Oleh : Erni Setianingsih S.Pd (Aktivis Muslimah)
Dilansir dari bisnisuodate.com, 16/05/2025. Viral group Facebook dengan nama "Fantasi Sedarah", dimana group ini berisi percakapan yang mengarah pada inses (seks sedarah). Tak ayal keberadaannya yang baru terdeteksi, ini memantik sorotan di media sosial dan menjadi pembahasan di dunia nyata.
Seperti biasa, setelah viral barulah Kementerian Komdigi memblokir grup tersebut. " Kami telah menghubungi Meta dan platform yang mereka operasikan, yaitu Facebook," demikian kata Wakil Menteri Angga Raka Prabowo.
Sungguh sangat mencengangkan kasus viralnya group Fantasi Sedarah di Facebook yang beranggotakan 30 ribuan lebih orang, kontennya mengandung unsur eksploitasi seksual dan telah meresahkan masyarakat. Grup-grup semacam itu merupakan konten yang menyimpang dan harus segera dimusnahkan.
Dengan maraknya hubungan sedarah ini membuktikan runtuhnya sistem keluarga dalam sistem sekuler kapitalisme. Dengan adanya bukti grup menyimpang di media sosial tersebut tentu memiliki dampak negatif pada masyarakat terutama perempuan dan anak. Namun, sayangnya mereka perduli hanya setelah kasus viral dan untuk tindakan pencegahannya sangat tidak bisa dituntaskan dari akarnya.
Padahal dampak dari fenomena Inses ini sungguh sangat mengerikan di tengah-tengah masyarakat. Apalagi negara kita adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi tidak menunjukkan indentitasnya sebagai negara religius. Nyatanya, justru gambaran keji ini menunjukkan bahwa adanya pengabaian terhadap aturan atau hukum dari agama.
Dengan kondisi masyarakat hari ini yang serba bebas tanpa aturan, tentu ini menjadi tidak terkendalikan bahkan seperti binatang. Karena demi kepuasan individu tanpa adanya aturan maka dia akan melakukan sesuatu atas kehendaknya tanpa perduli apa dampak dari perbuatannya. Bahkan binatang yang tidak berakal pun tidak pernah memangsa anaknya sendiri.
Memang manusia kalau tidak memakai akalnya maka dia akan dikendalikan oleh nafsunya. Jadi wajar ketika cinta itu harus dimanifestasikan dalam pemuasan jasadiyah semata karena yang main adalah nafsu. Batasan halal-haram pun sama sekali tidak menjadi hitungan, sehingga wajar saja terjadinya kasus Inses sedarah. Inilah yang diinginkan oleh kaum kafir, yaitu hancurnya tatanan keluarga.
Keluarga dalam pandangan sistem liberalisasi sekuler kapitalisme hari ini sudah benar-benar kehilangan makna antara anak dan orang tua, makna persaudaraan antara adik dan kakak, makna antar kerabat dengan kerabatnya, bahkan makna antara suami dan istrinya. Semua itu sudah terkikis oleh dorongan syahwat dan fantasi liar yang kian tak bisa dikendalikan.
Beginilah kondisi negara ini ketika masih bercokolnya sistem sekuler kapitalisme maka akan terus digempur oleh serangan pemikiran dan budaya sekuler yang menjadikan kebebasan sebagai ruhnya. Apalagi pemimpinnya kehilangan power dan peran untuk mengurus dan melindungi rakyatnya. Negara dalam sistem sekuler kapitalisme ini memang sudah disetting hanya berfungsi sebagai pelayan untuk kepentingan para pemodal dan kepentingan negara-negara besar. Negara juga membatasi agama dan moral menjadi urusan individu saja. Sedangkan dalam urusan publik mengharamkan campur tangan agama karena tak sesuai dengan spirit kemajuan.
Begitulah kehidupan negara ini, yang makin jauh dari nilai-nilai kebaikan. Termasuk kacaunya urusan moral individu maupun keluarga saat ini. Berbagai macam perilaku rusak yang menyimpang menjadi hal biasa dan cenderung dibiarkan oleh negara. Krisis ini pun bukan hanya di Indonesia saja tapi juga terjadi di negeri-negeri muslim lainnya.
Beda halnya dengan negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah, yaitu negara Khilafah yang mampu mengurusi dan melindungi masyarakatnya dengan begitu sejahtera dan mulia. Negara Khilafah sudah pernah berjaya selama belasan abad dan kasus yang terjadi hanya kisaran kurang lebih 200 kasus saja. Namun, ketika runtuhnya negara Khilafah di Turki pada tanggal 03 Maret 1924 membawa dampak buruk bagi kehidupan umat setelahnya.
Keruntuhan Khilafah itulah yang menjadi sebab terjadinya kerusakan pada masyarakat hari ini, karena kehilangan arah dan tujuan hidup sebenarnya. Makanya kita butuh negara Khilafah yang menerapkan aturan Islam secara utuh, bukan setengah-setengah. Dengan begitu kesejahteraan benar-benar dirasakan oleh semua masyarakat. Sebab, Islam merupakan ideologi (akidah aqliyah) yang terpancar darinya seperangkat aturan (Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, dalam kitab Nizomul Islam). Islam tidak hanya mengatur persoalan akidah saja, tapi juga tentang ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan, pemerintahan, negara, dan lainnya.
Sedangkan sistem sekuler kapitalisme telah merusak sendi-sendi kemuliaan dari manusia. Seperti halnya hukum yang dibuat tak satu pun bisa mencegah perilaku menyimpang atau kasus merugikan lainnya, malahan semakin menyuburkan. Misalnya dalam kasus zinah disuruh nikah atau dikurung dalam penjara, sedangkan dalam Islam bisa dirajam, cambuk hingga dibunuh tergantung pada besar atau kecilnya kejahatan yang dilakukan oleh pelaku. Karena hukum Islam itu tidak bisa ditawar ataupun banding, juga bukan transaksional. Bahkan seorang Khalifah ketika melakukan kesalahan pun tak luput dari pengadilan negara.
Dalam sistem Islam sangat mewajibkan negara untuk mengurus rakyatnya dalam semua aspek termasuk dalam keutuhan keluarga maupun norma-norma keluarga dalam sistem sosial. Islam menetapkan perilaku Inses sedarah sebagai suatu keharaman yang wajib dijauhi atau dimusnahkan jejaknya. Jadi, negara Khilafah harus menyiapkan berbagai langkah pencegahan seperti membangun kekuatan iman dan takwa bagi individu maupun masyarakat, menutup semua celah yang mengundang kerusakan atau hal-hal menyimpang, adanya amar makruf nahi mungkar, dan sistem sanksi yang tegas memberikan efek jera maupun menjadi penebus dosa.
Semua itu akan terlaksana dengan adanya negara Khilafah yang menerapkan semua aturan Islam sesuai Al-quran dan as-sunah. So, tidak ada alasan bagi kita untuk berdiam diri dengan zona nyaman kita. Sudah saatnya kita mengambil peran untuk berkontribusi dalam membawa perubahan, baik sebagai hamba yang taat kepada Sang Pencipta maupun untuk anak-cucu generasi mendatang.
Wallahu 'alam bissawwab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar