Kecanduan Gadget dalam Angka: Ancaman Nyata bagi Generasi Z dan Masa Depan Umat


Oleh: Mia

Apa yang dikhawatirkan Islam tentang penyia-nyiaan waktu dan rusaknya akal kini terbukti secara empiris. Berbagai riset global menunjukkan bahwa Generasi Z adalah kelompok dengan durasi penggunaan gadget tertinggi dalam sejarah manusia. Rata-rata remaja dan dewasa muda menghabiskan 6–9 jam per hari di depan layar, di luar kebutuhan sekolah atau pekerjaan. Ini berarti hampir sepertiga hidup sadar mereka dihabiskan untuk dunia digital.

Laporan lembaga kesehatan internasional juga menunjukkan peningkatan signifikan gangguan mental pada generasi muda seiring meningkatnya konsumsi media digital. Tingkat kecemasan, depresi, gangguan tidur, dan kesepian pada remaja meningkat tajam dalam satu dekade terakhir, dan para peneliti menyebut paparan layar berlebihan serta media sosial sebagai salah satu faktor utama. Fenomena fear of missing out (FOMO), kecanduan validasi melalui “like” dan komentar, serta budaya membandingkan diri secara terus-menerus terbukti melemahkan kepercayaan diri dan kestabilan emosi.

Dari sisi neurologi, penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan gadget berlebihan,terutama konten video pendek dan game memicu lonjakan dopamin instan yang melemahkan kemampuan fokus jangka panjang. Akibatnya, banyak anak muda kesulitan membaca teks panjang, merenung, atau bertahan dalam aktivitas yang membutuhkan kesabaran. Ini selaras dengan realitas di lapangan: minat baca menurun, daya tahan belajar melemah, dan budaya berpikir mendalam tergantikan oleh hiburan cepat.

Dalam perspektif Islam, rusaknya fokus dan akal bukan sekadar masalah akademik, tetapi ancaman terhadap amanah kekhalifahan manusia. Akal adalah alat untuk memahami wahyu dan realitas. Ketika akal dilemahkan oleh kecanduan, maka fungsi manusia sebagai hamba dan pengelola bumi ikut terancam.

Allah berfirman: “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tin: 4)

Namun kesempurnaan ini bisa terdegradasi ketika manusia sendiri merusaknya dengan gaya hidup lalai.


Dampak Sosial: Generasi Terhubung, Namun Terasing

Data sosial juga menunjukkan paradoks besar, meskipun Generasi Z adalah generasi paling “terhubung” secara digital, mereka justru mengalami krisis relasi nyata. Interaksi keluarga menurun, percakapan tatap muka berkurang, dan ikatan sosial melemah. Banyak anak muda lebih nyaman berkomunikasi melalui layar daripada berbicara langsung, bahkan dengan orang tua mereka sendiri.

Padahal Islam menekankan kuatnya hubungan sosial yang nyata: silaturahmi, adab berbicara, dan kehadiran fisik dalam kebersamaan. Rasulullah membangun generasi sahabat dengan interaksi langsung, majelis ilmu, dan keteladanan hidup bukan melalui jarak dan anonimitas seperti yang dibentuk dunia digital hari ini.

Kecanduan gadget juga berkorelasi dengan menurunnya produktivitas dan tanggung jawab. Banyak pelajar menunda tugas, sulit bangun shalat Subuh, lalai terhadap kewajiban rumah, bahkan menyepelekan adab terhadap orang tua karena terlalu larut dalam dunia maya. Ini bukan sekadar problem personal, tetapi gejala sistemik yang jika dibiarkan akan melahirkan generasi yang rapuh secara kepribadian.

Allah telah mengingatkan: “Janganlah kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa terhadap diri mereka sendiri.” (QS. Al-Hasyr: 19)

Melupakan Allah hari ini sering kali bukan karena kesengajaan, tetapi karena teralihkan tanpa sadar oleh gadget yang selalu ada di genggaman.


Data Menguatkan, Islam Memberi Arah

Data-data tersebut sejatinya hanya mengonfirmasi apa yang Islam telah peringatkan sejak 14 abad lalu, bahwa kelalaian, pemborosan waktu, dan mengikuti hawa nafsu akan menghancurkan manusia secara perlahan. Bedanya, hari ini kelalaian itu dikemas dalam bentuk aplikasi, algoritma, dan hiburan tanpa batas.

Karena itu, solusi Islam kaffah menjadi semakin relevan. Tanpa landasan akidah, upaya pembatasan gadget hanya akan bersifat sementara. Tanpa tujuan hidup yang jelas, detoks digital hanya menjadi tren sesaat. Dan tanpa peran sistem keluarga, pendidikan, dan negara generasi akan terus berenang melawan arus besar kapitalisme digital yang menjadikan perhatian manusia sebagai komoditas.

Islam tidak hanya menyuruh “mengurangi layar”, tetapi mengisi hidup dengan makna. Ketika waktu diisi dengan shalat yang khusyuk, tilawah yang hidup, ilmu yang membimbing, dan amal yang nyata, ketergantungan pada gadget akan melemah dengan sendirinya.

Dengan data yang ada, semakin jelas bahwa kecanduan gadget bukan isu sepele atau sekadar masalah gaya hidup, tetapi krisis peradaban. Dan sebagaimana krisis peradaban lainnya, ia tidak bisa diselesaikan dengan solusi setengah-setengah. Islam kaffah hadir bukan untuk memusuhi teknologi, melainkan untuk mengembalikan manusia pada posisi yang benar: sebagai pengendali alat, bukan budaknya.

Generasi Z memiliki potensi besar. Namun potensi itu hanya akan terwujud jika akal mereka dijaga, waktu mereka dimuliakan, dan hidup mereka diarahkan pada tujuan yang benar. Data telah berbicara, wahyu telah memberi petunjuk tinggal keberanian umat untuk kembali menjadikan Islam sebagai solusi menyeluruh.

Kecanduan gadget bukan masalah sepele, melainkan ancaman serius bagi masa depan Generasi Z dan keberlanjutan umat. Jika dibiarkan, generasi yang seharusnya menjadi pembawa peradaban justru tumbuh lemah, lalai, dan kehilangan arah. Islam telah memberikan panduan yang sempurna bukan dengan menolak teknologi, tetapi dengan menundukkannya di bawah iman dan syariat.

Kini pertanyaannya bukan lagi seberapa canggih gadget yang kita miliki, tetapi sejauh mana gadget mengendalikan hidup kita. Sudah saatnya Generasi Z bangkit, merebut kembali waktu, akal, dan hati mereka dan menjadikannya sarana untuk taat kepada Allah, bukan jalan menuju kelalaian. Wallohua'lam bisshowab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar