Oleh: Essy Rosaline Suhendi (Aktivis Muslimah Karawang)
Direktur Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani mengungkapkan, dalam lima tahun terakhir Indonesia didekati oleh beberapa siklon tropis yang menimbulkan dampak signifikan, terutama angin kencang, hujan ekstrim dan gelombang tinggi. Yang masih hangat terjadi, munculnya siklon tropis senyar di daerah Sumatera Barat. Padahal, secara klimatologis, seharusnya wilayah tersebut tidak mendukung pembentukan siklon tropis (www.kompas.com, 28/11/25).
Hal itulah, yang disinyalir menjadi penyebab datangnya bencana hidrometeorologi melanda Pulau Sumatera yang menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor sejak akhir November 2025. Musibah yang terjadi telah menelan setidaknya 104 orang meninggal dunia, puluhan ribu warga mengungsi, serta kerusakan infrastruktur yang meluas di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh (www.liputan6.com, 28/11/25).
Alam yang dirusak diam-diam pun akhirnya muak, hingga meluapkan kekesalannya melalui berbagai peristiwa bencana alam. Terjadinya kesalahan tata kelola ruang hidup dan lingkungan, serta restu negara yang membolehkan hutan digunduli, menyebabkan cuaca ekstrim terjadi dan masyarakat pun jadi korban keserakahan sistem yang memberi ruang para pemilik modal untuk menghancurkan alam semesta.
Kebobrokan Sistem Sekuler Kapitalisme
Begitulah, cermin buruk sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini memisahkan agama dengan kehidupan dan menciptakan penguasa-penguasa yang loyal kepada para kapital. Sehingga, asas yang hadir dalam membuat aturan pun, hanyalah asas kepentingan. Maka tak heran, jika alam dirusak untuk segelintir orang yang serakah, demi meraup keuntungan pribadi semata.
Dalam sistem kapitalisme, rakyat biasa seringkali jadi kambing hitam sekaligus tumbal. Penguasa hanya bisa menyalahkan rakyat semisal banjir yang terjadi akibat buang sampah sembarangan, karena pertambahan penduduk atau mencari dalih klasik seperti cuaca ekstrim adalah wajar dialami diakhir tahun.
Sedangkan, banjir yang terjadi baru-baru ini menampakkan wajah asli licik sistem kapitalis, sebab sampah yang menggenang adalah gelondongan kayu sebesar badan manusia berserakan mengapung di atas air, yang sudah pasti pelakunya bukanlah warga sekitar tapi para elite pengusaha. Rakyat pun jadi tumbal akibat beberapa penguasa yang mudah dirayu oleh para kapital dan turut menikmati hasil keuntungan materi dari hutan yang digunduli dan beralih fungsi jadi kebun kelapa sawit. Sehingga, memicu terjadinya pemanasan global yang mengundang siklon tropis bertamu ke Pulau Sumatera.
Sungguh, akan menyebabkan malapetaka yang lebih dahsyat bagi manusia, apabila sistem sekuler kapitalisme dibiarkan mengatur manusia. Allah SWT berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS Ar-Rum:41)
Islam Menjaga Alam
Maka dari itu, sudah saatnya manusia, khususnya umat Islam memperbaiki alam yang rusak dengan cara mengganti sistem yang salah dengan sistem yang benar yaitu sistem Islam. Islam bukanlah sekadar agama yang mengatur ibadah ritual saja. Sebab Islam adalah sistem kehidupan yang mengatur seluruh aspek kehidupan berdasarkan syariat-Nya.
Dalam Islam, Allah SWT adalah satu-satunya yang berhak menerapkan hukum, sehingga aturan yang diterapkan oleh manusia, hanyalah yang bersumber dari Al-Qur'an dan As Sunnah. Semisal, dalam pengelolaan sumber daya alam dan tata kelola fungsi lahan, manusia dilarang mengeksploitasi sembarangan dan berlebihan hingga merusak lingkungan alam.
Selain itu, SDA dalam Islam merupakan harta kepemilikan umum yang wajib dikelola langsung oleh negara dan dilarang untuk memperjualbelikan atau menyewakannya pada pihak swasta. Keuntungan dari hasil pengelolaan SDA wajib disimpan oleh negara dan digunakan untuk kepentingan seluruh warga masyarakat. Begitupun dengan tata kelola fungsi lahan, seperti, negara wajib melestarikan kawasan hutan supaya tetap asri dan melindungi habitat ekosistem yang ada di dalamnya.
Semesta Butuh Khilafah
Oleh karenanya, harus ada sosok pemimpin muslim yang adil dan takut kepada Allah Swt untuk menerapkan sistem Islam dan mengatur urusan manusia sesuai dengan hukum syara. Islam telah memberikan contoh seorang pemimpin ideal sepeninggalan Rasulullah Saw yaitu melalui sosok seorang khalifah.
Khalifah akan memastikan syariat Islam diterapkan secara menyeluruh dan sempurna serta memiliki tanggungjawab untuk mengatur urusan umat. Termasuk dalam menangani kasus bencana alam, jika terjadi secara tiba-tiba, maka Khalifah segera melakukan evakuasi korban terdampak dengan cepat dan tanggap. Dengan begitu, warga tidak akan merasa kesulitan dan dapat menerima bantuan yang memadai selama terjadinya bencana alam.
Khalifah juga akan melakukan pencegahan pengrusakan alam dengan cara memberikan hukuman tegas kepada pelaku, apabila ada warga negara yang mencemari lingkungan atau pihak swasta yang membolehkan pengusaha merusak alam, semisal buang sampah sembarangan dan kasus penggundulan hutan liar. Khalifah akan bertanggung jawab dan memastikan syari'at Islam diterapkan secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan.
Namun, khalifah hanya dapat diangkat apabila ada institusi negara yang mendirikan khilafah. Kabar baiknya, khilafah ala minhaj nubuwah yang kedua Allah Swt janjikan akan kembali tegak. Untuk itulah, sudah semestinya seluruh umat Islam sepakat dan memperjuangkan kembali tegaknya khilafah.
Ketika khilafah tegak, umat Islam akan dituntun menjaga kelestarian alam atas dasar iman juga taqwa dan seluruh penduduknya akan saling memelihara lingkungan sekitar, serta menjaga kebersihan. Manusia dan makhluk yang ada di bumi alam semesta pun akan turut merasakan ketentraman dan perlindungan memalui penerapan syari'at Islam Kaffah.
Wallahu a'lam bishshawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar