Oleh : Nola Aulia
Undang – undang negara nomor 27 tahun 2007 berisi tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – pulau Kecil, yang di mana Raja Ampat masuk ke dalam kualifikasi pulau – pulau kecil yang dilindungi oleh UU tersebut. Pasal 35 huruf K mengamanatkan pelarangan penambangan mineral di pulau – pulau kecil yang menimbulkan kerusakan ekologis, mencemari lingkungan, atau merugikan masyarakat sekitar (www.metrotv.com/07/06/2025). Namun pada prakteknya akhir – akhir ini, Raja Ampat yang notabennya adalah pulau kecil yang memiliki keindahan alam dan sebagai habitat asli bagi makhluk hidup di sana, baik itu manusia, tumbuhan dan ekologi yang ada di laut mendapat dampak negatif dari perilaku serakah manusia yang tidak pernah puas akan harta duniawi.
Raja Ampat kini menjadi pusat perhatian masyarakat lokal dan juga internasional, karena adanya penambangan nikel yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Hal ini melanggar UU kelestarian Lingkungan dan mendapat banyak sorotan publik, sehingga banyak yang menuntut pemerintah untuk mencabut izin dari penambangan tersebut. Atas dasar hal itu, akhirnya pemerintah mencabut sementara izin tambang dari 4 perusahaan tambang yang mana perusahaan tersebut belum termasuk perusahaan yang mengeruk tanah di Raja Ampat guna penambangan nikel.
Seolah ingin meredam amarah publik, mencabut izin tambang nikel tersebut menjadi pilihan solusi yang pemerintah lakukan. Hal ini menambah bukti kerusakan dari Sistem Kapitalisme, yang menunjukkan ketidakmampuan negara dalam mengatur kebijakan dan pelanggaran yang terjadi. Meskipun negara sudah menetapkan UU, namun pengusaha – pengusaha tersebut masih bisa mengeruk Sumber Daya Alam dengan leluasa tanpa tersentuh hukum.
Tanpa memikirkan efek dari kegiatan penambangan, masih banyak pihak – pihak yang mencoba untuk menunjukkan bahwa tambang nikel di Raja Ampat ini tidak mengganggu masyarakat sekitar dan tidak merusak lingkungan. Sedangkan di sisi lain sudah terlihat jelas hamparan hijau yang dulunya indah menjadi hamparan tanah yang peruh cekungan, alat berat yang terus mengeruk tanah dan juga truk yang senantiasa berlalu lalang. Dari kegiatan pembukaan lahan saja sudah dapat terlihat efek negatifnya, namun tidak menyentuh hati nurani dan empati pihak – pihak yang diuntungkan dari tambang nikel tersebut. Ini tidak sesuai dengan Syariat Islam yang mampu mengatur dan memberi kebijakan hanya untuk kesejahteraan rakyat.
Peraturan dalam Sistem Kapitalisme dapat dikendalikan oleh sebagian orang sesuai keinginan termasuk mengeksploitasi Sumber Daya Alam (SDA). Sedangkan dalam Sistem Islam, SDA adalah milik umum yang harus dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk rakyat. Islam juga menetapkan wajibnya menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan, yang akan berpengaruh terhadap hidup manusia. Islam mengatur semua aspek kehidupan bukan tanpa alasan, tapi sudah didetailkan dan ditujukan untuk kesejahteraan hidup seluruh lapisan masyarakat. Sehingga tidak ada kekhawatiran akan keberlangsungan hidup generasi yang akan datang, sebab alam masih dijaga dengan baik dan tidak ada keserakahan manusia yang difasilitasi oleh pemerintah.
Sistem Islam memiliki konsep “Hima”, yang akan melindungi lingkungan dari kerusakan akibat adanya eksplorasi. Pemimpin dalam Islam menjalankan aturan sesuai dengan hukum syariat dan berperan sebagai raain yang akan mengelola SDA dengan aman dan menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga SDA tidak akan habis akibat eksploitasi dan kehidupan masyarakat akan tetap terjamin keamanannya.
Wallahu’alah bish-shawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar