Oleh : Nur Indayani (Pegiat Literasi)
Mengutip dari KOMPAS.com, Raja Ampat, salah satu destinasi wisata di Papua Barat Daya, kembali menarik perhatian. Bukan karena keindahan alamnya, melainkan fakta bahwa adanya tambang-tambang nikel yang merusak lingkungan. Laporan itu datang dari Greenpeace Indonesia. Organisasi ini bahkan menyebut penambangan nikel di Raja Ampat, Papua, terjadi di sejumlah pulau kecil, di antaranya di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran. Padahal, ketiga pulau ini dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil karena termasuk pulau-pulau kecil yang tidak boleh ditambang. “Dari sebuah perjalanan menelusuri Tanah Papua pada tahun lalu, Greenpeace menemukan aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat, di antaranya di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran,” ujar Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, dalam keterangannya, Selasa (3/6/2025). Seturut analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah membabat lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami khas. Berdasarkan sejumlah dokumentasi yang didapat, terlihat ada limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir.
Limpasan tanah ini muncul karena pembabatan hutan dan pengerukan tanah. Kemudian, adanya sedimentasi ini berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat. Selain Pulau Gag, Kawe, dan Manuran, masih ada dua pulau kecil lain di Raja Ampat yang terancam tambang nikel. Kedua pulau ini adalah Pulau Batang Pele dan Manyaifun.
Bagaimana Islam Menjawab Keresahan di Raja Ampat?
Islam adalah agama yang sempurna. Islam mengatur kepemilikan itu ada tiga jenis yaitu kepemilikan individu kepemilikan umum dan kepemilikan negara.
Kepemilikan Umum.
Dari Ibnu Abbas menuturkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam pernah bersabda "Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal air, Padang dan api." (HR. Abu Dawud)
Melihat dari sifatnya maka semua yang ada di Raja Ampat baik destinasi wisatanya dan barang tambang yang terkandung di dalamnya adalah kepemilikan umum. Sebagai kepemilikan umum maka haram bagi negara untuk memberikannya kepada individu swasta baik itu swasta nasional maupun swasta asing, sebagaimana yang telah dilakukan pemerintah Indonesia saat ini, sehingga menimbulkan kerusakan dan keresahan nasional bahkan internasional, karena destinasi wisata Raja Ampat masuk dalam Geo Park Dunia yang diakui Unesco.
Di dalam buku sistem ekonomi Islam yang ditulis oleh syeh Taqiudin An nabhani dijelaskan bahwa barang tambang itu ada dua jenis pertama barang tambang yang sifatnya terbatas maka ini boleh dimiliki oleh individu atau swasta, yang kedua barang tambang yang sifatnya tidak terbatas maka ini masuk ke dalam kepemilikan umum artinya tidak boleh dimiliki individu maupun swasta dalilnya adalah Hadits dari abyad Bin hamal yang artinya, "Sesungguhnya ia pernah meminta kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk mengelola tambang garamnya lalu Beliau memberikannya setelah ia pergi ada seseorang dari majelis tersebut bertanya, "Wahai Rasulullah tahukah Engkau apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir." Rasulullah kemudian bersabda, "Kalau begitu cabut kembali tambang tersebut darinya." (hadis riwayat At Tirmidzi)
Ada beberapa ketentuan pengelolaan Raja Ampat menurut Islam.
1. Negara mengelola sendiri kepemilikan umum itu melalui badan BUMN atau negara membentuk syirkah yang sesuai dengan hukum Islam negara tidak boleh memberikannya kepada swasta baik swasta lokal maupun swasta asing.
2. Di dalam pengelolaan Raja Ampat negara harus memperhatikan dampak lingkungan Apakah nanti akan mencemari destinasi Wilayah perairan yang ada di Raja Ampat, dari sisi sosial juga harus diperhatikan dari sisi ekonomi masyarakat, jangan sampai apa yg didapatkan dari pengelolaan nikel malah mengakibatkan wisata menurun dan rakyat tidak bisa mencari ikan, tidak ada lagi air berdih, udara tercemar bahkan dari sisi pencemaran lingkungan merusak ekosistem hayati. Jika ternyata pendapatan dari pengelolaan tambang nikel itu hasil yang didapatkan tidak seberapa dibandingkan dengan harga yang harus dikeluarkan untuk mengembalikan kekayaan alam hayati misalnya reboisasi dan sebagainya maka negara tidak boleh melakukan penambangan nikel dan bisa melakukan penelitian di tempat yang lain yang ada kandungan tambang nikelnya.
Dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh memberikan mudarat tanpa disengaja atau pun disengaja.” (Hadis hasan, HR. Ibnu Majah, no. 2340; Ad-Daraquthni no. 4540)
3. Pendistribusian.
Karena tambang yang ada di Raja Ampat termasuk di dalamnya nikel itu adalah milik rakyat Maka hasil beraihnya 100% harus dijadikan kepemilikan rakyat artinya setelah dikelola hasil dari penjualan atau pemanfaatan nikel itu masuk ke Baitul Mal dari Baitul Mal akan didistribusikan kepada rakyat bisa untuk mengentaskan kemiskinan bisa dipakai untuk pendidikan murah atau gratis bisa untuk pembiayaan kesehatan yang murah atau gratis yang jelas harus dikembalikan 100% kepada rakyat.
Bagaimana supaya pengelolaan tambang oleh negara bisa amanah dan sesuai syarak? Islam memberikan pengaturan dari dua sisi.
Pertama yaitu pengawasan secara syar'i atau muqorobah. Syariah ini untuk memastikan bahwa syirkah yang nanti negara bentuk itu sesuai dengan syariat Islam untuk menentukan kehalalannya.
Kedua, pengaturan manajemen, karena memang orientasi dari pengelolaan tambang itu adalah profit atau laba sehingga butuh manajemen produksi, SDM pemasaran, dan sebagainya.
Supaya distribusi sesuai dengan syariah Islam, Syekh Abdul Qodim zallum di dalam kitab Al Amwal Fil Islam menyerahkan distribusi itu diserahkan kebijakannya pada Khalifah dengan memenuhi dua syarat yaitu: pertama, untuk kemaslahatan umat artinya distribusi itu dipakai untuk kesejahteraan masyarakat. Kedua, dilaksanakan secara adil artinya tidak menimbulkan ketimpangan yang ada pada masyarakat. Adil tidak harus sama rasa sama rata.
Sebagai contoh Rasulullah ketika mendistribusikan fai yang didapat dari Yahudi bani Nadzir beliau memberikan seluruh Fai itu untuk Muhajirin sementara kaum Anshar hanya dua orang saja yang mendapatkan yaitu Abu Dujanah dan Sahal bin Hanif. Kenapa? karena orang Muhajirin itu meninggalkan seluruh harta bendanya di Mekah untuk pindah ke Madinah sehingga mereka tidak memiliki rumah ataupun kendaraan. Sementara orang Ansor adalah penduduk asli Madinah yang tentu memiliki rumah maupun kendaraan sebagaimana firman Allah dalam Quran surat al-hasyr ayat 7.
كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ ٧
Artinya. (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya (terjemah qs Al hasyr ayat 7)
Wallahu a'lam bisshawab. []
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar