Ketika Pernikahan Dianggap Beban


Oleh: Sri Setyowati (Aliansi Penulis Rindu Islam)

Takut miskin daripada takut tidak menikah menjadi topik hangat yang ramai dibicarakan di media Threads pada akhir Oktober 2025 yang lalu hingga disukai lebih dari 12.500 kali dan ditayangkan ulang lebih dari 207.000 kali pengguna lain. (kompas.com, 22/11/2025)

Dahulu -hingga Gen X- ketika seseorang sudah dewasa dan belum menikah akan mendapat sanksi sosial berupa sebutan perawan tua bagi perempuan dan bujang lapuk bagi laki-laki. Hal ini membuat orangtua di masa itu risau dan mendesak atau mencarikan anaknya pasangan agar segera menikah karena malu akan sebutan tersebut. Seiring berjalannya waktu, cara pandang tersebut sudah mengalami pergeseran.

Bukan tanpa alasan, fenomena tersebut sangat dipengaruhi oleh cara pandang Gen Z yang sudah mengalami pergeseran seiring dengan berkembangnya gaya hidup mereka yang hedonisme, konsumtif dan impulsif. Akibatnya, sejak tahun 2023 pernikahan mengalami penurunan yang drastis.

Banyak faktor yang mempengaruhi turunnya angka pernikahan. Pertama, dari sisi perempuan. Dengan adanya pemberdayaan perempuan sebagai pelaku ekonomi, maka perempuan sudah merasa cukup dari sisi finansial untuk menafkahi diri sendiri sehingga merasa tidak membutuhkan pasangan sebagai tempat untuk menyandarkan hidup melalui pernikahan.

Kedua, dari sisi laki-laki. Faktor kemiskinan, hingga sulit memenuhi kebutuhan hidup menjadi alasan kuat untuk menunda pernikahan. Mereka beranggapan, untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri saja sulit, apalagi menikah. Laki-laki akan menjadi penanggung jawab atas nafkah anak dan istrinya, sehingga menikah dianggap menambah beban baru untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Ketiga, maraknya KDRT, perselingkuhan, dan perceraian menunjukkan ketidaksiapan mental dan emosional menghadapi perbedaan di antara pasangan. Hal tersebut juga menjadikan Gen Z berpikir seribu kali untuk bersatu dalam ikatan pernikahan.

Apalagi di tengah ekonomi sekarang yang semakin menghimpit. Kenaikan bahan pokok terus melaju, mahalnya tempat tinggal, hingga sulitnya mencari kerja. Sistem kapitalisme yang masih eksis saat ini menilai segala sesuatu berdasarkan standar materi, hingga menikah pun diperhitungkan apakah materi yang ada sudah cukup atau belum untuk menuju pernikahan hingga lebih takut miskin daripada takut tidak menikah.

Inilah konsekuensi hidup dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Individu harus menanggung beban hidupnya sendiri. Negara tidak hadir dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Dalam sistem ini, gaya hidup juga menjadi liberal dan hedon karena pengaruh tayangan media yang merusak serta buah dari pendidikan sekuler. Agama hanya sebatas ibadah ritual yang mengatur hubungan dengan Tuhan saja bukan sebagai pedoman dalam mengatur kehidupan. 

Akan berbeda ketika negara menerapkan Islam secara menyeluruh. Negara akan membuka lapangan kerja yang luas agar rakyat mendapatkan penghasilan untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dengan menerapkan ekonomi Islam, negara akan menjamin kebutuhan dasar rakyat individu per individu. 

Biaya hidup bisa ditekan karena negara akan mengelola sumber daya alam milik umum yang hasilnya akan di kembalikan kepada rakyat berupa pendidikan, kesehatan dan layanan publik lainnya dengan harga murah, bahkan gratis.

Dengan berjalannya peran negara dalam pengurusan terhadap rakyatnya, maka tidak ada penundaan pernikahan karena takut miskin. Pernikahan adalah ibadah yang dilaksanakan dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengikuti perintah-Nya. Pernikahan menghindarkan diri dari zina dan melanjutkan keturunan yang saleh. 

Allah SWT telah berfirman, "Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." ( QS An-Nur [24]: 32)

Wallāhu a'lam bishshawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar