Oleh : Ari Sofiyanti
Anak-anak dan remaja adalah generasi penerus yang kelak akan memimpin peradaban. Di tangan merekalah arah masa depan ditentukan. Oleh karena itu, sepatutnya mereka memiliki visi mulia dan misi yang kuat untuk membangun peradaban nantinya. Namun, realita hari ini anak-anak dan remaja harus menghadapi tantangan ruang digital yang dapat membawa pengaruh buruk bagi pembentukan kepribadian mereka. Sebagian anak-anak telah terpapar konten pornografi, muncul fenomena bullying, mental illness, terjebak judol atau pinjol, hingga adopsi gaya hidup bebas telah menimbulkan kekhawatiran luas mengenai dampak ruang digital pada kehidupan sejak usia dini.
Merespon kondisi serius ini, pemerintah berupaya menghadirkan perlindungan dari dampak negatif ruang digital melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS) yang ditetapkan pada 28 Maret 2025 dan mulai berlaku pada 1 April 2025. (Komdigi.go.id)
PP Tunas memuat sejumlah ketentuan, antara lain platform digital wajib menerapkan mekanisme verifikasi usia agar anak-anak tidak bisa mengakses konten yang tidak sesuai dengan usianya, penyaringan konten berbahaya (pornografi, kekerasan, perjudian, materi eksploitasi, materi yang tidak sesuai usia), mekanisme pengendalian oleh orang tua, sanksi terhadap platform yang tidak patuh dan kemudahan pelaporan atas pelanggaran. (Komdigi.go.id).
Namun demikian, kita patut menanyakan sejauh mana regulasi pemerintah ini mampu mengatasi dampak negatif dari luasnya paparan konten digital. Permasalahan sesungguhnya lebih dalam dari sekadar konten negatif. Ruang digital ibarat sebuah wadah, kemudian isinya ditentukan oleh sistem yang diadopsi manusia. Komposisi konten platform digital telah dipengaruhi oleh sistem, budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat saat ini, yaitu sistem sekulerisme, liberalisme dan kapitalisme.
Sistem kapitalisme memiliki fokus pada keuntungan materi, sehingga para kapitalis sengaja mendesain platform digital sedemikian rupa agar perilaku manusia semakin konsumtif. Nilai-nilai yang dibawa oleh kapitalisme adalah nilai kebebasan atau liberal dan sekuler. Hasilnya, semua dapat mengunggah konten secara bebas tanpa batasan nilai agama selama tidak mengganggu kepentingan kapitalis. Pun tidak ada regulasi sesuai hukum agama di dalamnya.
Ruang digital yang dibangun atas sistem ini telah menyebarkan nilai-nilai budaya liberal sekuler kapitalisme yang telah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya digitalisasi telah mempercepat transfer nilai-nilai liberal, sekuler, kapitalisme kepada generasi usia dini. Maka membatasi dan mengawasi usia pengguna saja tidak cukup untuk melindungi anak dari paparan negatif. Karena nilai-nilai budaya liberal memang telah terwujud dalam kehidupan nyata. Faktanya, lingkungan tumbuh anak telah terwarnai nilai-nilai rusak ini. Anak juga masih bisa terpapar konten negatif dari lingkungan bermainnya.
Melindungi generasi harus berangkat dari akar permasalahan sistem. Yaitu dengan mencabut sistem sekulerisme liberalisme kapitalisme dan menggantinya dengan sistem Islam. Kemudian menerapkan syariat dalam segala aspek kehidupan sebagai pedoman yang lengkap dan menyeluruh. Dalam bidang pendidikan, anak-anak dibina dengan akidah Islam agar terbentuk kepribadian Islam yang kokoh, memiliki keimanan yang kuat dan pemahaman terhadap syariat Islam yang mendalam. Hasilnya adalah terbentuknya generasi yang berakhlak mulia, bertakwa kepada Allah, dan jauh dari perbuatan maksiat. Ini juga membentuk lingkungan masyarakat yang taat syariat. Konten-konten yang diunggah masyarakat adalah konten yang positif, beradab dan berakhlak sesuai ketentuan Islam. Pun jika ada konten yang negatif, individu yang bertakwa dapat membentengi diri sehingga tidak terseret arus keburukan.
Lingkungan Islam tidak menafikkan teknologi digitalisasi, justru memberikan dukungan penuh terhadap perkembangan digitalisasi yang mengandung nilai-nilai Islam dan membantu menyebarkan dakwah. Di ruang digital Islam, konten atau aplikasi yang bersifat edukatif akan memberi informasi yang bermanfaat, sementara segala aplikasi atau konten yang bertentangan dengan syariat akan dilarang demi menjaga moral dan nilai masyarakat.
Semua upaya ini memerlukan sebuah negara berdaulat yang mampu menerapkan Islam secara kaffah sebagai ideologi kehidupan dan tata hukum masyarakat, sehingga hukum dan kebijakan negeri selaras dengan prinsip syariat. Itulah Negara Khilafah. Negara yang berdaulat kuat dan mandiri tidak perlu tunduk kepada nilai-nilai dari luar, yaitu negara kafir yang bertentangan dengan Islam. Negara di luar Islam mungkin tetap menjalankan kehidupan dengan nilai-nilai sekulerisme liberalisme kapitalisme. Namun negara Khilafah dapat memproteksi warga negara dengan kekuatan Islam. Bahkan, menjadikan Islam sebagai tren senter bagi negara lain di dunia— dari hukum, pendidikan, ekonomi, hingga teknologi dan digitalisasi. Khilafah akan menjalankan misi dakwah yang membawa nilai-nilai Islam untuk disebarkan ke negara lain dan mempengaruhi seluruh masyarakat di dunia ini.
Wallahu a’lam bishowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar