Judi Online Marak : Masa Depan Generasi di Ambang Kehancuran


Oleh : Tsaqifa Farhana (Aktivis Muslimah Mahasiswa)

Bayangkan seorang anak SMP duduk diam di kamar, bukan membuka aplikasi pembelajaran, melainkan memutar roda slot daring sambil berharap mendapatkan “cuan instan”. 

Sekali klik terasa menguntungkan. Klik kedua, uang melayang. Begitu seterusnya, hingga kecanduan. Perjudian online kini bukan lagi ancaman tersembunyi. Ia sudah menjadi bahaya nyata yang mengincar anak-anak di usia paling rentan. 

Bukan hanya orang dewasa, anak-anak pun kini bisa bermain judi online hanya bermodalkan ponsel pintar dan koneksi internet. Dengan mudahnya akses aplikasi judi melalui smartphone, bahkan anak-anak pun bisa menjadi korban. 

Salah satu jenis yang marak dimainkan adalah judi slot, yang menawarkan sensasi instan, namun menyisakan kehancuran panjang.

Menurut data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dilansir dari BeritaSatu (2025), tercatat sebanyak 197.054 anak usia 10–19 tahun bermain judi online pada Kuartal I 2025. Total transaksi yang mereka lakukan pun tidak main-main, mencapai Rp50,1 miliar.

“Angka-angka yang ada ini bukan sekadar statistik. Dampak sosial dari kecanduan judi online sangat serius, mulai dari konflik rumah tangga, prostitusi, hingga pinjaman online,” ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, dikutip dari CNBC Indonesia.

Ironisnya, Indonesia justru tercatat sebagai negara dengan pemain judi online terbanyak di dunia. Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menyebut bahwa sebagian besar pelaku berasal dari rentang usia 10-19 tahun. Artinya, generasi muda sedang diseret ke jurang kehancuran dengan sangat sistematis.

Pemerintah memang telah mengeluarkan regulasi, seperti Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas), yang menekankan pembatasan akses digital anak dan peningkatan literasi. Namun, kebijakan ini belum menyentuh akar masalah.

Sayangnya, penanganan pemerintah masih bersifat tambal sulam dan tidak menyentuh akar masalah. Pemutusan akses dilakukan secara tebang pilih; banyak situs masih bebas beroperasi.

Pemerintah lebih sibuk menghitung kerugian materi ketimbang mengambil langkah preventif dan kuratif yang menyeluruh. Ini menunjukkan bahwa dalam sistem demokrasi kapitalisme, tidak ada solusi sistemik yang bisa menyelamatkan generasi dari kehancuran.

 
Kapitalisme Akar Masalah Judi Online

Fenomena judi online yang menyasar anak-anak bukanlah kebetulan. Di baliknya, ada sistem ekonomi kapitalistik yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama, sekalipun harus merusak masa depan generasi muda. Dalam sistem kapitalisme, anak-anak bukan lagi aset bangsa, melainkan pasar yang menjanjikan. 

Judi daring, terutama jenis slot yang memiliki visual memikat dan mekanisme instan, dirancang untuk memicu kecanduan terutama pada otak muda yang masih rentan. Industri perjudian memanfaatkan celah psikologis dan visual, membuatnya tampil menarik di mata anak-anak. 

Dalam sistem kapitalisme, nilai moral bukan prioritas. Segala yang bisa mendatangkan uang dianggap sah, tak peduli dampaknya pada masyarakat. Maka, judi online tumbuh subur, dibungkus dengan teknologi, dan dibela atas nama "kebebasan digital".

Sementara itu, lemahnya peran negara dalam menangani masalah ini menambah parah keadaan. Tidak ada upaya sistematis untuk mencegah penyebaran konten judi. Bahkan pemblokiran yang dilakukan pun seringkali lamban dan tidak konsisten.

Keluarga pun turut terdesak. Orang tua, khususnya ibu, memiliki peran vital dalam mendidik dan membentengi anak dari kerusakan moral. Namun realitanya, tekanan ekonomi membuat banyak orang tua kehilangan waktu dan tenaga untuk mendampingi anak. 

Di saat yang sama, gawai menjadi "pengasuh digital" yang membuka akses ke konten berbahaya, termasuk judi. Masalah ini juga tak lepas dari budaya hedonistik dan gaya hidup instan yang makin membudaya di tengah masyarakat. 

Flexing di media sosial jadi tren, sementara anak-anak dibombardir narasi bahwa kebahagiaan adalah soal punya uang banyak dalam waktu cepat. Judi online pun dianggap jalan pintas menuju kesuksesan.

Lebih dalam lagi, akar persoalan ini bersumber dari sistem kehidupan sekular-kapitalistik yang kini menjadi dasar negara. Sistem ini menyingkirkan agama dari ruang publik, sehingga masyarakat kehilangan arah hidup yang benar. Islam hanya dipahami sebagai ibadah ritual, bukan sebagai solusi menyeluruh bagi kehidupan.


Islam Solusi Keluarga, Pendidikan, dan Negara

Islam memiliki pendekatan yang menyeluruh dalam menangani masalah seperti judi online. Dalam Islam, keluarga adalah pilar utama pendidikan anak. Terutama ibu, yang dipandang sebagai madrasah pertama dan utama.

Keluarga Muslim yang kuat secara akidah akan melahirkan anak-anak yang tidak mudah tergoda oleh maksiat. Namun peran keluarga tidak akan optimal jika sistem yang menaunginya merusak. Karena itu, Islam menempatkan pendidikan sebagai instrumen penting dalam membentuk pola pikir dan perilaku anak.

Dalam sistem pendidikan Islam, anak dididik untuk menjadikan halal dan haram sebagai standar dalam bertindak, termasuk dalam menggunakan teknologi dan berinteraksi di dunia digital.

Yang tak kalah penting adalah peran negara. Dalam sistem Islam (Khilafah), negara tidak bersikap netral terhadap kerusakan moral. Negara memiliki kewajiban syar’i untuk menjaga masyarakat dari konten berbahaya, termasuk judi online. Akses ke situs haram akan ditutup secara menyeluruh, bukan setengah hati. 

Regulasi digital tidak berdasarkan kebebasan pasar, tetapi berdasarkan kemaslahatan umat. Digitalisasi pun akan diarahkan untuk tujuan yang sesuai syariah, yakni pendidikan, dakwah, dan pelayanan publik. Negara tidak akan tunduk pada kepentingan kapital, melainkan pada hukum Allah SWT.


Saatnya Berani Berubah

Sudah saatnya kita jujur dan menyadari bahwa, fenomena judi online di kalangan anak-anak tidak akan pernah tuntas jika kita terus mempertahankan sistem kehidupan kapitalisme.

Selama kebebasan individu dijunjung tanpa batas, selama materi menjadi standar kebahagiaan, dan selama negara hanya berfungsi sebagai regulator pasar, maka kehancuran moral akan terus terjadi—dengan korban paling besar adalah generasi muda.

Oleh karena itu, solusi sejati bukan sekadar memblokir situs atau menggelar seminar literasi digital, tetapi dengan mengganti sistem yang rusak ini dengan sistem Islam yang sahih dan menyeluruh. 

Sistem yang dibangun bukan di atas keuntungan, tetapi di atas ketaatan kepada Allah SWT.

Sistem Islam hadir untuk melindungi, membina, dan mengarahkan umat kepada kebaikan. Ia bukan sekadar solusi temporer, melainkan jawaban menyeluruh untuk menyelamatkan generasi dari bahaya judi, kemiskinan moral, dan kehampaan makna hidup.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar