Meneladani Pengorbanan Nabi Ibrahim Demi Kebangkitan Islam


Oleh: Yuni Indawati 

Hari Raya Idul Adha bukan sekadar perayaan ritual tahunan, melainkan momentum reflektif untuk meneladani ketaatan dan pengorbanan Nabi Ibrahim as. Bersama keluarganya, ia menunjukkan kepatuhan total terhadap perintah Allah tanpa ragu, bahkan ketika diperintahkan menyembelih anaknya sendiri. Keteladanan ini bukan hanya layak dikagumi, tetapi harus menjadi inspirasi nyata dalam kehidupan umat Islam hari ini, terutama dalam konteks perjuangan menegakkan syariah secara menyeluruh dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Sayangnya, banyak kaum Muslim hari ini yang masih membatasi ketaatan hanya dalam aspek ritual semata, seperti salat, puasa, dan haji. Padahal, Islam adalah sistem kehidupan yang menyeluruh, mencakup aspek ekonomi, hukum, pendidikan, politik, hingga sistem pemerintahan. Menolak sebagian hukum Allah, apalagi dalam ranah publik, sama saja dengan menolak ketaatan secara hakiki. Padahal Allah Swt telah memperingatkan agar jangan hanya mengambil sebagian hukum-Nya dan meninggalkan yang lain (lihat: TQS al-Baqarah [2]: 85).

Realitas saat ini membuktikan bahwa absennya penerapan syariah Islam secara kaffah menyebabkan umat Islam menderita. Korupsi merajalela, kemiskinan meningkat, penjajahan ekonomi oleh asing semakin brutal, bahkan kezaliman terhadap umat di berbagai negeri Muslim seperti Gaza, dibiarkan terus terjadi. Para pemimpin negeri Muslim, alih-alih menolong sesama Muslim, justru berlomba menyenangkan negara penjajah demi kepentingan duniawi mereka. Ini menjadi bukti nyata bahwa umat butuh sistem yang benar, bukan sekadar pergantian rezim.

Solusinya tidak cukup hanya dengan mengingat dan mengenang pengorbanan Nabi Ibrahim dalam ritual Idul Adha, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk nyata: perjuangan untuk menegakkan syariah Islam secara kaffah di bawah institusi Khilafah. Khilafah adalah mahkota kewajiban (tāj al-furūdh) dalam Islam, yang akan menjadi perisai bagi umat, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. bahwa Imam (Khalifah) adalah perisai yang melindungi umat (HR. Bukhari dan Muslim).

Khilafah bukan utopia, tetapi keniscayaan syar’i yang terbukti mampu menyatukan umat Islam, menegakkan keadilan, serta melindungi mereka dari agresi luar. Dalam sistem Khilafah, jihad bukan sekadar slogan, tapi menjadi realisasi dari cinta dan kepedulian terhadap saudara seiman di Palestina, Suriah, Uyghur, dan lainnya. Inilah bentuk pengorbanan hakiki sebagaimana dicontohkan Nabi Ibrahim: mendahulukan perintah Allah daripada hawa nafsu dan kepentingan duniawi.

Oleh karena itu, sudah saatnya umat Islam bangkit dari keterlenaan. Momentum Idul Adha ini harus menjadi titik tolak kesadaran untuk kembali kepada Islam secara total. Jangan puas dengan ibadah-ibadah simbolik semata. Taatlah kepada Allah secara kaffah, dan jadikanlah pengorbanan sebagai jalan menuju kemuliaan Islam dan kemenangan umat. Sebab, surga bukan milik mereka yang hanya berdiam dan berdoa, tetapi bagi mereka yang berjuang dan berkorban di jalan-Nya.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar