Manusia Perusak Alam, Mengingkari Amanah Sebagai Penjaga Bumi


Oleh : Siti Rima Sarinah
 
Musibah dan bencana tidak datang begitu saja tanpa sebab. Musibah banjir dan tanah longsor yang melanda Aceh dan Sumatera telah banyak menelan korban jiwa. Dalam sekejap mata, rumah dan harta benda yang mereka miliki hanyut terbawa arus banjir yang sangat dahsyat. Menyisakan kepiluan dan kesedihan yang teramat dalam, karena harus berpisah dengan orang tua, suami, istri, anak dan sanak keluarganya lainnya. Siapakah yang harus bertanggung jawab dengan musibah yang melanda negeri ini?

Menanggapi banyaknya musibah yang terjadi, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyatakan bahwa perilaku merusak alam dengan membakar hutan bukan hanya melanggar hukum, melainkan juga mengingkari amanahnya sebagai penjaga bumi. Orang yang mengaku beriman seharusnya tidak merusak lingkungan, tatkala alam terganggu, stabilitas sosial, kenyamanan beribadah dan kesejahteraan masyarakat pun akan terdampak (kompas.com, 07/12/2025)

Memang benar, manusia diamanahi oleh Allah swt menjaga kelestarian alam dan memberi izin untuk memanfaatkan dan mengelola alam sesuai dengan aturan yang benar. Karena, alam semesta dan kehidupan telah diciptakan dengan begitu sempurna agar manusia dan makhluk lainnya bisa hidup didalamnya. Sehingga alam ini harus senantiasa dijaga kelestarian dan tak boleh satu orang pun yang melakukan kerusakan hutan, karena akan membawa malapetaka yang sangat besar.


Peran Penting Hutan Bagi Kehidupan

Hujan yang turun mengguyur bumi adalah sebuah karunia dan anugerah yang patut disyukuri. Karena dengan adanya hujan, semua makhluk di muka bumi ini bisa bertahan hidup. Karena air hujan sangat dibutuhkan oleh semua makhluk tanpa adanya air makan semua makhluk akan mati. Namun mengapa hujan yang diklaim menjadi penyebab banjir yang melanda negeri ini, padahal jelas hujan tidak akan menyebabkan bencana tatkala hutan dijaga kelestariannya.

Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS UGM, Hatma Suryatmojo menyatakan hutan di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) berperan penting sebagai penyangga hidrologis yang bisa menjadi spons untuk menyerap air hujan masuk kedalam tanah dan menahannya untuk tidak langsung masuk ke sungai. Dari berbagai penelitian hutan tropis yang ada diwilayah Sumatera dan Kalimantan dapat menampung air hujan sampai 35%.  Hutan memiliki kemampuan mengembalikan air ke atmosfer melalui proses evapotranpirasi hingga 40 perser dari total hujan.

Menjaga kelestarian hutan sangatlah penting agar dapat menjaga keseimbangan siklus air dan dapat mencegah banjir saat musim hujan. Saat hutan di hulu rusak dan gundul, otomatis akan merusak siklus hidrologis alami dan semua fungsi hutan akan menghilang. Air hujan yang derap tidak dapat terserap karena telah kehilangan lapisan tanah porositas akibat hilang jaringan akar pohon. Sehingga mengakibatkan air hujan langsung mengalir deras ke hilir dan mengakibatkan banjir dan tanah longsor.


Musibah Banjir Ulah Tangan Manusia

Kita semua tentu sudah mengeahui peran penting hutan yang bukan hanya menjadi paru-paru dunia, melainkan juga sebagai tempat serapan air tatkala hujan turun. Namun sayangnya, deforestasi masif dilakukan untuk perkebunan sawit  dan  pertambangan. Puluhan ribu hektare hutan di Aceh dan Sumatera Utara hilang untuk perkebunan sawit, pertambangan dan pembalakan liar. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2014-2024), hutan lindung dan konservasi di kedua provinsi ini berkurang hingga 40%.

Ada 31 perusahaan yang tersebar di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat yang disinyalir melakukan pelanggaran hingga menimbulkan bencana yang dialami oleh ketiga wilayah tersebut (inewsumbar,15/12/2025). Perusahaan-perusahaan tersebut telah merusak ekosistem hutan dan mengalihfungsikan hutan sehingga menghilangkan fungsi hutan, wilayah DAS menjadi kritis yang mengakibatkan percepatan aliran air dan menyebabkan tanah longsor. Yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang memberikan izin kepada perusahaan tersebut, karena tidak mungkin perusahaan tambang dan sawit bisa beroperasi tanpa ada izin dari pemangku kebijakan di negeri ini?


Alam Rusak Akibat Berada Dalam Sistem Dan Orang Yang Salah

Kerusakan alam tidak datang dengan sendirinya. Ada faktor sistem dan aturan serta pemangku kebijakan yang berdiri dibelakangnya. Sistem kapitalis yang menjadi landasan lahirnya kebijakan dan aturan di negeri ini hanya memfokuskan pada materi semata. Hutan tidak bisa diamkan begitu saja, karenanya hutan pun harus menjadi sumber pundi-pundi yang akan menghasilkan cuan.

Dengan beragam dalih, para pemangku kebijakan menyakinkan rakyat bahwa perkebunan sawit tidak akan merusak kelestarian hutan, Pembalakan liar, pertambangan emas, batu bara dan pertambangan lainnya pun terus dilakukan dengan beragam dalih. Tanpa mengindahkan bahaya yang akan muncul dibalik keserakan mereka. Dan rakyatlah yang harus menjadi korban dari kerusakan hutan akibat keserakahan mereka. Dan mengklaim curah hujan yang tinggi sebagai penyebab dari bencana dari ulah tangan mereka.

Inilah gambaran sistem kapitalis sang pembawa masalah yang senantiasa menyengsarakan rakyat. Hal ini harus menyadarkan kita bahwa kelestarian hutan hanya bisa dijaga oleh sistem dan aturan yang menjadikan individu rakyatnya taat pada aturan sang pemilik jiwa manusia dan alam semesta. Oleh karenanya, kelestarian hutan dan semua kerusakan yang datang silih berganti akan sirna, tatkala sistem yang mengamanah manusia sebagai penjaga bumi hadir dalam kehidupan kita. Tanpa kehadiran sistem dan aturan yang benar, negeri ini akan terus terkungkung oleh berbagai masalah dan bencana.
 




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar