Selagi Sempat, Mari Selamatkan Raja Ampat!


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto resmi mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik empat dari lima perusahaan yang sebelumnya beroperasi di kawasan Raja Ampat. Empat perusahaan yang dicabut izinnya adalah PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham. Langkah ini diumumkan setelah rapat terbatas antara Presiden dan jajaran kabinetnya, dan disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia.

Bahlil menjelaskan bahwa keputusan pencabutan izin ini didasarkan pada tiga alasan utama. Pertama, hasil evaluasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa aktivitas perusahaan-perusahaan tambang tersebut terbukti melanggar ketentuan yang berlaku dan berpotensi merusak lingkungan. Kedua, tim pemerintah yang turun langsung ke lapangan menemukan bahwa area pertambangan berada di wilayah yang memiliki nilai ekologis tinggi, sehingga perlu dilindungi demi keberlanjutan ekosistem laut dan kawasan konservasi. Ketiga, pencabutan ini juga merupakan respons atas aspirasi masyarakat adat Papua Barat yang selama ini menyuarakan penolakan terhadap aktivitas tambang yang dinilai merugikan lingkungan dan kehidupan sosial budaya mereka. (radarmalang, 11/6/2025).

Keputusan ini mendapat sorotan luas mengingat Raja Ampat merupakan salah satu kawasan laut terkaya di dunia, dikenal karena keindahan alam bawah lautnya yang luar biasa dan menjadi rumah bagi ribuan spesies laut, termasuk terumbu karang, ikan, hingga satwa langka. Lebih dari sekadar destinasi wisata internasional, Raja Ampat juga memiliki nilai budaya dan ekologis yang tak ternilai.

Sebagian wilayah Raja Ampat, khususnya Pulau Gag, mengalami kerusakan lingkungan yang signifikan akibat aktivitas pertambangan nikel yang dilakukan oleh PT Gag Nikel (anak perusahaan PT Aneka Tambang/Antam). Pulau Gag memiliki cadangan nikel besar, diperkirakan mencapai 240 juta ton bijih nikel berkadar 1,35%. 

PT Gag Nikel mendapat kontrak karya sejak tahun 1998, namun kegiatan terhenti pada tahun 2004 karena status hutan lindung. Pada 2017, Presiden Joko Widodo mencabut status hutan lindung Pulau Gag dan membuka jalan bagi tambang untuk beroperasi kembali. Proses eksplorasi dan eksploitasi dilakukan tanpa konsultasi memadai kepada masyarakat adat Kawei, yang tinggal di Pulau Gag dan sekitarnya. Tidak heran Suku Kawei, khususnya marga Ayello, menuntut royalti sebesar Rp 550 miliar yang belum dibayarkan sejak 2018. Masyarakat adat juga merasa tidak dilibatkan secara bermakna dalam proses perizinan dan pengelolaan tambang.

PT Gag Nikel sendiri menyatakan telah melakukan reklamasi lebih dari 131 hektar dengan ratusan ribu pohon, melakukan konservasi penyu, mangrove, dan transplantasi karang. Namun, dampak ekologis dan sosial tetap besar dan tidak sepenuhnya teratasi.

Dampak lingkungan yang terjadi akibat pertambangan ini adalah rusaknya terumbu karang akibat sedimentasi dari lahan tambang yang terbuka. Air laut pun menjadi tercemar oleh limbah logam berat. Tentu saja hal ini mengakibatkan kehidupan biota laut terganggu dan hasil tangkapan nelayan menurun drastis.

Demikianlah sistem kapitalisme menjadikan penguasa negara rakus tanpa mempedulikan akibat buruk bagi rakyat dan alam sekitar. Dorongan ekonomi dan permintaan global terhadap nikel sebagai komoditas strategis untuk industri baterai kendaraan listrik (EV) memaksa pemerintah Indonesia menjadi pemain global dalam rantai pasok nikel, termasuk mengolahnya di dalam negeri (hilirisasi). Oleh sebab itulah pemerintah akhirnya mencabut status hutan lindung di Pulau Gag untuk membuka jalan bagi eksploitasi tambang dengan berdalih bahwa itu semua dilakukan untuk peningkatan pendapatan daerah, penciptaan lapangan kerja, dan pembangunan infrastruktur.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam mengatur pengelolaan SDA secara ketat dan menempatkannya sebagai amanah (titipan Allah SWT.) yang harus dijaga demi kemaslahatan umum. Hanya sistem Islam saja yang peduli akan kelestarian lingkungan, tidak hanya mendukung kemajuan atau pembangunan, tetapi juga mendorong penjagaan lingkungan. 

Untuk mewujudkan hal tersebut, maka Khilafah sebagai negara yang akan menerapkan aturan Allah SWT. secara Kaffah sudah memiliki mekanisme untuk mencegah sekaligus mengatasi kerusakan lingkungan. Khilafah akan mengembalikan kepemilikan SDA yang terkategori milik umum kepada rakyat dan negaralah yang akan mengelolanya untuk kemaslahatan rakyatnya. Hutan, air, sungai, danau, dan laut adalah milik rakyat secara keseluruhan.

Sabda Nabi Saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Ini adalah tindakan preventif agar tidak terjadi eksploitasi lingkungan yang berdampak pada kerusakan.

Negara Khilafah akan mengembalikan fungsi ekologis dan hidrologis hutan, sungai, dan danau. Fungsi hutan adalah sebagai pengatur iklim global sehingga pemanfaatan SDA (seperti hutan) oleh manusia tidak boleh sampai merusak dan harus dilestarikan. Negara melakukan rehabilitasi dan memelihara konversi lahan hutan agar resapan air tidak hilang dan sumber-sumber air, seperti mata air, sungai, danau, dan laut. Negara akan mengedukasi masyarakat agar menjaga lingkungan, melakukan pembiasaan hidup bersih dan sehat.

Allah SWT. melarang kerusakan di muka bumi sebagaimana firman-Nya:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَ رْضِ بَعْدَ اِصْلَا حِهَا وَا دْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًا ۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan." (QS. Al-A’raf: 56).

Negara Khilafah akan membuat Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang memperhatikan kelestarian lingkungan, seperti memperhatikan ketersediaan kawasan hijau. Kawasan hijau ini untuk daerah resapan air dan paru-paru kota. Kawasan hijau ini tentu saja tidak boleh dialihfungsikan menjadi kawasan pemukiman, industri, perkantoran, pertanian, dll. demi menjaga ketersediaan air dan udara yang bersih dan sejuk. Salah satunya membangun taman kota sebagai satu lanskap yang berfungsi membentuk estetika kota dan memberikan penyedia oksigen dan udara sejuk.

Negara Khilafah akan memperketat izin pembangunan dan alih fungsi lahan. Tidak bisa dimungkiri, alih fungsi lahan tentu perlu dilakukan, tetapi harus dilakukan secara tepat guna dan tepat sasaran. Juga bukan semata demi kepentingan para pemilik kapital, apalagi jika harus membabat hutan secara ugal-ugalan untuk pertambangan nikel seperti yang dilakukan saat ini dalam sistem kapitalisme.

Pengawasan terhadap izin dan operasional industri-industri swasta. Dalam hal ini, negara harus tegas memberi sanksi bahkan menutup industri swasta yang melakukan pelanggaran merusak lingkungan. Semisal, perusakan lingkungan akibat pertambangan nikel di Raja Ampat, penyedotan air tanah secara berlebihan, tingginya tingkat pencemaran limbah industri terhadap sumber-sumber air, tingginya emisi gas pabrik, dan lainnya.

Negara Khilafah juga akan mendorong penelitian, teknologi dan pembangunan—termasuk infrastruktur—yang ramah lingkungan. Negara akan mendukung penuh dengan dana dan memberdayakan para pakar di bidangnya sehingga lahir kemajuan sains dan teknologi ramah lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Ketika Khilafah menjadi mercusuar peradaban dengan pembangunan kota-kota skala internasional pada masanya, konsep perencanaan tata ruang tidak hanya memperhatikan aspek sosial masyarakat yang bernilai ruhiah, tetapi sangat memperhatikan kelestarian alam dan lingkungan.

Khilafah akan memberikan sanksi tegas bagi siapa pun yang melakukan perusakan lingkungan. Dalam Islam, kejahatan ini termasuk kategori jarimah takzir, jenis hukumannya diserahkan kepada penguasa atau kadi. Hukumannya dapat berupa jilid (dera), penjara, pengasingan, denda, penyitaan perampasan harta, dan penghancuran barang sesuai dengan kadar dari seberapa besar dampak dan kerusakan yang telah dilakukan oleh pelaku perusakan lingkungan.

Begitulah mekanisme Islam untuk menjaga bumi ini, hingga makhluk hidup di dalamnya merasakan ketentraman, kebahagiaan dan keberkahan. Indonesia pun bisa asalkan mau menerapkan sistem Islam di seluruh aspek kehidupan. Sebagai warga negara yang baik, langkah pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan mengkaji Islam Kaffah bersama kelompok dakwah Islam ideologis dan mendakwahkannya kepada masyarakat lainnya.

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar