Oleh: Indha Tri Permatasari, S.Keb., Bd. (Aktifitas Muslimah)
Ruang digital hari ini telah menjadi tempat yang paling dekat dengan kehidupan generasi muda. Melalui ponsel pintar, mereka mengakses informasi tanpa batas dalam hitungan detik. Namun di balik kemudahan itu, muncul bahaya besar yang mengancam masa depan generasi. Fakta menunjukkan banyak konten di dunia maya yang bersifat merusak—mulai dari pornografi, perjudian online, pinjaman online ilegal, cyberbullying, hingga propaganda pemikiran moderasi yang mengikis prinsip keagamaan.
Konten-konten ini bukan hanya memengaruhi perilaku sesaat, tetapi juga masuk ke ruang paling privat: pola pikir, sikap hidup, dan bahkan cara beragama. Tidak sedikit remaja muslim yang akhirnya mengalami split personality—berwajah Islami di dunia nyata, tetapi liberal dan bebas di dunia maya. Di satu sisi ingin menjadi muslim yang taat, tetapi di sisi lain terjebak dalam gaya hidup sekuler akibat paparan konten negatif yang terus-menerus.
Kemajuan Teknologi yang Berubah Menjadi Sumber Bencana
Tidak dapat dipungkiri, kemajuan teknologi membawa banyak manfaat. Pendidikan menjadi lebih mudah diakses, komunikasi lebih cepat, dan kesempatan belajar semakin terbuka. Namun tanpa pengaturan yang tepat, kemajuan itu berubah menjadi sumber bencana sosial.
Paparan pornografi membuat otak remaja kecanduan. Judi online menyebabkan banyak remaja berutang dan terjebak kriminalitas. Cyberbullying menghancurkan mental korban. Bahkan konten trafficking yang terselubung di media sosial menjadi ancaman nyata. Fanatisme terhadap figur digital membuat banyak remaja kehilangan arah. Belum lagi konten ideologis yang mempromosikan sekularisme, feminisme ekstrem, dan moderasi beragama yang mengaburkan identitas keislaman.
Fenomena ini membuktikan betapa rapuhnya generasi muda ketika dibiarkan hidup dalam ekosistem digital yang liar tanpa regulasi berbasis nilai.
Negara Sekuler Gagal Melindungi Generasi
Masalah terbesar dari seluruh fenomena ini adalah ketiadaan negara sebagai pelindung. Dalam sistem sekuler demokrasi, negara menyerahkan kontrol ruang digital kepada mekanisme pasar dan perusahaan teknologi. Aturan yang ada bersifat reaktif, lemah, dan lebih banyak mengatur kepentingan ekonomi daripada keselamatan moral masyarakat.
Akibatnya, konten merusak mudah masuk dan beredar luas. Platform digital hanya memikirkan algoritma yang menguntungkan. Anak-anak dan remaja dibiarkan menjadi korban. Negara yang seharusnya hadir sebagai penjaga—gagal menciptakan lingkungan digital yang aman.
Khilafah: Negara yang Berfungsi sebagai Pelindung Nyata
Dalam sistem Islam, negara memiliki peran sebagai rā’in wa junnah—pelindung dan perisai bagi umat. Khilafah tidak sekadar memimpin administratif, tetapi memiliki visi jelas dalam penyelamatan generasi. Setiap kebijakan yang diambil akan memastikan rakyat terlindungi, baik di dunia nyata maupun ruang digital.
Ada tiga prinsip mendasar dalam pengelolaan ruang digital oleh negara Islam:
1. Perlindungan ketat terhadap informasi yang masuk.
Khilafah akan menggunakan teknologi tercanggih untuk menyaring konten pornografi, judi online, propaganda merusak, dan semua materi yang membahayakan akidah maupun moral generasi. Ruang digital bukan zona bebas, tetapi wilayah yang harus steril dari pengaruh destruktif.
2. Pemanfaatan ruang digital sebagai sarana pendidikan dan dakwah.
Negara akan membangun ekosistem digital yang sehat—menguatkan akhlak, pengetahuan, dan karakter Islam. Platform pendidikan akan disediakan gratis dan berkualitas, sementara konten-konten syiar Islam akan dikuatkan.
3. Penegakan syariat secara kaffah.
Ketika syariat ditegakkan, akar kerusakan seperti prostitusi, riba, perjudian, dan kriminalitas digital akan diberantas sampai ke sumbernya. Bukan hanya menghapus konten, tetapi menghentikan praktiknya dari dunia nyata. Dengan demikian, ruang digital tidak lagi menjadi tempat reproduksi kejahatan.
Kerusakan generasi hari ini bukan sekadar persoalan moral, tetapi persoalan sistemik. Tanpa perubahan sistem, ancaman konten merusak akan terus menghantui. Karena itu, memperjuangkan tegaknya syariat Islam bukan hanya kewajiban ideologis, tetapi kebutuhan mendesak untuk menyelamatkan masa depan umat.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar