Pembinaan Mental, Mampukah Selamatkan Generasi?


Oleh: Noura (Pemerhati Sosial dan Generasi)

Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) tengah gencar melakukan pembinaan mental bagi pelajar bermasalah. Program ini menyasar semua jenjang pendidikan, dari SD hingga SMP. Tujuannya membentuk karakter positif dan mencegah keterlibatan generasi muda dalam tindakan kriminal, khususnya di wilayah yang kini menjadi bagian dari Ibu Kota Nusantara (IKN).

Namun, kita perlu mengajukan pertanyaan mendasar: pembinaan mental seperti apa yang benar-benar mampu menyelamatkan generasi?


Krisis Bukan Hanya Soal Moral, Tapi Sistemik

Kerusakan mental dan perilaku generasi hari ini bukanlah akibat ketiadaan program pembinaan mental semata. Akar masalahnya justru lebih dalam—yaitu terletak pada sistem pendidikan sekuler yang menjauhkan nilai-nilai akidah dari proses pembentukan kepribadian anak.

Sistem pendidikan hari ini berjalan di atas asas pemisahan agama dari kehidupan. Agama cukup diajarkan sebagai pelajaran normatif, bukan sebagai asas dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku. Akibatnya, nilai agama terasing dalam keseharian anak didik. Pelajaran agama tak terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran dan aktivitas pendidikan. Inilah buah dari sekularisme—ideologi yang menjadi ruh sistem pendidikan nasional saat ini.

Sementara itu, kurikulum terus berganti, namun tetap berputar dalam orbit pragmatis dan liberal. Ganti menteri, ganti kurikulum. Tapi hasilnya tetap sama: generasi semakin tercerabut dari identitas dan akarnya.


Pembinaan Mental Tanpa Ruhiyah adalah Kosong

Sekadar memberikan motivasi, pelatihan karakter, atau sanksi administratif bukanlah solusi esensial. Pembinaan mental sejati hanya mungkin terwujud bila ia dibangun di atas pondasi akidah yang kuat. Tanpa itu, pembinaan akan kering dari ruh spiritualitas (ruhiyah), dan karakter hanya menjadi formalitas, bukan kepribadian yang mengakar.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
   فإن التعليم في الصغر بمنزلة النقش في الحجر
“Sesungguhnya pendidikan di masa kecil seperti ukiran di atas batu.” (Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud, hal. 232)

Pendidikan sejak dini adalah momen emas pembentukan karakter. Namun jika yang diajarkan hanya sekadar moral universal tanpa ruh keimanan, maka generasi tetap akan rapuh di hadapan arus pemikiran asing dan gaya hidup menyimpang.


Islam Punya Solusi Sistemik

Islam memandang pendidikan sebagai sarana mencetak generasi yang berkepribadian Islam: berpola pikir dan pola sikap berdasarkan akidah Islam. Tujuan pendidikan bukan sekadar mencetak manusia pintar, tapi mencetak manusia faqih fiddin (paham agama) dan ‘abid (taat kepada Allah), yang siap memikul amanah sebagai khalifah fil ardh.

Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam muqaddimah kitab Min Muqawwimāt an-Nafsiyyah al-Islāmiyyah (Pilar-Pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah) menyatakan: “Kepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyyah) terbentuk dari cara berpikir (‘aqliyyah) dan cara bersikap (nafsiyyah) yang berasaskan pada akidah Islam." 

Maka, ketika seseorang menjadikan akidah Islam sebagai asas dalam berpikir dan bertindak, ia memiliki kepribadian Islam yang hakiki.

Dengan kata lain, pembinaan mental tidak bisa dilepaskan dari sistem yang menjadikan akidah Islam sebagai fondasi. Karakter tidak bisa dibentuk hanya dengan program pelatihan, tetapi harus dibentuk dalam kerangka kehidupan Islam yang menyeluruh.

Islam menempatkan pendidikan dalam konteks sistemik: satu kesatuan antara kurikulum, metode, lingkungan, dan dukungan negara. Maka, selama sistem sekuler masih mendominasi, program pembinaan mental hanya akan menjadi tambal sulam tanpa menyentuh akar persoalan.


Negara Wajib Menjadi Pelindung Akidah

Negara dalam Islam bukan sekadar fasilitator pendidikan, tetapi pelindung utama akidah umat. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan yang terintegrasi dengan syariat, memfasilitasi keluarga dan masyarakat untuk bersama mencetak generasi beriman, berilmu, dan bertakwa.

Allah SWT berfirman:
     يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)

Begitu pula sabda Nabi ﷺ:
       كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya..." (HR. Bukhari dan Muslim)


Maka tak cukup menyalahkan pelajar. Sistem yang membentuk dan memelihara lingkungan rusak ini pun harus dikoreksi total. Generasi tidak akan terselamatkan jika masih hidup dalam sistem yang sekuler dan liberal. Membentuk generasi bukan sekadar program sekolah, tetapi tanggung jawab sistemik seluruh pilar kehidupan.


Butuh Sistem yang Menyelamatkan

Pembinaan mental akan sia-sia jika hanya dijalankan di sekolah sementara lingkungan sosial dan negara tidak mendukung. Dalam Islam, pembinaan akhlak dan kepribadian dibangun oleh tiga pilar utama:

1. Keluarga sebagai madrasah pertama,

2. Sekolah sebagai tempat membentuk pola pikir dan sikap yang terikat syariat,

3. Negara sebagai penjaga sistem yang memastikan seluruh aspek kehidupan berjalan sesuai syariat Islam.

Tanpa sistem Islam yang menopang, pembinaan mental hanya akan menjadi solusi tambal sulam—sementara arus kerusakan sistemik terus menggerus generasi dari segala arah.


Penutup

Pembinaan mental tidak boleh hanya menjadi proyek programatis jangka pendek. Ia harus dibangun di atas sistem pendidikan Islam yang kaffah. Hanya sistem Islam—yang menjadikan akidah sebagai pondasi kehidupan—yang mampu menyelamatkan generasi dari krisis moral dan peradaban hari ini.

Maka, bila sungguh ingin menyelamatkan generasi, negeri ini butuh lebih dari sekadar pembinaan mental. Ia butuh perubahan sistemik menuju penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam pendidikan, keluarga, masyarakat, dan negara.

Wallahu'alam bishawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar