Ruang Aman Bagi Perempuan & Anak, Hanya Ilusi di Sistem Kapitalisme!


Oleh : Ratih Ramadani, S.P. (Praktisi Pendidikan)

Ruang aman bagi perempuan dan anak kini kian menyempit. Mirisnya, temuan yang mengejutkan ini menurut data PBB, setiap sepuluh menit ada satu perempuan di dunia tewas dibunuh orang dekatnya. Ini menunjukkan sepanjang 2024, ada sekitar 50.000 perempuan dan anak perempuan yang dibunuh oleh pasangan atau anggota keluarga.

Lonjakan kasus kekerasan terhadap Perempuan dan anak di Kaltim sepanjang 2025 juga membuat isu pengasuhan keluarga menjadi sorotan serius. Dalam Upaya merespon tersebut, Pemprov menggelar seminar parenting berteman “Sinergi Ayah dan Ibu”: Membangun Pola Asuh Setara dan Komunikasi Efektif di Keluarga. 

Selain itu, Pemprov memperkuat layanan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) sebagai upaya pencegahan berbasis keluarga. Puspaga menjadi pusat aduan, konseling sekaligus edukasi bagi keluarga. 


Mengapa Hal ini Terjadi? 

Rumah saat ini telah menjadi tempat paling berbahaya bagi perempuan. Maka wajar komnas perempuan bersama Aliansi Jurnalis Independen sampai menggelar pelatihan media terkait peliputan kasus femisida. Dengan besar harapan pelatihan tersebut dapat mendorong media lebih ramah gender dan tidak mengulang kekerasan simbolik terhadap korban melalui pemberitaan. Per Oktober 2025 di DP3A Kaltim/data resmi di Kaltim tercatat 1.110 kasus kekerasan. Jika dihitung rata-rata ada 3-4 kasus/ korban setiap hari. Regulasi tentang Pembangunan keluarga sebagai isu nasional diatur dalam UU 52/2009 dan Perda Kaltim no 2 tahun 2022 tentang penyelenggaraan pembangunan ketahanan keluarga. Namun nyatanya semua itu tidak mampu menuntaskan persoalan kekerasan. Sebab, UU tersebut dibangun dengan ruh sekuler dan kapitalis, sehingga tidak menyentuh akar permasalahan. Terjadinya beragam masalah perempuan dan anak disebabkan oleh faktor yang kompleks dan saling berkelindan. 

Kolaborasi ayah ibu dan peran Puspaga benarkah akan mampu mewujudkan ketahanan keluarga? Namun realitasnya kasus kekerasan pada perempuan dan anak masih menjamur karena persoalan yang kompleks dan sistemik tadi.
 
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik fisik maupun seksual dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor ekonomi, emosi yang tidak terkendali, kerusakan moral hingga iman yang lemah dan lemahnya pemahaman akan fungsi dan peran sebagai orang tua. Sistem kehidupan Sekularisme Kapitalisme membuat para orang tua tidak tahu bagaimana cara mendidik dan mengasuh anak. Sistem ini bahkan menghilangkan fitrah orang tua yang punya kewajiban melindungi anak dan menjadikan rumah sebagai tempat yang paling aman untuk anak. Himpitan ekonomi Kapitalisme juga sering menjadi alasan ortu menyiksa dan menelantarkan anak, bahkan melakukan kekerasan seksual. Lingkungan dan tayangan media bahkan bisa menjadi pemicu terjadinya kekerasan pada anak.

Sistem ini juga membuat hubungan sosial antar masyarakat kering dan individualis, tidak peduli pada sesama, sehingga memudahkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.


Kehidupan Sekuler Tak Jamin Rasa Aman

Nasib perempuan semakin memprihatinkan dalam kehidupan modern yang berjalan tanpa aturan syariat. Sistem kapitalisme sekularisme mendorong manusia untuk berfikir dan berperilaku sesuka hati tanpa koridor agama yang menuntut akhlak dan batasan sosial. Ketika nilai-nilai ilahiah ditinggalkan, manusia mudah menganiaya sesamanya hanya karena amarah, kecemburuan, hasrat dominasi atau ambisi pribadi.

Tidak heran, jika kehidupan hari ini terus diliputi kekejaman dan kekerasan yang seakan tidak pernah berhenti. Situasi ini kian buruk karena negara dalam sistem kapitalisme tidak benar-benar menghadirkan rasa aman. Sebab, saat ini negara hanya berperan sebagai regulator bukan pelindung yang aktif menyelesaikan masalah hingga ke akar-akarnya. Maka yang terjadi adanya berbagai tragedi yang menerima perempuan dikemas ulang dalam istilah-istilah seperti femisida (femicide), victim blaming atau dorongan untuk “speak Up”. Pendekatan ini tidak menawarkan solusi karena hanya menyentuh permukaan. Akar persoalan kekerasan terhadap perempuan justru terletak pada dicampakkannya hukum-hukum syariat yang sejatinya mengatur relasi sehat antara laki-laki dan perempuan baik di ruang publik maupun dalam keluarga.

Lebih dari itu, mekanisme sanksi dalam sistem kapitalisme tidak memiliki daya efek jera. Pelaku kekerasan kerap mendapat hukuman ringan bahkan bisa lolos dengan memanfaatkan celah hukum. Lingkungan sosial yang permisif (permissive social environment, budaya hiburan yang merusak (destructive entertainment culture) serta lemahnya kontrol negara (weak state control), menambah besar potensi kriminalitas di tengah masyarakat.

Dalam kondisi demikian, bisa dibilang jika perempuan saat ini berada di posisi paling rentan. Sebab, saat aturan illahi ditinggalkan, perlindungan sejati pun kian hilang. Maka, sesungguhnya hanya dengan penerapan syariat secara menyeluruh yang menggabungkan pendidikan, penjagaan moral, pengaturan pergaulan, dan penegakkan sanksi tegas, keamanan dan kehormatan perempuan dapat dijamin secara hakiki bukan sekedar wacana.


Lalu Solusi Hakikatnya Seperti Apa? 

Salah satu fungsi keluarga adalah sebagai pelindung. Selain itu keluarga dalam Islam juga memiliki fungsi membentuk kepribadian Islam kepada seluruh anggota keluarganya. Islam memiliki solusi untuk semua masalah, termasuk keluarga. Penerapan Islam secara sempurna dalam kehidupan akan menjamin terwujudnya berbagai hal penting dalam kehidupan seperti kesejahteraan, ketentraman jiwa, terjaganya iman dan takwa kepada Allah.

Dalam pandangan kacamata Islam, perempuan sejatinya tidak pernah dipandang sebagai kelompok kelas dua sebagaimana anggapan yang berkembang dalam kehidupan sekuler saat ini. Kondisi sosial yang tidak diatur syariat justru yang melahirkan berbagai bias dan ketidakadilan, sehingga sebagian kelompok feminis menuntut kesetaraan gender sebagai solusi.


Perempuan itu Berharga Laksana Permata

Sebenarnya, kalau lihat lagi sejarah peradaban Islam 13 abad yang lalu, sejatinya Islam sejak awal telah menempatkan perempuan sebagai makhluk yang sangat berharga laksana permata yang harus dijaga kehormatannya. 

“Perempuan laksana permata” yang berarti bahwa sejatinya perempuan memiliki sifat mulia, suci, berharga, dan harus dijaga kehormatannya, seperti halnya permata yang berharga dan dilindungi. Analogi ini mengacu pada kemuliaan perempuan yang bukan hanya dari fisik, tetapi juga dari hati yang terjaga, akhlak yang baik, dan iman yang terus bertumbuh. Nilai mulia ini bukan hanya sekedar slogan, akan tetapi terwujud dalam aturan dan mekanisme syariat yang melindungi perempuan dalam segala bentuk kezaliman. Sebagaimana manusia, perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama dalam pandangan Allah. 

Keduanya mulia ketika menaati perintahnya dan tercela ketika melanggarnya. Karena itu Islam tidak mengenal anggapan bahwa laki- laki lebih tinggi martabatnya sehingga boleh bersikap superior terhadap perempuan.

Prinsip kemuliaan di sisi Allah inilah yang mencegah segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh laki-laki. (Lihat terjemah Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 124) Hanya saja Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan karakter fisik yang berbeda. Karena itu lah Islam menetapkan pembagian peran hak, dan kewajiban yang juga berbeda seperti dalam hal kewajiban nafkah, mahar, aturan menutup aurat, waris, hingga tanggung jawab pendidikan anak.

Perbedaan ini bukan bentuk ketidakadilan, melainkan harmonisasi agar laki-laki dan perempuan dapat bersinergi sesuai dengan fitrahnya masing-masing. Dengan tatanan ini, kehidupan keluarga dan masyarakat berjalan secara seimbang.

Sebuah kekerasan yang terjadi terhadap perempuan saat ini tidak lepas dari cara pandang terhadap peran perempuan dan tidak diterapkannya hukum syariat di ranah domestik maupun publik.
 
Sejatinya, Islam membedakan kehidupan khusus (di dalam rumah bersama mahram) dan kehidupan umum atau ruang publik. Agar interaksi berlangsung aman, terhormat dan jauh dari penyimpangan. Selain itu, negara dalam Islam wajib menutup segala pintu yang memicu bangkitnya naluri seksual seperti konten pornografi dan berbagai tayangan yang merusak moral. Untuk memberi efek jera, Islam juga mewajibkan penerapan sistem sanksi syariat terhadap para pelanggar jika seseorang terbukti melakukan penganiayaan hingga menyebabkan kematian. Maka ia dapat dikenai hukuman qishash sesuai ketentuan syariat.

Oleh karena itu, pentingnya umat menyadari bahwa hanya kembali pada aturan syariat, perempuan dapat memperoleh perlindungan, rasa aman dan kemuliaan yang hakiki. Wallahu'alam bisshowab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar