Gaza Masih Dibanjiri Derita: Dunia Bilang “Baik-baik Saja”?


Oleh: Mia

Derasnya arus informasi global yang ada, kita sering melihat narasi bahwa kondisi Gaza kini “membaik” atau “lebih stabil” sejak adanya jeda pertempuran. Namun, fakta di lapangan menunjukkan kenyataan yang sangat jauh dari klaim tersebut. Ribuan keluarga Palestina masih hidup dalam kondisi mengenaskan tanpa tempat tinggal layak, tanpa akses medis yang memadai, dan tanpa jaminan keamanan sedikit pun. Sementara itu, sebagian komunitas internasional tergesa-gesa menyimpulkan bahwa keadaan sudah lebih baik, padahal penderitaan justru semakin menggunung.


Fakta yang Tak Bisa Disangkal

Pertama, mayoritas warga Gaza masih hidup di tenda-tenda pengungsian yang tidak layak dihuni, terutama di musim dingin. Hujan, angin kencang, dan badai sering merobek tenda-tenda mereka. Anak-anak tidur di lantai basah, orang tua kedinginan tanpa selimut, dan keluarga kehilangan privasi serta rasa aman.

Kedua, bantuan kemanusiaan masih sangat dibatasi. Meski ada gencatan senjata, blokade tetap diberlakukan, membuat bantuan dasar seperti makanan, obat obatan, dan tenda hanya masuk dalam jumlah sangat terbatas.Organisasi kemanusiaan berulang kali melaporkan bahwa jumlah bantuan yang diizinkan masuk tidak sebanding dengan besarnya kebutuhan warga Gaza.

Ketiga, korban jiwa tetap berjatuhan. Data menunjukkan bahwa ratusan warga masih tewas maupun terluka meski periode gencatan senjata berlangsung. Ini membuktikan bahwa jeda senjata tidak otomatis menghentikan penderitaan, karena akar masalah belum ditangani.


Mengapa Dunia Salah Membaca Situasi Gaza?

Narasi “Gaza baik-baik saja” muncul karena sebagian negara besar memiliki kepentingan geopolitik yang sangat kuat. Mereka menilai situasi dari kacamata politik, bukan dari kacamata kemanusiaan. Karena itu, penderitaan warga Gaza sering ditempatkan sebagai isu sekunder yang tidak mendesak.

Padahal, realitas lapangan justru menunjukkan memburuknya kondisi kemanusiaan:

Rumah-rumah hancur total, sehingga ratusan ribu orang tidak lagi memiliki tempat tinggal.

Infrastruktur dasar seperti rumah sakit, sekolah, jaringan air, dan listrik runtuh sama sekali.

Anak-anak mengalami trauma mendalam, kehilangan keluarga, dan hidup dalam ketidakpastian.

Pernyataan bahwa Gaza membaik sering kali digunakan sebagai alat politik untuk meredam tekanan publik internasional. Namun, bagi warga Gaza, setiap hari adalah perjuangan untuk hidup.


Apa yang Diajarkan Islam tentang Situasi Seperti Ini?

Islam memerintahkan umatnya untuk peduli terhadap penderitaan orang lain, terutama mereka yang terzalimi. Rasulullah bersabda dalam hadis sahih: “Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling mencintai, menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh: jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan panas dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Hadis ini mengingatkan bahwa umat Islam tidak boleh bersikap acuh tak acuh terhadap penderitaan saudara-saudaranya. Derita satu kaum adalah derita kita bersama.

Allah SWT juga menegaskan: “Dan jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam urusan agama, maka wajib engkau menolong mereka…” (QS. Al-Anfal: 72) 

Ayat ini menunjukkan kewajiban moral dan spiritual untuk membantu kaum yang terzalimi.

Namun, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa bantuan itu harus berada dalam bingkai kemanusiaan, etika, dan hukum internasional, bukan dalam bentuk seruan kekerasan atau tindakan ilegal.


Maka Apa Solusi yang Realistis, Damai, dan Bermartabat?

- Menguatkan Solidaritas Umat dan Dunia Internasional
Dukungan moral dan kemanusiaan sangat penting: doa, edukasi publik, donasi, serta menyebarkan informasi yang benar. Semakin banyak orang memahami realitas Gaza, semakin besar tekanan global agar kezaliman dihentikan.

- Mendorong Diplomasi Global yang Adil
Dunia internasional harus menekan berbagai pihak agar pembunuhan warga sipil dihentikan total dan bantuan kemanusiaan dibuka tanpa batas. Diplomasi damai, transparan, dan bukan sekadar formalitas harus diupayakan bersama.

- Membangun Kesadaran Kolektif bahwa Penjajahan Harus Diakhiri dengan Cara Bermartabat
Penjajahan dalam bentuk apa pun bertentangan dengan nilai keadilan. Allah memerintahkan kita untuk menegakkan keadilan: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kalian penegak keadilan…”( QS. An-Nisa: 135) 

Akar masalah konflik di Gaza adalah ketidakadilan struktural. Maka penyelesaiannya harus berorientasi pada keadilan, bukan sekadar jeda pertempuran.

- Menguatkan Dakwah Tentang Kemanusiaan, Kepedulian, dan Anti-Kezaliman
Perubahan masyarakat terjadi melalui dakwah yang terus-menerus: memberikan pemahaman, menggugah hati, dan menggerakkan manusia menuju nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.


Gaza Tidak Baik-baik Saja Dan Kita Tidak Boleh Diam

Mengatakan bahwa Gaza “baik-baik saja” adalah bentuk pengingkaran terhadap realitas pahit yang dialami jutaan manusia di sana. Gaza sedang berjuang untuk hidup, bertahan, dan mencari keadilan. Mereka tidak hanya membutuhkan makanan dan obat-obatan, tetapi juga suara kita, kepedulian kita, dan solidaritas kita.

Sebagai seorang Muslim dan sebagai manusia, kita berkewajiban untuk peduli.

Rasulullah bersabda: “Barang siapa tidak peduli urusan kaum muslimin, maka ia bukan bagian dari mereka.” (HR. Hakim, dinilai hasan oleh para ulama) 

Maka dari itu, mari menjadi bagian dari solusi: menyebarkan kebenaran, memperjuangkan keadilan, mendoakan, dan mendukung upaya kemanusiaan. Gaza mungkin jauh dari kita, tetapi penderitaan mereka dekat di hati setiap manusia yang memiliki nurani.


Penerapan Islam Secara Kaffah Menjadi Solusi Hakiki

Akar dari krisis kemanusiaan di Gaza dan berbagai negeri muslim lainnya bukan hanya terletak pada senjata dan politik, tetapi pada absennya penerapan nilai-nilai Islam secara kaffah dalam kehidupan umat. Islam bukan sekadar agama ritual, melainkan sistem kehidupan yang mengatur keadilan sosial, perlindungan jiwa manusia, distribusi kekayaan yang adil, serta hubungan internasional yang bermartabat. Ketika Islam dipraktekan secara utuh bukan sepotong-sepotong maka prinsip keadilan, kasih sayang, dan perlindungan terhadap kaum lemah akan menjadi fondasi kebijakan, bukan sekadar retorika.

Penerapan Islam secara kaffah tidak berarti kekerasan atau pemaksaan, melainkan menghadirkan rahmat bagi seluruh alam melalui hukum yang adil, kepemimpinan yang amanah, dan persatuan umat yang berlandaskan takwa, sehingga tragedi kemanusiaan seperti yang terjadi di Gaza tidak lagi diperlakukan sebagai isu pinggiran, tetapi sebagai amanah besar yang wajib ditunaikan bersama. Wallahua'lam bisshowab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar