Kenakalan Remaja Kian Meresahkan, Bagaimana Solusinya?


Oleh : Eulis Nurhayati

Masa Remaja biasanya lekat dengan kebebasan. Seseorang yang sudah memasuki masa remaja biasanya merasa bebas untuk menentukan hidupnya. Dia merasa bebas untuk mengekspresikan dirinya dan tidak mau diatur lagi seperti waktu kecil. Namun sangat disayangkan akibat yang dihasilkan dari pengekspresian kebebasan yang dilakukan remaja tanpa aturan, saat ini banyak menimbulkan permasalahan bagi kehidupannya. Karena tidak bisa dipungkiri dari fakta sekitar kita lihat bahwa problem yang menimpa dan dilakukan generasi muda kian memprihatinkan. Kasus-kasus yang ditimbulkan dari kebebasan remaja tersebut tidak lagi berkaitan dengan masalah kenakalan yang secara umum ‘wajar’ dilakukan saat masa anak-anak dan remaja, namun lebih dari itu sudah menjadi kasus kriminalitas. 

Masalah kenakalan remaja memang sudah pada taraf yang mengkhawatirkan, banyak orangtua yang merasa resah akibat dari pergaulan remaja yang bebas tanpa batas. Bak angin segar, program yang di gagas Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi memberikan secercah harapan bagi para orangtua.

Seperti yang telah diberitakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berencana untuk mengirimkan siswa bermasalah ke barak militer dan menjalani pendidikan di sana. Kebijakan tersebut menuai sorotan karena cukup unik dan berbeda dengan metode pendisiplinan siswa pada umumnya. Rencana pembinaan siswa di barak militer ini muncul yang dimana Dedi mengusulkan agar siswa yang berulang kali melakukan pelanggaran berat dapat digembleng dalam lingkungan militer.

Menurutnya, ini adalah bentuk pendidikan karakter untuk menanamkan rasa disiplin dan tanggung jawab. Lebih lengkapnya Dedi menjelaskan, pelaksanaan program akan dimulai secara bertahap sejak 2 Mei 2025, dimulai dari daerah rawan lalu diperluas ke seluruh kabupaten/kota. Setiap siswa akan mengikuti program itu selama 6 bulan hingga satu tahun di kurang lebih 30 hingga 40 barak khusus yang telah disiapkan oleh TNI. Selama enam bulan tersebut siswa akan dibina di barak dan bahkan TNI yang akan menjemput langsung siswa ke rumah untuk dibina karakter dan perilakunya. (Kompas.com, Rabu, 30/04/25).

Adapun, dilansir dari media Tempo, 8 Mei 2025 total pelajar yang mengikuti program militer bersama Kodam III Siliwangi TNI AD kini berjumlah 274 siswa yang berasal dari siswa SMA dan SMK. Angka tersebut merupakan akumulasi dari pertama kali kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi itu diberlakukan pada 1 Mei 2025.

KDM, sapaan akrab Gubernur Jabar, mendorong langkah konkret untuk mengatasi masalah kenakalan remaja yang sudah mengancam ketahanan nasional. Menurutnya, langkah yang bisa dilakukan melalui program pendisiplinan remaja di barak militer, pembubaran organisasi gangster remaja, serta pembentukan tim siber yang lebih kuat untuk menindak penyebaran konten kekerasan di media sosial.

Menilik lebih dalam terkait kenakalan remaja, sebenarnya bukan sekedar masalah ketidakdisiplinan namun lebih mendasar dari itu yaitu adanya persepsi kebebasan yang membuat remaja bertindak sesuka hati. Ironisnya prinsip kebebasan ini dikenalkan sejak usia dini, bahkan melalui materi parenting untuk para orang tua.

Bukankah kini kita sering mendengar bahwa anak tidak boleh dikekang, anak sebaiknya dibebaskan memilih sesuai dengan keinginannya ? Alasannya agar anak bisa lebih mengembangkan minat dan bakatnya. Padahal, prinsip kebebasan adalah buah dari penerapan paham sekularisme. Faham ini menafikan ajaran agama dari permasalahan kehidupan. Sehingga agama tidak menjadi rujukan dalam menyelesaikan problematika kehidupan termasuk kenakalan remaja.

Kenakalan remaja tersebab penerapan sistem kapitalisme-sekulerisme yang mengusung ide kebebasan (liberalisme) ini memang membuat orang bebas berbuat semaunya tanpa memperdulikan halal dan haram. Jika pun pelaku kenakalan tersebut berurusan dengan aparat kepolisian, terkadang dengan alasan batas usia yang masih dianggap anak-anak, mereka tidak mendapatkan sanksi hukum yang tegas dan menjerakan. Akibatnya, persoalan kenakalan remaja tidak pernah tuntas.
 
Ini berbeda dengan sistem Islam. Di dalam Islam, kenakalan remaja akan bisa diatasi dengan tuntas karena memang di dalamnya terdapat sistem pendidikan Islam, yang fokus pendidikannya kepada pembentukan kepribadian pelajar. Penanaman aqidah adalah perkara penting yang harus dilakukan sedini mungkin. Setelah tertancap akidah yang kuat dalam diri-diri pelajarnya, ia akan mampu membedakan mana yang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Inilah insan kamil yang bertakwa. Ketakwaannya akan membawa pada itikad untuk bisa menjadi sebaik-baik manusia, yaitu yang paling bermanfaat. Terlebih menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang Muslim. Setiap Muslim diperintahkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289).

Suasana amar ma'ruf nahi munkar pun akan mewarnai interaksi masyarakat. Karena nilai yang berkembang di masyarakat pun bukan liberalisme, tetapi ketaqwaan. Setiap orang akan saling beramar ma'ruf jika ada saudaranya yang melanggar syariat, inilah yang menghilangkan potensi adanya kenakalan remaja. 

Negara pun akan memberlakukan sanksi tegas bagi para pelaku kemaksiatan, seperti tawuran yang bisa dikategorikan membuat huru-hara yang sanksinya tidak main-main. Bullying akan dikenakan sanksi qishash. Begitu pun penyalahgunaan narkoba, bukan hanya pemakai, tetapi juga bandarnya akan dikenakan sanksi, bahkan bisa sampai dijatuhi hukuman mati. Sejatinya ini menjadi sebab fungsi negara adalah untuk menjaga jawil iman masyarakat. 

Sungguh, hanya negara Islam, yakni Khilafah yang mampu memberikan solusi komprehensif. 

Wallahu A'lam bish shawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar