Oleh : Nur Khalifah (Aktivis Muslimah Ketapang Kal-Bar)
Menjelang Natal dan Tahun Baru, gas melon LPG selalu langka di berbagai daerah. Ini seperti pola yang tidak pernah berkesudahan, sementara pemerintah terkesan absen dalam mengatasi kelangkaan gas melon tersebut. Sudah hampir satu minggu masyarakat Kabupaten Ketapang mengalami kelangkaan gas, padahal gas merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat. Ada dugaan oknum-oknum tertentu ingin meraup keuntungan dengan menimbun gas dan menjual LPG jauh di atas HET. Selasa, 12/12/25, (pontianakpost.jawapos.com)
Padahal, gas melon diperuntukkan bagi masyarakat miskin, setidaknya demikian yang selama ini diklaim. Namun faktanya, hal itu tidak sesuai dengan realitas kebutuhan masyarakat. Berbagai problematika terus terjadi, mulai dari kelangkaan gas hingga harga yang melambung tinggi. Negara seharusnya memastikan distribusi LPG berjalan adil dan merata. Negara memiliki kewajiban untuk memenuhi hak sandang, pangan, dan kebutuhan dasar rakyat lainnya secara sejahtera. Namun, melihat ketidaksungguhan negara dalam meriayah rakyatnya, muncul pertanyaan besar: sebenarnya apa peran negara?
Dilansir dari muslimahnews.net, 8/2/25, Hari Nugroho seorang Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi, terjadi kelangkaan gas melon disebabkan adanya pengurangan kouta pada LPG 3 kg yang bersubsidi pada tahun 2025 yang menyebabkan perubahan mekanisme distribusi. Subsidi LPG 3 Kg dianggap membebani anggaran APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), akhirnya pemerintah menurunkan subsidi anggaran dari Rp 204,5 triliun menjadi Rp 203,4 triliun.
Saat ini, negara menerapkan sistem kapitalisme, yakni sistem yang menjadikan materi sebagai tolok ukur utama dalam segala hal. Oleh karena itu, berharap keadilan hakiki dalam sistem ini hanyalah semu belaka. Sistem kapitalisme cacat sejak lahir dan melahirkan aturan-aturan yang merusak bagi para penganutnya. Namun, ironisnya, sistem ini masih terus diterapkan.
Sistem ini memudahkan para pemilik modal untuk menguasai pasar bebas dari bahan yang baku menjadi bahan yang sudah jadi. Liberalisasi migas sudah menjadi sifat asli dalam sistem ekonomi kapitalisme, yang memberikan jalan selebar-lebarnya untuk para korporasi menguasai sumber daya alam yang berlimpah ruah yang seharusnya diperuntukkan kepada rakyat. Perubahan kebijakan apapun yang ditempuh oleh pemerintah pasti berpihak kepada para pemilik modal bukan kepada rakyat.
Kepemimpinan yang berasaskan sekulerisme yakni pemisahan aturan agama dalam berkehidupan, membuat negara lepas dari tanggung jawab untuk meriayah rakyat dengan adil. Negara juga telah kehilangan fungsi riayah suunil ummah yakni mengurusi urusan umat. Penguasa lebih berpihak kepada kepentingan kelompok tertentu dan mengorbankan penderitaan rakyat.
Hal ini sangat berbeda dengan penerapan dalam sistem Islam. Islam mengelola sumber daya alam, termasuk LPG, secara adil, merata, dan transparan tanpa ketimpangan. Dalam Islam, kepemimpinan atau penguasa, yakni Khalifah, berfungsi sebagai ra‘in, pengurus umat, yang bertanggung jawab mengurus seluruh urusan rakyat dengan keadilan. Migas termasuk kedalam kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara untuk kemashalatan rakyat. Rasulullah shallahu alaihi wa sallam bersabda : “Kaum muslim berserikat dengan 3 perkara, yakni air, api dan padang rumput” (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Perserikatan dalam hal ini jelas manfaatnya diperuntukkan kepada semua rakyat bukan individu atau kelompok. Maka sumber daya alam yakni migas termasuk bagian yang harus dijaga dengan baik dan diatur oleh syariat secara jelas.
Gas bumi dan minyak termasuk kategori api sebagai sumber energi dibutuhkan semua orang. Negara diharamkan menyerahkan pengelolaannya kepada kelompok atau individu sebagaimana dalam ekonomi kapitalisme. Negara wajib mengelola sumber daya alam tersebut untuk didistribusikan dan dikembalikan lagi untuk kepentingan umat.
Khilafah tidak akan membiarkan LPG menjadi langka hingga merugikan masyarakat luas. Sebab, kepemimpinan merupakan amanah yang besar dan berat pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Dengan demikian, negara memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan rakyat, khususnya LPG.
Islam mengharamkan penimbunan dalam bentuk apa pun. Khalifah akan menindak tegas oknum-oknum yang merugikan masyarakat banyak. Khilafah juga akan memastikan distribusi LPG berjalan dengan baik, menyeluruh, transparan, merata, dan adil.
Islam adalah ideologi yang melahirkan banyak aturan untuk mengatur semua aspek kehidupan, termasuk energi dan sumber daya alam lainnya. Ketika syariat Allah diterapkan dalam aspek kehidupan, negara akan mengelola dengan merata tanpa pandang bulu, baik kepada muslim maupun non muslim.
Islam mengatur pengelolaan sumber daya alam : Pertama, negara akan mengelola minyak dan gas dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Sehingga tidak kita dapati keseulitan mendapatkan gas LPG. Jika tidak ditemukan dalam negeri sumber energi yang melimpah, negara wajib menyediakan dan mendatangkan energi dengan cara yang baik dan efisien tanpa melanggar aturan syariat.
Kedua, negara wajib menyatukan kekuatan energi di negeri-negeri muslim di seluruh dunia. Ketika sudah disatukan semua sumber energi dan sumber daya alam dan dikelola sesuai dengan syariat Islam, maka tidak akan mungkin terjadi kelangkaan gas seperti yang terjadi saat ini. Negara mendistribusikan sumber daya alam dan gas kepada rakyat dengan murah, bisa dijangkau dan bahkan dengan gratis. Saatnya umat meninggalkan sistem ekonomi kapitalisme yang jelas-jelas sudah menyengsarakan rakyat dan kembali kepada sistem shahih Islam, Khilafah Islamiyyah.
Wallahu alam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar