HIV/AIDS Menggerogoti Generasi: Remaja Terinfeksi, Bayi Terancam


Oleh: Rina Rusaeny, S.Pd (Aktivis Muslimah)

Setiap 1 Desember, dunia memperingati Hari AIDS Sedunia sebagai pengingat akan pentingnya pencegahan dan penanganan HIV/AIDS. Namun, di Kalimantan Timur, peringatan ini dibayangi oleh meningkatnya jumlah kasus. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Samarinda, Ismed Kusasih menyampaikan hingga Oktober 2025 tercatat kasus baru HIV sepanjang tahun ini, dengan 2.225 penderita yang saat ini harus menjalani pengobatan seumur hidup.

Kondisi serupa juga terlihat di Balikpapan. Tercatat hingga September 2025 terdapat 261 kasus baru HIV, dengan 49 kasus diantaranya telah berkembang menjadi AIDS. Meski kasus masih di dominasi kelompok usia 25-49 tahun, lonjakan signifian justru terjadi pada kelompok usia muda. Sebanyak 61 kassus tercatata pada remaja berusis 15-24 tahun, bahkan jumlah kasus dikalangan pelajar dan mahasiswa tercatat lebih tinggi dibandingkan kelompok beresiko seperti pekerja seks.

Sementara di Bontang, data yang dilansir Tim Kerja Pengendalian Penyakit Menular. Dinkes Bontang mengungkap, sepanjang 2025 terdapat 43 kasus baru HIV yang memilukan termasuk lima remaja diantaranya berusia 15-19 tahun. Hingga Desember 2025, mayoritas penderita masih berada pada rentang usia prodktif 25-49 tahun dengan persentase 71,42 persen. 

Lonjakan kasus di Samarinda, Balikpapan, dan Bontang hanyalah potret kecil dari masalah nasional yang kian serius. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan 2.264 kasus baru HIV pada ibu hamil sepanjang 2025. Angka inii menguatkan fakta bahwa penularan HIV telah menjangkau kelompok paling rentan. Jika penanganan ibu hamil yang terinfeksi HIV tidak diperkuat secara sistematis, maka ancaman terhadap ibu ke anak risiko penularan akan terus berualang.


Akar Masalah Meningkatnya Kasus HIV/AIDS

Berdasarkan fakta diatas menunjukkan bahwa meningkatnya kasus HIV/AIDS yang kini menyasar semua kalangan mulai dari remaja, pelajar, mahasiswa hingga ibu hamil menegaskan bahwa persoalan ini bukan lagi persoalan individu melainkan sistemik. Penyebaran HIV tidak lagi terbatas pada kelompok berisiko tertentu, tetapi malah masuk ke ruang keluarga, dunia pendidikan, dan bahkan mengancam generasi sejak dalam kandungan. Ironisnya, negara belum sungguh-sungguh mempersoalkan proses penularan ini sebagai dampak dari sistem kehidupan yang bermasalah.

Respon yang diambil masih berkutat pada edukasi dan penaganan medis. Padahal HIV bukan semata lahir dari kurangnya informasi, tetapi dari rusaknya pola pergaulan yang di normalisasi. Ketika kebebasan tanpa batas dijadikan standar untuk berperilaku. Perilaku berisiko pun dianggap wajar, sementara dampaknya dibiarkan.

Lonjakan kasus pada ibu hamil semakin mempertegas kegentingan situasi. Kebijakan negara cenderung fokus pada terapi dan pengobatan, sementara pencegahan struktural diabaikan. Ditengah realitas sosial, pergaulan bebas tidak hanya terjadi pada remaja, tetapi juga pada pasangan menikah yang terpisah jarak jauh karena tuntutan ekenomi, belum lagi fenomena perselingkuhan dan hubungan berisiko yang semakin membuka jalan penularan HIV ke dalam rumah tangga, hingga ibu dan bayi menjadi korban.

Jika ditelisik lebih mendalam, masalah ini berakar pada cara pandang sekuler liberal yang menjauhkan agama dari pengaturan kehidupan. Ketika agama hanya dibatasi pada ibadah personal. Generasi kehilangan standar halal dan haram, baik dan buruk, terpuji ataupun tercela. lalu menjadikan hawa nafsu sebagai penentu perilaku. Ditambah lagi, sistem ini membuka pintu lebar bagi budaya barat untuk menguasai ruang pikir dan perilaku generasi, menjadikannya tontonan, tuntunan, sekaligus tuntutan hidup. Sehingga wacana melahirkan generasi pelopor perubahan kian sulit terwujud.

Ketika Islam dijauhkan, akidah generasi melemah dan pergaulan bebas menjadi tak terbendung. Circle bahkan kelompok terorganisir membuat penyebarannya meningkat, ketika sudah terlanjur masuk dalam kelompok tersebut sulit untuk keluar. Karena itu, mengandalkan kesadaran individu semata jelas tidak cukup, tetapi harus ditopang oleh peran negara.


Islam sebagai Solusi Hakiki Penanganan HIV/AIDS

Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna, yang memiliki mekanisme dalam mencegah dan memberikan solusi komperhensif dalam penanganan HIV/AIDS, baik pada generasi maupun masyarakat secara umum mulai dari kebijakan promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif. Pendekatan ini menempatkan negara sebagai penjaga generasi, bukan hanya fokus pada edukasi, penyedia layanan kesehatan ketika kerusakan telah terjadi. 

Dalam aspek promotif, Islam membangun kesadaran melalui pendidikan berbasis akidah yang membentuk pola perilaku sesuai tuntunan syariat. Sistem Islam melahirkan individu bertakwa yang senantiasa terikat pada hukum Allah SWT dalam setiap aktivitasnya. Ketaatan ini bukan paksaan, melainkan kesadaran untuk meraih ridha Allah SWT sebagai puncak kebahagiaan seorang Muslim.

Selanjutnya, kebijakan preventif dijalankan dengan menutup seluruh pintu perilaku menyimpang dan berisiko yang menjadi penyebab utama penularan HIV. Islam secara tegas melarang zina, pergaulan bebas, prostitusi, penyimpangan seksual, konsumsi khamr, narkoba, dan serta menutup semua tayangan pornografi disertai kewajiban negara menegakkan amar ma’ruf nahi munkar serta menerapkan sanksi yang tegas dan menjerakan. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kalian mendekati zina…” (QS Al-Isra: 32).

Adapun dalam aspek kuratif dan rehabilitatif, Islam mendorong tobatan nasuha bagi pelaku penyimpangan, sekaligus menjamin layanan kesehatan terbaik bagi mereka yang terinfeksi bukan karena perilaku menyimpang. Islam menolak stigma, menguatkan harapan hidup, dan memanfaatkan perkembangan sains untuk mencegah penularan lanjutan, sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Setiap penyakit ada obatnya…” (HR Muslim).

Dengan kerangka ini, Islam hadir sebagai solusi menyeluruh atas krisis HIV/AIDS yang berakar pada paradigma sekuler-liberal. Islam tidak hanya menekan penularan penyakit secara fisik, tetapi juga membangun manusia yang berakhlak, bermoral, dan bertakwa. Melalui penerapan sistem Islam secara menyeluruh dalam bingkai negara, generasi tidak hanya diselamatkan dari krisis, tetapi juga dipersiapkan menjadi pelopor perubahan yang membawa kebaikan dan keberkahan bagi peradaban.Wallahu a‘lam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar