Palestina dan Matinya Rasa Kemanusiaan


Oleh : Silvy Anggra

Genosida di Palestina, Tercekiknya Bantuan, dan Diamnya Dunia

Masih terjajah hingga detik ini rakyat Palestina terutama di Jalur Gaza hidup dalam penderitaan yang luar biasa. Mereka dibombardir, diblokade, dan bahkan dihalangi untuk mendapatkan bantuan makanan dan obat-obatan. Hidup di Gaza bukan lagi soal hidup layak, dapat bertahan hidup saja menjadi hal yang patut di syukuri oleh seluruh warga palestina.

Pada 12 Juni 2024, pemerintah Israel kembali menutup satu-satunya akses bantuan kemanusiaan di Gaza, yakni pusat distribusi di Kerem Shalom. Akibatnya, ribuan warga Palestina tidak bisa mendapatkan makanan, air bersih, maupun obat-obatan, dalam Beritasatu.com. Kelaparan sengaja dijadikan senjata untuk membunuh rakyat Palestina secara perlahan. Bayi-bayi yang baru lahir tak bisa mendapatkan susu. Anak-anak menangis kelaparan. Semua ini terjadi bukan karena bencana alam, tapi karena kesengajaan dari rezim penjajah Zionis.

Dan saat umat Islam di seluruh dunia merayakan Iduladha, 17 warga Palestina justru menjadi korban serangan udara Israel. Serangan itu terjadi pada 17 Juni 2024, dan sebagian besar korban adalah warga sipil, termasuk anak-anak.

Namun genosida ini bukan hanya dilakukan lewat udara dan darat. Baru-baru ini, sebuah kapal bantuan kemanusiaan bernama Madleen berisi 12 relawan dari 32 negara dunia, berusaha menembus blokade laut Israel. Mereka membawa bantuan berupa makanan, susu bayi, popok, obat-obatan, dan alat kesehatan untuk rakyat Gaza. Sayangnya, kapal ini dicegat secara paksa oleh pasukan Israel di perairan internasional pada awal Juni 2025. Para relawan ditahan, meskipun tidak ada yang terluka. Tapi kejadian ini menunjukkan bahwa bahkan bantuan yang datang dari jalur laut pun tidak dibiarkan masuk, dilaporkan oleh Al Jazeera, TRT World, Middle East Eye.

Sementara itu, di darat, ribuan relawan dari 32 negara menggelar long march dari Kairo menuju perbatasan Rafah, sebagai bentuk solidaritas kepada rakyat Palestina. Aksi damai ini bertujuan untuk menekan Mesir dan Israel agar membuka jalur kemanusiaan. Semua ini menggambarkan satu hal yaitu rakyat Palestina sedang diisolasi dari dunia, bukan hanya secara fisik tapi juga secara empati. Makanan dihalangi, obat-obatan dicegat, dan suara-suara kemanusiaan dibungkam.


Diamnya Dunia, Retorika Tanpa Tindakan

Yang lebih menyakitkan dari semua ini adalah diamnya dunia internasional. Negara-negara besar yang selalu berbicara soal hak asasi manusia, kini bungkam. Mereka bahkan mendukung Israel secara politik dan militer. Sementara negara-negara Muslim pun tidak menunjukkan langkah nyata. Mereka hanya mengecam dengan kata-kata, tanpa ada tindakan berarti. Tidak ada pasukan dikirim, tidak ada sanksi yang diberlakukan, dan hubungan diplomatik pun tetap berjalan seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Tanpa harus berbicara tentang agama, melakukan sebuah tindakan membela yang tertindas adalah fitrah kemanusiaan. Apalagi jika yang menjadi korban adalah anak-anak yang tak berdosa. Namun hari ini, banyak pemimpin yang lebih memilih menjaga kepentingan politiknya dibanding menolong manusia-manusia yang tengah sekarat. Tragedi di Palestina bukan hanya persoalan wilayah, agama, atau konflik politik semata. Ini adalah cermin nyata matinya rasa kemanusiaan dunia. itulah saat kita melihat bahwa sifat dasar manusia telah dikubur oleh sistem yang rusak.

Kapitalisme, sebagai sistem yang mendominasi dunia saat ini, telah mematikan hati manusia. Ia menjadikan materi sebagai ukuran nilai, dan memperkuat rasa kebanggan atas satu kelompok dengan yang lain. Ketika nyawa manusia dianggap lebih murah daripada keuntungan politik atau ekonomi, maka tidak heran jika genosida terhadap rakyat Palestina tak mampu menggugah hati para pemimpin dunia, termasuk pemimpin-pemimpin negeri Muslim.

Seruan atas jihad tetap hanya menjadi suara di jalanan, karena jihad tidak akan pernah terwujud tanpa seruan dari sebuah negara yang berani berdiri atas nama Islam dan membela saudaranya yang dizalimi. Model negara saat ini, yang dibangun berdasarkan sistem sekuler dan nasionalisme warisan Barat, tidak mungkin menyerukan jihad. Nasionalisme telah menjadikan umat Islam terpecah-pecah, sibuk membela batas negaranya masing-masing, dan lupa bahwa umat ini satu tubuh, satu akidah, satu kepedulian.

Lebih menyedihkan lagi, nasionalisme ini menjadikan para pemimpin Muslim bersikap pasif dan hanya melihat penderitaan Palestina sebagai masalah "mereka", bukan "kita". Padahal, jika ada satu bayi Muslim dibunuh, maka seharusnya itu mengguncang seluruh dunia Islam.

Selama sistem kapitalisme dan nasionalisme terus mengatur dunia, maka keadilan sejati tidak akan pernah hadir. Dunia akan terus diam terhadap genosida, dan penguasa Muslim akan terus membisu atau bahkan bersekongkol.


Daulah Islam sebagai Jalan Pembebasan

Kalau begitu, bagaimana solusinya? Apakah kita hanya terus mengecam? Terus menangis? Terus berdonasi tapi tak pernah menyelesaikan akar masalahnya?

Didalam islam terdapat satu sistem komprehensif yang dapat menjadi jalan keluar. Yaitu melalui penerapan syariat islam di atas bingkai daulah (negara) islamiyyah. Biasa di sebut dengan khilafah. Daulah khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang akan menerapkan syariat secara menyeluruh dan memimpin umat dengan visi akidah, bukan kepentingan duniawi. Di bawah Khilafah, seruan jihad akan menjadi kebijakan negara, bukan hanya teriakan massa. Khilafah akan menjadi pelindung umat di manapun berada, termasuk Palestina.

Agar semua itu dapat terwujud, maka kita membutuhkan jamaah dakwah ideologi yaitu kelompok yang konsisten menyerukan Islam secara menyeluruh, bukan sebagian. Jamaah ini akan terus membangun kesadaran umat, membuka mata kita akan rusaknya sistem saat ini, dan menunjukkan jalan menuju kemuliaan Islam. Maka umat harus menjawab seruan dakwah ini dan berjuang bersama. Karena Khilafah tidak akan turun dari langit, tapi lahir dari perjuangan sungguh-sungguh. Rasulullah bersabda didalam hadits, beliau bersabda “…Kemudian akan tegak Khilafah Rasyidah di atas manhaj kenabian.” (HR. Ahmad)

Maka sudah saatnya kita tidak hanya mengecam penjajahan, tapi mengakhiri sistem yang membiarkannya terus terjadi. Dan itu hanya bisa dilakukan jika kita bergerak bersama menuju perubahan hakiki, kembalinya izzah islam dalam bingkai daulah islamiyyah. Wallahu’alam bishowab.





Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar