Ancaman Lingkungan yang Masif di Tengah Sistem Kapitalis


Oleh : Zulfi Nindyatami, S.Pd.

Pengalihfungsian lahan yang dilakukan akhir-akhir ini menjadi kontroversi di banyak berita. Pasalnya para perusahaan dalam membabat hutan sudah melampaui batas kapasitas. Bukan artinya tidak boleh alih fungsi lahan, namun yang dilakukan sudah kelewatan. Hampir di seluruh wilayah di Indonesia kini luas ruang penyerapan air terbuka hijau alias hutan sudah berada pada ambang krisis. Hal ini, sungguh mengkhawatirkan makhluk hidup terutama keselamatan penduduk.

Permasalahan deforestasi ini menjadi permasalahan yang serius untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Apabila kejahatan alih fungsi lahan terus dilakukan maka yang ada akan timbul bencana. Hal ini yang dikhawatirkan oleh masyarakat di sekitar Pegunungan Sanggabuana, Karawang. Masyarakat di sana menemukan lahan terbuka dari citra satelit yang dilakukan oleh Sanggabuana Conservation Foundation (SCF). Sudah dua tahun berlangsung pembabatan dilakukan di wilayah Pegunungan Sanggabuana. SCF mengingatkan perlunya pengawasan ketat dan pengelolaan yang berkelanjutan agar kerusakan hutan dapat diminimalkan dan fungsi ekologis Pegunungan Sanggabuana tetap terjaga (www.beritabanten.com, 16/12/2025).

Dalam salah satu postingan akun Instagram @gunungsanggbuana, menuliskan potensi bencana yang bisa saja terjadi seperti di Sumatera. Jika terus dibiarkan terjadi, tidak menutup kemungkinan banjir dan longsor bisa menimpa pemukiman yang ada di sekitar Pegunungan Sanggabuana. Ada empat kabupaten yang ada di sekitar Pegunungan Sanggabuana yaitu Karawang, Purwakarta, Bogor, dan Cianjur. Wilayah kecamatan terdekat adalah Pangkalan, Tegalwaru, Sukasari, Cigunungherang, dan Tanjungsari (https://travel.detik.com, 16/12/2025).

Pembabatan hutan yang dilakukan warga sebagai lahan perkebunan ini tidaklah lepas dari minimnya lapangan kerja yang tersedia oleh negara. Sementara tuntutan kebutuhan pokok hidup masyarakat tidak ditanggung negara. Mereka memilih cara berkebun sebagai mata pencaharian yang berpotensi di sana. Artinya tugas negara sudah lalai dalam kesejahteraan masyarakat dan keseimbangan lingkungan. Walaupun, bukan perusahaan besar atau anak perusahaan yang mengalihfungsikan lahan, namun ini tetap harus ditindak tegas.

Sistem kapitalis menjadi akar permasalahan dalam pembabatan hutan secara liar. Beberapa masyarakat konglomerat yang memiliki lahan di daerah pegunungan mereka memilih membuka lahan perkebunan sendiri, tanpa mempertimbangkan keseimbangan alam. Artinya negara telah abai dalam memberikan lapangan pekerjaan dan mengawasi kesejahteraan masyarakat yang ada di kaki pegunungan.

Adanya ketimpangan dalam hal kepemilikan tanah dalam sistem kapitalis. Jutaan petani hanya memiliki 0,5 hektar saja. Sebaliknya, segelintir konglomerat bisa menguasai ratusan ribu bahkan jutaan hektar. Inilah yang terjadi di sistem kapitalis, tanpa berpikir panjang dan kurangnya pengawasan, serta tidak adanya kesadaran pemerintah membuat mereka dapat melakukan hal apa pun.

Pembabatan hutan sebagai lahan pertanian warga adalah buah dari kegagalan distribusi kekayaan dalam sistem kapitalisme yang melahirkan berbagai ketimpangan. Khususnya dalam hal ekonomi rumah-tangga. Masyarakat boleh mempergunakan lahan. Namun, tetap negara mengawasi dalam pengelolaan lahan tersebut.

Islam mengatur kepemilikan tanah menjadi tiga; kepemilikan individu, umum, dan negara. Pertama, kepemilikan individu seperti tanah dan lahan perkebunan. Kedua, kepemilikan umum seperti sungai, hutan, dan lahan yang terbengkalai. Ketiga, kepemilikan negara seperti tambang dan hutan. Namun, tetap seluruh hasilnya milik rakyat bukan pribadi apalagi korporasi.

Adapun hutan termasuk ke dalam kepemilikan umum, maka negara harus mengatur dalam hal produktivitasnya sesuai dengan aturan Islam agar tidak menimbulkan kerusakan seperti bencana banjir dan longsor akibat pembabatan hutan. Islam mengharamkan dharar (bahaya) menimpa masyarakat.

Islam sangat serius dan teliti dalam mengelola sumber daya alam. Pemerintahan Islam dan masyarakat yang amanah dalam mengelola kekayaan alam membuatnya memiliki kesadaran lingkungan yang tinggi. Pemerintahan Islam mengelola SDA sepenuhnya sesuai aturan dan tuntunan syariah atas dorongan iman dan takwa, bukan berdasarkan kebijakan kapitalistik yang mengeruk keuntungan dari SDA.

Wallahua’lam bishshowwab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar