Penentu Upah Tenaga Kerja di Tangan Siapa?


Oleh : Herliana Tri M

Membahas upah tenaga kerja tak ada habisnya untuk diperbincangkan. Pekerja menginginkan upah yang tinggi, sehingga gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan dapat hidup layak. Sedangkan bagi pemberi kerja, banyaknya 'cost' yang harus dikeluarkan, menjadikan variabel upah adalah salah satu yang diupayakan agar mendapat upah tenaga kerja rendah untuk menekan pengeluaran. Adanya dua kepentingan yang berbeda, menjadikan negara memposisikan sebagai penengah antara dua kebutuhan yang bertolak belakang ini. Disinilah negara dalam sistem kapitalis kemudian menetapkan upah minimum yang penetapannya disesuaikan dengan kebutuhan minimum masyarakat dalam suatu wilayah.

Pada titik ini, kita dapat menyaksikan bahwa kenaikan upah pekerja selama ini hanya merupakan langkah untuk menyesuaikan dengan kenaikan biaya hidup yang terus meningkat, seperti tarif listrik, harga-harga sembako, transportasi dan lain sebagainya. Karena itu, upah riil pekerja di Indonesia secara statistik stagnan sepanjang tahun, meskipun secara nominal upahnya mengalami peningkatan. Artinya, dari tahun ke tahun daya beli pekerja tidak meningkat, sehingga kemampuannya terbatas untuk dapat menabung. Bahkan bisa sebatas cukup atau bahkan harus gali lubang dan tutup lubang. Pada saat kebutuhan bertambah, misalnya membiaya sekolah anak-anak mereka atau untuk membeli rumah tinggal, maka ada biaya tambahan yang harus mereka penuhi

Berkaitan dengan besaran upah minimum, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menjanjikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 akan diumumkan lebih awal dari tenggat waktu yang diberikan pemerintah pusat. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta gubernur se-Indonesia menetapkan UMP 2026 paling lambat pada 24 Desember 2025. Pemerintah DKI Jakarta akan menjadi 'juri yang adil' bagi buruh dan pengusaha (kumparan.com, 17/12/2025)


Landasan Penetapan Upah dalam Islam

Cara pandang penetapan upah dalam Islam dan cara pandang kapitalis berbeda. Dalam kapitalis variabel upah ditentukan berdasarkan akumulasi seluruh kebutuhan minimum pekerja meliputi pemenuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, transportasi, dan sebagainya pada suatu wilayah. Pada kondisi ini, pemilik usaha menanggung semua beban pekerja dalam bentuk besaran upah yang ditetapkan oleh negara. Sebagaimana disampaikan oleh gubernur DKI Jakarta, posisi negara sebagai 'juri yang adil' agar penetapan upah minimum dapat diterima kedua belah pihak baik pekerja atau pemberi kerja.

Islam memiliki cara pandang berbeda. Tak ada standar tetap dalam penentuan upah layaknya upah minimum pada suatu wilayah seperti yang saat ini diterapkan.

Penetapan upah dalam sistem Islam didasarkan pada nilai manfaat yang diberikan pekerja kepada pemberi kerja, baik upah itu mencukupi kebutuhannya ataupun tidak. Dengan demikian upah pekerja antar sektor dan antar profesi akan berbeda-beda. Upah tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pihak pekerja dan pemberi kerja. Mereka dapat merujuk pada pendapat ahli ketenagakerjaan mengenai upah yang sesuai dengan harga pasar tenaga kerja. Nilai manfaat artinya upah diberikan berlandaskan kemampuan pekerja sehingga terjadi pertukaran manfaat jasa dan sejumlah harga yang layak atas jasa tersebut. Pekerja dan pemberi kerja akan berdiskusi dan mencari titik kesepakatan berdasarkan keridhoan kedua belah pihak.  

Landasan nilai manfaat sebagai nilai tukar antara pekerja dan pemberi kerja menempatkan upah pekerja tidak didasarkan pada nilai kebutuhan dasar pekerja, atau yang dikenal dengan istilah upah minimum, baik provinsi, kabupaten/kota, dan sektoral. Artinya pemilik usaha tidak menanggung seluruh kebutuhan pegawainya. Karena cara pandangnya berlandaskan manfaat kerja, bukan cara pandang pemenuhan kebutuhan pegawai. 

Lantas bagaimana rakyat dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya sehingga mampu hidup layak bahkan mencapai tingkat sejahtera? Disinilah letak pentingnya peran negara. Posisi negara tak sekedar menjadi juri, namun menjadi pemain aktif sebagai pelindung, perisai bagi rakyatnya dalam menghapi semua problema kehidupan. Terkait pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, Islam menetapkannya sebagai tanggung jawab negara atas rakyatnya dan bukan berada di pundak pengusaha. Sebab, bisa jadi manfaat yang diberikan oleh seorang pekerja lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan hidupnya, sehingga kekurangan dari upah tersebut akan dibantu oleh negara untuk menyelesaikan melalui mekanisme yang lain. Sebaliknya, jika manfaat yang diberikan pekerja jauh lebih besar daripada kebutuhan hidup dasarnya, maka upah yang didapat pekerja akan tinggi, sehingga tingkat kemakmuran akan tinggi juga.

Permasalahan upah kerja dengan melandaskan pada nilai manfaat adalah solusi sederhana namun menyelesaikan persoalan tak berkesudahan yang terus dihadapi oleh aturan main kapitalis yang diterapkan saat ini. Buktinya, setiap Hari Buruh yang dirayakan pada tanggal 1 Mei, dan dikenal dengan sebutan May Day, para buruh turun ke jalan sebagai bukti bahwa polemik dari tahun ke tahun terkait perburuhan belumlah usai.

Sehingga penetapan syariah Islam yang dilandaskan pada keridhoan kedua belah pihak baik pekerja atau pemberi kerja, menjadikan permasalahan pekerja lebih mudah diselesaikan. Tak boleh adanya mogok kerja yang menjadikan kewajiban pekerja tak tertunaikan dan hak pemilik usaha untuk mendapatkan jasa pekerja tak terpenuhi. Jika pekerja tidak memenuhi pekerjaannya maka ia tidak berhak mendapatkan kompensasi. Sebaliknya, jika pemberi kerja melakukan pengurangan hak atas pekerja maka negaralah yang berkewajiban memberikan sanksi kepada dirinya.

Demikianlah keadilan Islam bicara dan menjawab persoalan ketenagakerjaan saat ini. Terpenuhinya aspek keadilan baik pekerja dan pemberi kerja serta keterlibatan negara mengatur permasalahan ekonomi dengan jaminan bahwa rakyat mampu memenuhi semua kebutuhan pokok rakyat secara layak. Baik kebutuhan yang sifatnya pribadi maupun kebutuhan komunal seperti jaminan transportasi, keamanan, kesehatan dan pendidikan secara layak dan didapatkan masyarakat secara gratis karena menjadi tanggungan negara untuk memenuhinya.

Apabila semua mekanisme ini berjalan, maka tanggung jawab pemberi kerja atas pegawainya lebih sederhana, dan beban rakyat juga lebih ringan karena upah yang diterima dari bekerjanya hanya untuk pemenuhan kebutuhan pokok.berupa sandang, pangan dan papan saja. Tak perlu rakyat memikirkan tingginya biaya pendidikan dll. Dengan demikian, menerapkan syariah Islam akan menjadikan pihak pekerja dan pengusaha akan sama-sama mendapatkan keuntungan, dan secara luas akan memberikan keberkahan pada seluruh aspek kehidupan individu, masyarakat dan negara.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar