Kekerasan Anak dalam Keluarga, Sistem Islam yang dapat Mengakhirinya


Oleh : Lia Ummu Thoriq (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

AYS (28) dan istrinya YG (24) menyiksa bayi berusia 2 tahun yang diasuhnya hingga tewas, di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, gara-gara korban rewel. "Pengakuan tersangka sakit hati karena korban sering rewel dan menangis," ungkap Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kuansing, AKP Shilton saat dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Sabtu (14/6/2025) malam.

Tidak hanya kasus diatas, ada orang tua yang juga rela menelantarkan darah dagingnya. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan dan Anak (KemenPPPA) menyatakan ikut mengawal penanganan kasus anak yang diduga ditelantarkan dan dianiaya oleh ayah kandungnya di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Anak tersebut saat ini sedang menjalani perawatan intensif di RS Polri Kramat Jati. “Tentunya KemenPPPA akan turut monitor pendampingan anak yang komprehensif hingga pulih jiwa dan raganya,” kata Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan Kementerian PPPA, Ciput Eka Purwianti, dalam keterangannya, Jumat (13/6/2025). 

KemenPPPA juga, kata dia, mendorong agar segera dilakukan laporan sosial (lapsos) oleh pekerja sosial (peksos), termasuk penelusuran keluarga terdekat dari korban. Ciput Eka menilai upaya ini menjadi penting untuk memastikan keberlangsungan pengasuhan anak secara aman dan layak. (Tirto.id Jum'at, 13/06/2025)

Sungguh miris kekerasan yang terjadi pada anak saat ini. Fisik yang lemah menjadi sasaran empuk bagi orang sekitar untuk melampiaskan amarahnya. Banyak faktor yang membuat anak menjadi korban kekerasan dalam keluarga. Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Emosi yang tidak terkendali dari orang tua. Menjadi orang tua bukanlah sesuatu yang mudah, butuh persiapan ilmu dan mental. Perubahan status dari singgel menjadi orang tua butuh persiapan yang matang. Salah satu tantangan menjadi orang tua adalah mengendalikan emosi. Perbedaan kemauan anak dengan orang tua tak jarang membuat emosi orang tua menjadi naik. Ditambah lagi ketika anak kecil yang meminta sesuatu dengan menangis bahkan tantrum. Ini yang menjadi pemicu meledaknya emosi orang tua.
Dari kejadian ini tak jarang orang tua melakukan kekerasan terhadap anak. Fisik anak yang lemah menjadi sasaran pelampiasan emosi orang tua. Hal diperparah kerusakan moral hingga iman yang lemah dan lemahnya pemahaman akan fungsi dan peran sebagai orang tua. 

2. Ekonomi keluarga yang kurang. Kondisi ekonomi di negara kita sedang tidak baik-baik saja. PHK besar-besaran, lapangan pekerjaan yang sempit, daya beli masyarakat yang menurun. Hal ini tak dipungkiri menjadi pemicu stres dalam keluarga. Bagaimana tidak?? Setiap hari anggota keluarga membutuhkan biaya yang tak sedikit untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun hal ini berbanding terbalik dengan pemasukan yang tidak sesuai. Besar pasak daripada tiang. 
Kondisi ekonomi ini menjadi alasan orang tua yang stres untuk menyiksa anaknya dan tak jarang orang tua menelantarkan darah dagingnya di jalan. Mereka menganggap anak adalah beban hidup. Setiap hari mereka butuh makan dan pendidikan, sedangkan orang tua tak mampu memenuhi kebutuhannya. Kasus penelantaran anak banyak terjadi di negeri ini. Salah satu faktornya karena himpitan ekonomi.


3. Undang-Undang Perlindungan anak yang lemah. Undang-Undang perlindungan anak, namun nyatanya tidak mampu menuntaskan persoalan kekerasan pada anak. Sebab, UU tersebut dibangun dengan ruh sekuler dan kapitalis, sehingga tidak menyentuh akar permasalahan terjadinya beragam kekerasan pada anak, yang disebabkan oleh faktor yang kompleks dan saling berkelindan. Faktanya kekerasan pada anak sampai sekarang masih sangat banyak terjadi. Hal ini terbukti UU ini tidak mampu menyelesaikan permasalah kekerasan yang terjadi pada anak.

4. Penerapan sistem Kapitalisme Sekulerisme. Sistem kehidupan Sekularisme Kapitalisme membuat para ortu tidak tahu bagaimana cara mendidik dan mengasuh anak. Sistem ini bahkan menghilangkan fitrah atau naluri sebagai orang tua yang punya kewajiban melindungi anak-anak dan menjadikan rumah sebagai tempat yang paling aman untuk anak. Mereka tidak punya lagi rasa kasihan terhadap anak. Pukulan, cacian, teriakan semua mereka luapkan kepada anaknya. Selian itu Sistem ini juga membuat hubungan sosial antar masyarakat kering dan individualis, tidak peduli pada sesama, sehingga  memudahkan terjadinya kekerasan terhadap anak. 

Stop. Harus ada usaha serius dari semua pihak agar kekerasan pada anak tak semakin mengakar. Derita anak harus segera diakhiri. Jika tidak maka semakin banyak anak yang akan menjadi korban kekerasan. Sistem Kapitalisme Sekulerisme telah gagal mencetak orang tua yang mampu mendidik anak-anaknya. Butuh sistem alternatif agar anak-anak menjadi generasi tangguh. Sistem tersebut adalah sistem Islam. Sistem yang bersumber dari Wahyu Allah SWT sang pencipta alam dan manusia.


Sistem Islam Mengakhiri Kekerasan Anak

Islam memiliki solusi untuk semua masalah, termasuk keluarga. Penerapan Islam secara sempurna dalam kehidupan akan menjamin terwujudnya berbagai hal penting dalam kehidupan seperti kesejahteraan, ketenteraman jiwa, terjaganya iman dan taqwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebab Islam adalah ideologi (sistem hidup) yang sesuai dengan fitrah manusia dan memuaskan akal.

Salah satu fungsi keluarga adalah pelindung. Selain itu Keluarga dalam  Islam juga memiliki fungsi membentuk kepribadian Islam kepada seluruh anggota keluarganya. Negara akan melakukan edukasi untuk membentuk kepribadian Islam, dan menguatkan pemahaman tentang peran dan hukum-hukum keluarga. Sehingga setiap individu dalam keluarga memiliki pemahaman yang shahih dan komitmen untuk melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan Islam untuknya termasuk dalam membangun keluarga. Negara juga akan melakukan edukasi yang terintegrasi dan komprehensif dalam sistem pendidikan maupun melalui berbagai media informasi dari departemen penerangan Khilafah. 

Tidak hanya sistem pendidikan namun penguasa juga harus menerapkan sistem yang lain agar masyarakat hidupnya menjadi nyaman. Sistem ekonomi yang tidak stabil membuat sistem dalam keluarga menjadi terguncang. Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam. Dalam pandangan Islam sistem ekonomi harus berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah, haram berdasarkan aturan manusia. Prinsip dalam sistem ekonomi islah adalah sumber daya alam haram dikuasai oleh asing atau swasta. Negara Islam akan mengelola sumberdaya alam tersebut dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, berupa pendidikan dan kesehatan gratis. Negara juga membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk rakyat dan menjamin kebutuhan individu per individu. Dengan sistem ekonomi seperti ini keluarga akan terpenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Orang tua akan fokus mendidik anak-anaknya menjadi generasi tangguh. 

Demikianlah cara Islam dalam menjaga anak dari kekerasan. Pelaksanaan hukum Islam secara kaffah dalam berbagai aspek kehidupan akan menjamin terwujudnya ketahanan keluarga yang kuat, dan mampu mencegah terjadinya kekerasan dalam keluarga. Anak hidup aman dan nyaman hanya terwujud dalam naungan Khilafah.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar