Oleh: Ummu Faruqq
Dilahirkan Oleh Manusia, Diasuh Oleh Sosial Media. Sebuah sarkasme yang mencerminkan kondisi manusia hari ini, terutama dari kalangan pemuda. Pemuda hari ini menjadikan sosial media sebagai ruang utama kehidupan disamping dunia nyata, bahkan mereka cenderung lebih terbuka di sosial media daripada di dunia nyata. Sebuah fakta unik bahwa memang Pemuda hari ini dibesarkan oleh sosial media.
Mengapa para Pemuda sangat nyaman berlama-lama di sosial media? Jawabannya adalah karena nyaman. Algoritma sosial media hari ini membuat menampilkan konten-konten yang membuat kita nyaman hingga tak terasa kita sudah menatapnya terlampau lama.
Konten yang disebarkan oleh algoritma sosial media biasanya berupa konten yang ringan, hiburan, hoby, dan relate banget dengan kondisi kita. Sosial media seolah tahu apa yang kita sukai, apa yang kita rasakan, bahkan apa yang kita cari. Semuanya ajaib sehingga membuat kita nyaman dan terlena, hingga tak sadar susah berjam-jam kita menatapnya.
Hal ini membuat konten-konten baru yang tidak sesuai dengan minat audiance susah untuk masuk, sehingga terbentuklah konten bubble (gelembung) artinya konten yang kita lihat adalah konten yang sesuai dengan minat kita.
Bukan hanya itu, algoritma juga lah yang menentukan konten apa yang dianggap penting, trend, dan viral. Algoritma bukan hanya menaikkan konten yang disukai pengguna, tetapi juga menaikkan konten yang menguntungkan secara bisnis. Maka tak heran, jika konten yang dinaikkan adalah konten-konten yang bersifat sekuler atau bahkan kemaksiatan, asal menguntungkan maka tak jadi masalah.
Naiknya konten sekuler, membuat kita terbiasa menikmati hal tersebut, ini adalah cara halus dan licik agar kita terbiasa dan akhirnya menerima segala macam konten yang kita lihat. Dampaknya konten ekstrem lebih sering muncul, sedangkan konten-konten edukatif dan islami tenggelam dan tidak diberikan ruang untuk viral.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya sederhana, yaitu karena Algoritma ada yang mengendalikan, pemilik Platform raksasa itulah yang mengendalikan. Mayoritas platform raksasa digital lahir dari Amerika dan Eropa sehingga tak heran jika standar moral dan aturan yang digunakan menggunakan aturan mereka, yaitu sekuler kapitalis. Maka tak heran jika konten-konten edukatif dan Islam ideologis ditenggelamkan, dan konten-konten yang sesuai dengan norma barat dinaikkan. Karena memang mereka pemilik dari algoritma.
Algoritma tidak bertujuan untuk membuat diri kita menjadi lebih baik, melainkan adalah memilah konten yang menarik bagi kita, sehingga kita bisa tinggal di platform itu lebih lama. Semakin lama kita online disana, semakin banyak iklan yang kita lihat, maka semakin besar pula pemasukan platform yang didapatkan.
Demikianlah fakta pahit yang terjadi hari ini. Platform media raksasa hari ini dikuasai oleh Barat, sehingga standar yang digunakan pun bukan berasal dari kaum muslimin. Maka solusi tuntas dari permasalahan ini adalah dengan membuat media tandingan dengan menggunakan standar Islam. Tentunya itu membutuhkan dana yang sangat besar dan sampai hari ini belum ada satupun negara yang benar-benar serius menangani permasalahan ini.
Maka, solusi terlemah yang bisa kita lakukan adalah mari bentengi diri dari segala macam kerusakan yang terjadi. Menjadi pelopor generasi perubahan atas segala macam kerusakan hari ini.
Sejarah mencatat, generasi muda selalu menjadi agen perubahan, berani ambil resiko, open minded, berani mengambil hal baru (beda dengan orang tua yang kolot). Dari masa Rasulullah, mayoitas yang mau menerima Islam dan Dakwahnya Rasulullah berasal dari generasi muda, contohnya: Mush'ab bin Umair, masuk Islam sekitar umur 16-20 tahun, menjadi delegasi Rasulullah dan meninggalkan kemewahan. Ali bin Abi Thalib, masuk Islam dari umur 7-10 tahunan, seorang pemuda yang cerdas atau biasa dijuluki babbul ilm. Umar bin Khatab, masuk Islam umur 27 tahunan, seseorang yang dulunya sangat membenci Rasulullah bahkan pernah berniat membunuhnya, menjadi seorang pembela Islam dan Khalifah kedua setelah Abu Bakar. Usamah bin zaid, masuk Islam umur 11 tahunan, jadi panglima umur 18 tahun.
Beberapa contoh sahabat tersebut termasuk pemuda, jika hari ini, umurnya masih seumuran Gen Z. Jika para pemuda pada masa itu tidak mau menjadi agen perubahan, dan terlalu nyaman dengan arus yang ada, mungkin Islam tidak akan sampai kepada kita hari ini. Maka gen Z, jangan takut untuk tampil beda, melawan arus, dan menjadi agen perubahan yang sesungguhnya.
Dalam kitab Majmu' Fatawa bin Baz, Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu berkata:
والشباب في أي أمة من الأمم . هم العمود الفقري الذي يشكل عنصر الحركة والحيوية إذ لديهم الطاقة المنتجة , والعطاء المتجدد , ولم تنهض أمة من الأمم غالبا إلا على أكتاف شبابها الواعي وحماسته المتجددة
Artinya: "Para pemuda pada setiap umat manapun, mereka adalah tulang punggung yang membentuk unsur pergerakan dan dinamisasi. Pemuda mempunyai kekuatan yang produktif, kontribusi yang terus menerus. Tidak akan bangkit suatu umat umumnya, kecuali ada di pundak para pemuda yang punya kepedulian dan semangat menggelora.”
Wallahua'lam bish-shawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar