Oleh: Nurdiyana
Akhir akhir ini Indonesia diramaikan dengan pemberitaan tentang ijazah palsu mantan presiden RI ke 7. Kasus ijazah palsu ini bahkan dimulai sejak tahun 2014 lalu berlanjut di tahun 2019 dan mencapai puncaknya saat ini. Kasus ini melibatkan banyak orang baik dari kalangan penuduh maupun yang dituduh. Menghabiskan energi rakyat dan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Semua orang ikut berkomentar baik yang pro maupun yang kontra. Anak bangsa terbelah antara berpihak pada penuduh atau tertuduh.
Beberapa pakar angkat suara mengenai kepalauan ijazah sang mantan presiden. Beberapa pakar digital forensik ikut terlibat untuk mematahkan klaim pihak yang menyatakan keaslian ijazah tersebut. Seolah-olah ini masalah paling penting bagi bangsa hari ini yang menentukan arah bangsa kedepan.
Dalam negara sekuler kapitalistik, dimana tujuan seluruh aktivitas kehidupan adalah materi, maka ijazah adalah harga mati. Sebab ijazah bertujuan untuk membangun kredibilitas di masyarakat. Gelar pendidikan memengaruhi status sosial dan kepercayaan publik, terutama bagi pemimpin atau tokoh penting. Ijazah digunakan sebagai legitimasi atau pengakuan bahwa pemilik ijazah adalah orang yang kompeten dan layak diberikan amanah sesuai dengan nilai ijazahnya. Bahkan seseorang akan kesulitan mencari pekerjaan atau memegang jabatan tertentu tanpa ijazah. Maka tak heran bila seseorang rela melakukan apapun untuk mendapatkannya meskipun dengan melakukan berbagai cara termasuk membeli ijazah.
Herannya, di negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia, kasus ijazah palsu sangat marak dan telah menjerat berbagai kalangan, mulai dari pejabat publik, tenaga kerja, hingga artis.
Data dari Kementerian Pendidikan & Kebudayaan (Kemendikbud) dan BKN tahun 2019 menemukan sekitar 176 kasus ijazah palsu di lingkungan ASN. Kemendikbud juga mencatat puluhan laporan pemalsuan ijazah, terutama untuk syarat CPNS dan kenaikan pangkat. Terdapat 112 PNS yang terindikasi menggunakan ijazah palsu dalam proses verifikasi.
Itu yang terdata, yang belum terdata bisa jadi lebih banyak. Meskipun tidak benar-benar palsu, memanipulasi nilai ijazah sudah biasa di negeri ini dengan diawali dari memanipulasi hasil ujian. Mengapa bisa sedemikian memprihatinkan padahal ini negeri yang sebagian besar penduduknya mengaku beriman kepada Allah swt. Sungguh sangat kontardiksi.
Bagaimana pandangan islam tentang hal ini? Islam sangat menghargai pendidikan bahkan Islam mendorong ummatnya untuk selalu menuntut ilmu. Allah berfirman: "Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu." (Q.S. Al Mujadalah ayat 11)
Rasulullah juga mengingatkan dalam hadits beliau bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim. (HR. Ibnu Majah)
Ijazah adalah bukti pencapaian ilmu, sehingga Islam menghargainya selama diperoleh dengan cara halal. Islam melarang segala bentuk penipuan (ghisy), termasuk pemalsuan ijazah.
"Dan janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil."(Q.S. Al Baqarah 188).
Hadis Nabi ï·º: "Barangsiapa menipu kami, maka bukan dari golongan kami." (HR. Muslim)
Dalam islam, memalsukan ijazah adalah dosa besar karena termasuk menipu (tadlis), sumpah palsu (jika disumpah), dan mengambil hak orang lain jika dengan ijazah palsunya itu dia merebut lowongan kerja dan menyingkirkan orang yang lebih berhak akan pekerjaan tersebut. Gelar yang didapatnya dari ijazah tersebut juga tidak sah. Jika seseorang mengaku berpendidikan tinggi padahal sebenarnya tidak, hanya karena dia memalsukan ijazah maka gelarnya itu batil dan tidak boleh mendapat pengakuan. Bahkan gelarnya akan dicabut dan dia mendapat sanksi sesuai dengan ketentuan qodhi. Kalau dia mendapatkan pekerjaan dengan ijazah palsunya maka dia wajib mengundurkan diri supaya digantikan oleh yang berhak.
Dalam sistem pemerintahan Islam, Negara memiliki mekanisme untuk menjaga keimanan rakyatnya dengan menerapkan Islam secara kaffah. Khalifah akan menerapkan hukum-hukum Islam secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, termasuk aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Dengan demikian, rakyat hidup dalam lingkungan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Khilafah menyelenggarakan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam, mulai dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi. Kurikulum dirancang untuk memperkuat pemahaman islam dan membentuk kepribadian islam.Ilmu-ilmu dikaji untuk mendukung keimanan bukan untuk mencari pengakuan. Dan yang paling penting ,kholifah dan para pejabat negara menjadi teladan dalam ketakwaan, kejujuran, sikap amanah dan berakhlak mulia. Sikap pemimpin inilah yang akan memengaruhi rakyat untuk mencontohnya. Jika terdapat penyimpangan dan kemaksiatan maka khilafah akan menerapkan hukum Islam secara adil dengan efek menjerakan. Sehingga sangat sedikit sekali terjadi kasus kasus kejahatan sebagaimana yang terjadi hari ini.
Dengan semua mekanisme ini, Khilafah menciptakan masyarakat yang bertakwa dan terjaga keimanannya, sehingga dalam sistem pemerintahan islam tak akan ada kasus pemalsuan ijazah yang marak sebagaimana terjadi dalam pemerintahan sekuler hari ini. Wallahu a’lam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar