hadapan Allah
Pemimpin dalam Islam bukan hanya bertanggung jawab di dunia, tetapi juga di hadapan Allah di akhirat. Setiap kelalaian terhadap rakyat, termasuk dalam urusan keselamatan dan pendidikan, akan dimintai pertanggungjawaban berat. Pemimpin sadar bahwa jabatan adalah amanah, bukan kekuasaan. Setiap kebijakan, proyek, dan keputusan harus berlandaskan hukum Allah, bukan kepentingan politik atau ekonomi. Dengan kesadaran ini, pemimpin tidak akan menelantarkan rakyat, karena takut akan hisab di akhirat. Rasulullah ï·º bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin rakyat, kemudian ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ambruknya Ponpes Al-Khoziny bukan hanya persoalan teknis bangunan, tetapi merupakan cerminan kegagalan sistem kapitalis yang tidak menempatkan keselamatan rakyat sebagai prioritas. Sebaliknya, dalam sistem Khilafah Islam, negara diwajibkan untuk menjamin keamanan, pendidikan, dan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Oleh karena itu, penerapan sistem pemerintahan Islam (Khilafah) menjadi solusi mendasar yang menyatukan aspek moral, spiritual, dan struktural dalam menjaga kehidupan manusia.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar