Oleh: Nayla Adzkiya Amin (Mahasiswa)
Saat ini anak muda banyak yang enggan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan karena banyaknya faktor yang memengaruhi.
Dahulu, pernikahan dianggap menjadi salah satu 'pembuktian' kedewasaan pada remaja, tanda sudah siap untuk memikul tanggung jawab lebih besar, dan memasuki fase hidup yang lebih tinggi lagi. Namun, sekarang pernikahan menjadi bayang-bayang negatif yang menjadikan alasan remaja saat ini memilih untuk menunda atau bahkan tidak untuk menikah.
Banyaknya kegagalan pada pernikahan di keluarga atau lingkungan sekitar menjadi faktor utama remaja memilih untuk menunda pernikahan. Banyak sekali faktor yang menjadikan seseorang yang menjadikannya gagal dalam pernikahan, baik dari segi ilmu hingga harta. Menurut Badan Pusat Statistik 2024 alasan perceraian terbanyak adalah karena masalah perdebatan terus menerus, selanjutnya di nomor kedua adalah karena adanya masalah keuangan.
Remaja saat ini terbayang-bayang persoalan biaya hidup yang kian tinggi, harga hunian yang seakan tidak mungkin dibeli, juga persaingan pekerjaan yang seakan tidak mungkin dimiliki. Berdasarkan data di atas, faktor inilah yang menjadi faktor kedua yang menjadikan remaja enggan menikah, terlebih bahwa remaja saat ini sudah merasakan rusaknya ekonomi setelah terjadinya wabah Covid-19 di 2020 lalu.
Banyak sekali anak muda yang menilai bahwa bukan masalah besar jika tidak memiliki pasangan hidup, sebaliknya, akan menjadi masalah besar apabila pemuda tidak memiliki kestabilan ekonomi. Tak hanya itu, sebenarnya mudahnya akses kepada media sosial juga memengaruhi isi pikiran tiap remaja, dan tentu memengaruhi bagaimana mereka memiliki opini.
Fakta bahwa ekonomi negara kita sedang dalam kondisi yang buruk menjadi faktor terbesar seseorang enggan untuk menikah. Pada keadaan seperti sekarang ini untuk berhasil membiayai diri sendiri dan bertahan saja sudah seperti menjadi sebuah prestasi.
Selain itu, kehidupan hedonisme dan konsumerisme sudah menjadi budaya dan menjadi standar kehidupan sekarang, akibatnya adalah rasa tidak pernah cukup pada satu hal, sehingga terus merasa kekurangan. Pemahaman hidup ini yang segalanya butuh uang menjadi peran yang membuat pemuda merasa selalu kurang dalam pemenuhan kehidupan dan memilih untuk memenuhi kebutuhan dan gaya sendiri, dibanding melanjutkan kehidupan ke jenjang lebih tinggi.
Tak hanya itu, pernikahan juga dianggap sebagai beban dibandingkan ibadah sepanjang hayat. Anggapan bahwa pernikahan ini justru menambah individu baru dan masalah hidup berlebih lebih sering digaungkan dibandingkan dengan fakta bahwa pernikahan adalah ibadah, dan upaya untuk menghadirkan keturunan baru yang bertakwa.
Saat ini, masalah terberat adalah persoalan ekonomi, hidup yang begitu kapitalistik. Berbeda dengan bagaimana Islam memandang, kebutuhan dasar akan dipenuhi oleh negara dan lapangan pekerjaan terbuka luas sehingga memudahkan masyarakat untuk mencari nafkah. Selain itu, kekayaan alam dikelola oleh negara dan digratiskan kepada seluruh masyarakat, sehingga masyarakat mendapatkan bagiannya dan tidak mendapati kerugian karena pengelolaan diserahkan pada pihak asing.
Peran kedua negara dalam Islam adalah memberikan pendidikan yang layak. Memberikan pemahaman bahwa kehidupan hedonisme itu bukanlah pendidikan yang Islam ajarkan dan budayakan, sehingga masyarakat dapat menekan banyak biaya hidup yang akan menimbulkan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana Rasulullah bersabda "Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian sudah mampu menikah, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menenteramkan mata dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu tameng baginya." (HR. Bukhari).
Lapisan terakhir adalah penguatan pada keluarga. Memberikan pendidikan dan mendorong pemahaman bahwa pendidikan merupakan ibadah dan bentuk dari penjagaan keturunan yang sudah Allah siapkan.
Wallahu 'alam bisshawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar