Oleh : Eulis Nurhayati
Ibu memiliki posisi yang sangat terhormat dan mulia dalam Islam, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menekankan bahwa ibu adalah orang yang paling berhak mendapatkan bakti dan kasih sayang kita, disebutkan tiga kali sebelum ayah. Ini menunjukkan betapa besar peran dan jasa ibu dalam kehidupan kita. Menurut Ar-Razi, “Seorang ibu mengalami tiga fase kepayahan, mulai dari fase kehamilan, kemudian melahirkan, lalu menyusui. Oleh karena itu, ibu berhak mendapatkan kebaikan tiga kali lebih besar dibandingkan ayah.” Al-Qadhi Iyadh pun menyatakan bahwa ibu memiliki keutamaan yang lebih besar dibandingkan ayah.
Menurut Ibnu Bathal, sebagaimana dikutip dalam Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani, hal ini berdasarkan firman Allah dalam surah Luqman ayat 14, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.” (QS Luqman: 14). Disamping itu Islam sebagai din yang lengkap dan sempurna, telah menempatkan sosok Ibu dalam posisi yang sangat tinggi dan tidak kalah penting dari peran kaum lelaki/ayah. Bahkan, fungsi ibu bukan hanya bersifat biologis—hanya melahirkan anak semata—tetapi memiliki peran strategis dan politis sebagai “arsitek” generasi pemimpin masa depan.
Oleh karenanya, Islam juga menuntut agar kaum perempuan benar-benar menjalankan fungsi keibuan ini dengan sebaik-baiknya, di samping mereka pun sebagai bagian dari masyarakat. Ini karena tugas utama perempuan adalah sebagai ummun wa rabbatul-bayt (ibu dan pengatur rumah suaminya). Selain itu ibu adalah "pilar utama" bagi generasi yang berarti bahwa stabilitas, kekuatan, dan arah perkembangan generasi mendatang sangat bergantung pada peran yang dimainkan oleh para ibu. Mereka adalah tiang penyangga yang, jika kuat dan kokoh, akan menghasilkan masyarakat yang kuat pula, dan sebaliknya, jika rapuh, akan menyebabkan keruntuhan.
Dalam era modern ini, peran ibu tidak hanya terbatas pada mengurus rumah tangga dan merawat anak, tetapi juga memiliki tanggung jawab besar dalam mencetak generasi pemimpin yang visioner dan beriman. Ibu Generasi Ideologis adalah konsep yang menggambarkan peran ibu yang tidak hanya fokus pada pendidikan anak-anaknya, tetapi juga memiliki kesadaran politik yang tinggi dan komitmen untuk berdakwah dan memimpin umat.
Sebagai Ibu Generasi Ideologis, peran utama adalah mencetak generasi pemimpin yang tidak takut oleh apapun dan siapapun kecuali kepada Allah swt. Generasi ini harus memiliki visi yang mampu menembus ke langit menuju surga, dan siap untuk memimpin umat dengan keadilan dan kebenaran. Ibu harus menjadi teladan bagi anak-anaknya, dengan menunjukkan akhlak yang mulia, kesabaran, dan ketabahan dalam menghadapi tantangan hidup.
Untuk itu telah sangat jelas bahwa ibu memiliki peran yang sangat penting sebagai pencetak generasi yang mumpuni dan ideologis. Oleh karenanya, kita dituntut untuk memiliki karakter sebagai ibu yang berkualitas prima. Dengan merujuk pada beberapa nas dan teladan shahabiyah, ada beberapa kriteria yang harus kita miliki sebagai seorang ibu sehingga kita mampu mengoptimalkan peran kita, antara lain: Pertama, Memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi. Kedua, memahami bahwa anak adalah amanah dari Allah SWT. Ketiga, memiliki kasih sayang yang benar. Keempat, memahami bahwa anak adalah aset perjuangan dan masa depan umat. Kelima, memiliki kesadaran politik Islam. Keenam, memiliki ilmu dan wawasan luas tentang konsep pendidikan anak.
Demikianlah sosok ibu dambaan. Ia merupakan sosok yang dekat dengan kasih sayang, kedamaian, pengorbanan, dan pengabdian yang tulus tanpa pamrih. Ibu sangat berperan dalam mewarnai corak sebuah generasi, yang akan menentukan bagaimana kehidupan umat Islam pada masa mendatang. Dan dari ibu yang ideologis ini akan lahir generasi ideologis yang akan membawa Islam kembali pada kejayaan dan kegemilangannya. Sudah seharusnya kita selalu berupaya memantaskan diri untuk menjadi ibu yang ideologis itu.
Namun, peran Ibu Generasi Ideologis tidaklah mudah. Sistem sekuler yang dominan saat ini telah menciptakan lingkungan yang rusak, dengan serangan pemikiran dan budaya (Kesetaraan Gender, HAM, Moderasi Beragama) yang dapat merusak akhlak dan iman anak-anak. Serangan dunia digital juga telah membuat anak-anak lebih terpapar pada informasi yang tidak seimbang, sehingga ibu harus lebih cerdas dalam memilih dan menyaring informasi yang masuk ke dalam rumah.
Selain itu, penerapan sistem ekonomi kapitalisme juga telah membuat peran perempuan semakin berat, dengan tuntutan untuk bekerja dan menghasilkan uang. Bisa dibayangkan betapa berat beban para ibu tatkala mereka diberi tanggung jawab menyelesaikan masalah kemiskinan keluarga? Terlebih masalah ini lahir secara struktural dari ketidakmampuan sistem hidup sekuler liberal kapitalistik dalam menjamin kesejahteraan. Kaum ibu pun sama sekali tidak mendapat support untuk memaksimalkan perannya sebagai tiang negara dan arsitek generasi cemerlang. Krisis ekonomi yang berulang membuat mereka tidak pernah memperoleh jaminan finansial. Kemiskinan sistemis bahkan memaksa mereka harus menanggalkan peran keibuan yang tidak jarang berdampak pada stres massal dan krisis sosial. Namun, Ibu Generasi Ideologis tidak boleh terpengaruh oleh sistem yang rusak ini. Ibu harus memiliki kesadaran politik yang tinggi, dan siap untuk memimpin perubahan dengan sistem yang benar dan mensejahterakan, yaitu sistem Islam.
Dalam menghadapi tantangan ini, ibu pun harus menetapkan visi pendidikan bagi anak-anaknya sebagai abdullah, khalifah fil ardh, dan khairu ummah. Ibu harus menjadi teladan bagi anak-anaknya, dengan menunjukkan akhlak yang mulia dan kesabaran dalam menghadapi tantangan hidup. Dan senantiasa meningkatkan taqarrub ilallah agar semoga Allah SWT, kuatkan pundak seorang ibu untuk terus mengemban amanah-amanah mulianya. Dan semua itu juga harus dibarengi upaya mengubah sistem kapitalisme sekuler yang rusak dan merusak dengan sistem yang benar dan mensejahterakan, yaitu sistem Islam. Karena memang hanya dengan sistem Islam lah kehidupan akan berjalan sesuai fitrahnya dan akan membawa banyak keberkahan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Al-A’raf: 96, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi”.
Wallahu'alam Bish-shawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar