BENCANA EKOLOGIS MAUPUN GENOSIDA, MUARANYA SAMA, IDEOLOGISASI


Oleh : Liza Khairina

Sudah dua tahun lebih Gaza menjerit memanggil pertanggungjawaban saudara-saudara muslim dan para penguasanya. Tidak berlebihan permintaan mereka, hanya peduli pada mereka sebagai saudara seaqidah dan bertanggung jawab bersama untuk memperjuangkan simbol-simbol Islam, tanah kharajiyah dan Masjid Al-Aqsha.

Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Respon kaum muslimin sedikit yang memiliki empati, apalagi penguasanya yang berkhianat berdiri di samping musuh. Ikut-ikutan menawarkan solusi dua negara "by desain" Barat. Hal ini sungguh menyayat hati. Mesir dan Arab Saudi, negara terdekat Gaza terang-benderang menjilat penguasa Barat karena kecintaannya pada kehidupan dunia.

Gaza berjuang sendiri tanpa pembela. Sekelompok militan kecil Hamas tentulah tidak cukup sebanding menghadapi kekuatan global Barat dengan ideologi kapitalismenya. Israel dengan kebenciannya yang mendarah daging pada kaum muslimin terus menerus menjadikan Gaza sasaran ambisi ajaran dan bisnis senjata massal.

Sungguh, ini bukan bencana perang sebagaimana orang-orang katakan. Tapi bencana genosida keserakahan yang muaranya adalah bencana ideologi. Pun sama menyesakkannya dengan kondisi saudara-saudara kita di Sudan, Rohingya dan Uighur yang sampai hari inipun keadaan mereka terus dalam ketakutan dan kekhawatiran. Kematian dan kelaparan di depan mata.

Begitu pula dengan kondisi di negeri paru-paru dunia, Nusantara tercinta. Jika Gaza, Sudan, Rohingya dan Uighur porak poranda oleh kepongahan dan sikap serakah orang-orang kafir timur dan barat. Tidak dengan indonesia yang hari ini dalam kondisi darurat bencana ekologis. Sumatera dan Aceh menghadirkan cerita pilu, luka sembilu oleh penguasa dan regulasi yang dibuatnya. Banjir bandang yang meluluh-lantakkan wilayah-wilayah pemukiman penduduk sedang menceritakan kisahnya. Tentang tanah yang digunduli dan ditambangi. Kayu-kayu gelondongan dengan tanda berwarna merah juga putih di batangnya adalah tanda bencana besar ini sedang didesain oleh bangsanya sendiri.

Korban banjir bandang dan longsor hingga pada kondisi terisolasi dan kelaparan. Mereka pelan-pelan mati bukan karena banjir, tapi lambannya bantuan logistik oleh negara sebagai penanggung jawab rakyat. Padahal bencana ekologis ini karena tangan-tangan serakah mereka yang tamak yang dampak bencananya justru  harus rakyat yang menerimanya. Ini adalah kezhaliman sistemik yang muaranya lagi-lagi adalah bencana ideologis.

ظهر الفساد في البر والبحر بما كسبت ايد الناس ليذيقهم بعض الذی عملوا لعلهم يرجعون
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar)." (QS. Ar Rum ayat 41)

Baik bencana ekologis maupun genosida yang terjadi di negeri-negeri kaum muslimin adalah karena kepemimpinan berpikir kapitalisme dan sosialisme yang menghinakan umat manusia, hususnya umat Islam yang terdampak besar sebagai musuh ideologisnya. Nyata menentang pemikiran rusak kapitalisme dan sosialisme yang menjadikan akal manusia sebagai sumber hukum. Karenanya, tidak ada pilihan lain untuk bisa keluar dari kondisi buruk bencana alam dan manusianya ini, kecuali mengambil sumber hukum hanya dari Allah swt.

Sebab ketika orang-orang beriman meninggalkan hukum Allah swt dalam kepemimpinan berpikir, akan berada pada kondisi bencana dimana-mana. Gaza, Sudan, Rohingya dan Uighur yang seharusnya dalam pengurusan seorang khalifah (pemimpin dalam sistem Islam), kini dibiarkan berjuang sendiri dengan kuatnya iman individual saja. Negeri-negeri muslim lainnya seperti orang asing, menjadi penonton setia tanpa bisa berbuat apa.

Banjir bandang yang melanda tiga provinsi besar di Indonesiapun, kita hanya bisa berharap pada bantuan warga yang peduli, tidak dengan pemerintahnya yang sekularistik,  gamang dengan melempar narasi-narasi menjijikkan ke publik. Seperti pernyataan: "Pemberitaan terkait banjir di media tidak sama dengan kenyataan; Donasi harus dapat ijin; Tidak butuh bantuan luar, dan lain-lain" dengan alibi cuci tangan dari menyelamatkan korban terdampak.

Sungguh, kaum muslimin harus begini amat keadaaanya tanpa perisai, tanpa pemimpin yang menjaga agama, harta, jiwa, akal, keturunan sebagaimana dahulu para khalifah melindunginya dengan maqasidus syariah yang bersumber dari Alquran dan hadits.

Rentetan peristiwa yang memilukan ini seharusnya menjadi pelajaran untuk segera kembali pada aturan Allah swt, kepemimpinan berpikir islam yakni khilafah yang pernah memayungi dunia dengan kemakmuran yang nyata, keamanan yang terjaga, juga keadilan bagi seluruh makhluk Allah swt di jagat raya.

ولوان اهل القری امنوا واتقوا لفتحنا عليهم بركات من السماء والارض ولكن كذبوا فاخذنهم بما كانوا يكسبون
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan ayat-ayat kami, maka kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al a'raf ayat 96)




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar