Oleh: Nur Hidayati
Sosmed sudah tak asing lagi bahkan dikalangan anak-anak sekalipun. Internet sudah dikenal sejak usia dini, mirisnya lagi bahkan kadang kita jumpai anak 2 tahun sudah bermain sosmed. Entah mereka mengerti atau tidak apa yang mereka lihat. Menurut menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, data terbaru dari United Nation Children 's Fund (UNICEF) sebanyak 48 persen anak-anak di Indonesia sudah mengenal sosmed dan pernah mengalami cyberbullying.
Tidak hanya itu, paparan konten pornografi juga menjadi sorotan serius. UNICEF mencatat bahwa anak-anak Indonesia menggunakan internet rata-rata 4 sampai 5 jam perhari, dan 50 persen diantaranya pernah terpapar konten dewasa.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mencatat telah menangani sebanyak 596.457 konten pornografi diruang digital sepanjang 20 Oktober 2024 hingga 6 Oktober 2025. Data tersebut sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa 89 persen anak usia 5 tahun keatas di Indonesia sudah menggunakan internet dan mayoritas mengakses media sosial.
Tingginya akses digital tanpa pengawasan orang tua membuat anak berisiko besar terpapar perundungan daring hingga kecanduan konten dewasa. Hal ini terjadi karena sistem kapitalisme saat ini mengharuskan orang tua bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Sehingga orang tua tak mempunyai waktu untuk mendidik dan mengawasi anak-anaknya. Menyadari urgensi tersebut, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menerbitkan peraturan pemerintah (PP) nomor 17 tahun 2025 (PP TUNAS) sebagai respon atas meningkatnya ancaman digital terhadap anak-anak.
Tapi ini hanyalah sebuah peraturan yang dibuat manusia, tidak akan bisa menyelesaikan permasalahan yang ada. Dalam Islam ditawarkan pendekatan yang berbeda, negara harus membangun benteng yang keimanan dan kepribadian Islam melalui pendidikan agar generasi memiliki standar berpikir yang benar. Medsos adalah madaniyah yang merupakan produk kemajuan sains dan teknologi yang hukumnya mubah. Ia bekerja mengikuti ideologi yang menguasai ruang digital. Karena saat ini yang menguasai dunia adalah ideologi kapitalisme maka sosmed menjadi alat penyebaran nilai-nilai kapitalis, liberal, sekuler dan lain-lain.
Dalam Islam, seandainya dunia membutuhkan platform digital baru yang algoritmanya sejalan dengan Islam maka hanya Khilafah yang memiliki kapasitas, dana dan kedaulatan yang sanggup untuk mewujudkannya. Khilafah tidak membangunnya untuk mendapatkan keuntungan tapi untuk kemaslahatan ummat. Dengan kemandirian infrastruktur digital negara mampu menciptakan platform alternatif yang menandingi raksasa teknologi global dan menjaga big data ummat dari eksploitasi.
Penyelamatan generasi hari ini tidak cukup dengan teknologi. Yang paling penting adalah menanamkan ideologi Islam sehingga para pemuda tidak terseret oleh agenda liberal, demokrasi atau keperluan global. Generasi harus terlibat dalam dakwah politik bersama jama'ah idiologis yang menjalankan amar makruf nahi munkar dengan memperjuangkan penegakan syari'at secara menyeluruh dalam bingkai negara Khilafah.
Wallahu A'lam Bishowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar