KHUTBAH PERTAMA
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اللهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلًا نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى:
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ٨٥ (آلِ عِمْرَانَ)
Alhamdulillâhi Rabbil Âlamin, Segala puji bagi Allah Subhânahu Wa Taâlâ yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, serta mempertemukan kita di tempat yang diberkahi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallâhu alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Sebagai penyempurna rukun khutbah, saya selaku khatib tidak bosan-bosannya mengingatkan diri saya pribadi dan seluruh jamaah untuk selalu mengokohkan iman serta meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wasallam:
اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya kebaikan itu akan menghapus (kesalahan)nya. Dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik. (HR. Tirmidzi).
Allah Subhânahu Wa Taâlâ berfirman:
وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ
“Dan berbekallah kalian, dan sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal” (QS. Al-Baqarah [2]: 197).
Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ juga berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (QS. Âli Imrân [3]: 102).
Sungguh takwa adalah benteng terakhir kita di tengah kehidupan akhir zaman saat ini. Dan sungguh, hanya dengan takwa kita akan selamat di dunia dan akhirat.
Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Di tengah duka mendalam akibat bencana alam yang melanda Sumatera dan sejumlah daerah lain, umat Islam dihadapkan pada bencana lain yang tak kalah mengkhawatirkan, yakni bencana aqidah. Salah satunya adalah wacana Perayaan Natal Bersama antara umat Islam dan umat Kristiani yang diklaim sebagai bentuk toleransi beragama. Jika benar wacana iniyang bahkan disebut-sebut digagas dan diinisiasi oleh Kementerian Agama RI pada Desember 2025maka hal tersebut jelas telah melampaui batas toleransi beragama dalam perspektif Islam.
Lebih jauh, konsep toleransi beragama yang banyak dipromosikan hari ini sejatinya bukan berasal dari Islam, melainkan lahir dari sejarah traumatik Eropa Kristen yang dikenal sebagai Toleransi Liberal, akibat konflik dan perang agama di Barat. Karena berangkat dari pengalaman dan kerangka pemikiran yang berbeda, konsep tersebut tidak dapat begitu saja diterapkan kepada umat Islam yang memiliki aqidah dan syariah sendiri sebagai landasan keyakinan dan praktik beragama.
Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Islam adalah agama yang adil dan penuh rahmat, yang mengatur dengan jelas bagaimana seorang Muslim bersikap terhadap pemeluk agama lain. Dalam pandangan Islam, toleransi berarti membiarkan pemeluk agama lain menjalankan keyakinannya tanpa gangguan dan tanpa paksaan, sebagaimana firman Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ:
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
”Untuk kalian agama kalian dan untuk kami agama kami” (QS. al-Kâfirûn [109]: 6)
Serta firman-Nya:
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِ
”Tidak ada paksaan dalam agama” (QS. al-Baqarah [2]: 256).
Namun, toleransi dalam Islam tidak berarti mencampuradukkan ajaran agama, membenarkan keyakinan yang salah, apalagi ikut terlibat dalam ritual atau perayaan agama lain, karena hal tersebut termasuk mencampuradukkan antara yang haq dan yang batil, yang dengan tegas dilarang Allah Subhânahu Wa Taâlâ:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ
”Janganlah kalian mencampuradukkan antara yang haq dan yang batil” (QS. al-Baqarah [2]: 42)
Konsep toleransi yang banyak dipromosikan saat ini, dikenal sebagai Toleransi Liberal, lahir dari sejarah Eropa akibat konflik dan perang agama antara Katolik dan Protestan pada abad ke-16 dan 17 M, seperti Perang Tiga Puluh Tahun dan Pembantaian Santo Bartolomeus. Untuk meredam konflik tersebut, berkembang gagasan sekularisme, relativisme kebenaran agama, dan pluralisme yang menyamakan semua agama. Menurut Prof. Muhammad Ahmad Mufti, tiga gagasan inilah fondasi Toleransi Liberal, yang mungkin wajar dalam konteks Eropa, tetapi bertentangan secara mendasar dengan aqidah Islam yang memiliki standar kebenaran dan aturan hidup yang jelas.
Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Islam memiliki konsep toleransi sendiri yang jelas, tegas dan berkeadilan yang berlandaskan aqidah tauhid.
Pertama, dari sisi aqidah, Islam tidak mengenal pemisahan agama dari kehidupan. Seluruh aspek hidup diatur oleh syariah, sebagaimana firman Allah Subhânahu Wa Taâlâ:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ
”Kami turunkan al-Quran untuk menjelaskan segala sesuatu” (QS. an-Nahl [16]: 89).
Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ juga berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةًۖ
”Masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh” (QS. al-Baqarah [2]: 208).
Kedua, dari sisi kebenaran agama, Islam menegaskan bahwa hanya Islam yang benar di sisi Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ:
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ
”Sesungguhnya agama (yang benar) di sisi Allah hanyalah Islam” (QS. Âli ‘Imrân [3]: 19). Dan siapa pun yang mencari agama selain Islam tidak akan diterima:
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُ
”Siapa saja yang mencari agama selain Islam tidak akan diterima” (QS. Âli Imrân [3]: 85).
Allah Subhânahu Wa Taâlâ juga menegaskan bahwa orang-orang kafir dari kalangan Ahlul Kitab dan kaum musyrik berada di Neraka Jahanam dan kekal di dalamnya (QS. al-Bayyinah [98]: 6). Penegasan ini diperkuat oleh sabda Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam: Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat inibaik Yahudi maupun Nasranimendengar tentang aku lalu ia mati tanpa mengimani risalah yang aku bawa, melainkan ia termasuk penghuni neraka (HR Muslim). Inilah landasan aqidah yang menjadi pijakan utama toleransi dalam Islam: bersikap adil dan damai tanpa mengorbankan kebenaran iman.
Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Islam jelas mengajarkan toleransi terhadap pemeluk agama lain. Akan tetapi, Toleransi Islam dibatasi oleh aturan-aturan Islam. Ia berbeda dengan Toleransi Liberal. Contohnya, antara lain:
Pertama, Islam mengharamkan pernikahan beda agama, sebagaimana firman Allah Subhânahu Wa Taâlâ:
لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّ
”Wanita Mukmin tidak halal bagi laki-laki kafir dan sebaliknya” (QS. al-Mumtahanah [60]: 10).
Kedua, salam antaragama. Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam tetap mengucapkan salam Islam kepada orang-orang di majelis yang bercampur antara Muslim dan non-Muslim sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ’anhu.
Ketiga, Islam tidak mentoleransi murtad. Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ berfirman:
وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ
”Siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya (Islam), lalu dia mati dalam kekafiran” (QS. al-Baqarah [2]: 217), dan Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ
”Siapa saja yang mengganti agamanya (murtad dari Islam) maka bunuhlah” (HR. Bukhari).
Keempat, Islam mengharamkan seorang Muslim ikut serta dalam hari raya agama lain berdasarkan firman Allah Subhânahu Wa Taâlâ dalam Al Quran surah ke-25 al-Furqan ayat 72, yang ditafsirkan Ibnu Abbas sebagai hari raya kaum musyrik, serta larangan tasyabbuh bi al-kuffâr (HR. Abu Dawud).
Kelima, Islam menolak anggapan bahwa negara Islam (Khilafah) bertentangan dengan toleransi. Dalam Islam, Khilafah adalah bagian dari ajaran dan wajib ditegakkan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallâhu alaihi wasallam yang artinya siapa saja yang mati, sedangkan tidak ada di lehernya baiat (kepada Khalifah), maka matinya adalah mati jahiliyah (HR Muslim). Bahkan sejarah membuktikan, justru dalam sistem Khilafahlah toleransi sejati antar pemeluk agama dapat terwujud secara adil dan bermartabat.
Konsep toleransi yang banyak dipromosikan hari ini sejatinya adalah Toleransi Liberal Barat, bukan toleransi Islam, karena berdiri di atas sekularisme, relativisme, dan pluralisme. Berbeda secara mendasar dengan Toleransi Islambaik dari sisi aqidah, pandangan kebenaran, maupun aturan sosialmengikuti Toleransi Liberal merupakan bentuk penyimpangan yang telah diperingatkan Nabi Shallallâhu alaihi wasallam, karena itu, Perayaan Natal Bersama antara Muslim dan Nasrani bukanlah toleransi islami, melainkan praktik toleransi liberal yang bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam. WalLâhu alam bi ash-shawâb.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan dalam khutbah Jumat pada kesempatan kali ini. Ketahuilah bahwa segala kesempurnaan hanya milik Allah Subhânahu wa Taâlâ. Apa pun yang benar dari apa yang saya sampaikan adalah semata-mata berkat petunjuk-Nya melalui Rasul-Nya, maka marilah kita berpegang teguh kepadanya. Adapun segala kekeliruan adalah berasal dari kekurangan pemahaman saya pribadi; marilah kita tinggalkan dan semoga Anda semua berkenan melimpahkan keluasan maaf.
Sebagai penutup, mari kita akhiri khutbah ini dengan berdoa bersama. Semoga kita semua senantiasa dianugerahi kesehatan lahir dan batin, serta keberkahan dunia dan akhirat. Semoga Allah memberi kita hidayah, inayah, dan kekuatan, sehingga kita dapat menjadi bagian dari para dai yang selalu bersungguh-sungguh menegakkan syariat Islam secara kaffah, meneladani Nabi Muhammad Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam hingga akhir hayat dalam keadaan husnul khâtimah. Âmîn yâ Rabbal-‘âlamîn.[]
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءَ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَللّٰهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُهْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ وَصَلِيْبِيِّيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَرَأْسُمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَاِشْتِرَاكِيِّيْنَ وَشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ. اَللّٰهُمَّ نَجِّ إِخْوَانَنَا الْمُؤْمِنِيْنَ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ فِي فَلَسْطِيْنَ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ. اَللّٰهُمَّ انْصُرْ إخْوَانَنَا الْمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِكَ عَلَى أَعْدَائِهِمْ.
اَللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ الْخِلاَفَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ، وَ اجْعَلْنَا مِنَ الْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ بِإِقَامَتِهَا بِإِذْنِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَاْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar