Gen Z Terancam di Ruang Digital: Ketika Kapitalisme Merusak Generasi dan Islam Disingkirkan


Oleh: Yuni Indawati

Pernyataan Menteri Komunikasi dan Digital bahwa setiap hari pemerintah menerima laporan konten pornografi anak di media sosial seharusnya mengguncang kesadaran publik. Fakta ini bukan sekadar angka statistik, melainkan potret kegagalan serius dalam melindungi generasi. Anak dan remaja hari ini hidup dalam ruang digital yang nyaris tanpa sekat, sementara negara tampak gagap membaca akar persoalan dan justru sibuk menambal permukaan masalah.

Selama ini, media sosial kerap dijadikan kambing hitam atas rusaknya perilaku anak dan remaja. Padahal, media sosial bukanlah biang keladi utama. Ia hanya berperan sebagai akselerator yang mempertebal emosi, dorongan, dan kegelisahan yang telah tertanam sebelumnya. Anak yang tumbuh tanpa pegangan nilai yang kokoh akan mudah terseret arus konten apa pun—entah itu pornografi, perundungan, atau gaya hidup liberal. Masalahnya bukan pada layarnya, tetapi pada kosongnya arah hidup generasi.

Lebih dalam lagi, krisis ini berakar pada sistem sekularisme-kapitalisme yang diterapkan dalam kehidupan. Sistem ini mencabut agama dari pengaturan publik dan menjadikan keuntungan sebagai tolok ukur utama. Akibatnya, ruang digital dipenuhi konten yang mengejar klik, viralitas, dan cuan, tanpa peduli dampaknya bagi akal dan moral anak. Dalam sistem seperti ini, generasi bukan dipandang sebagai amanah, melainkan sebagai pasar yang bisa dieksploitasi.

Berbagai kebijakan pembatasan media sosial yang kini digulirkan sejatinya hanyalah solusi instan dan pragmatis. Pembatasan jam, pemblokiran konten, atau pengawasan teknis tidak akan menyentuh akar persoalan. Anak mungkin dijauhkan sementara dari satu platform, tetapi tetap hidup dalam sistem yang sama—sistem yang membentuk cara berpikir, gaya hidup, dan tujuan hidup yang rusak. Tanpa perubahan mendasar, kerusakan hanya akan berpindah bentuk.

Islam memberikan pandangan yang jauh lebih mendasar dan solutif. Perilaku manusia dibentuk oleh pemahaman hidupnya, bukan oleh teknologi. Media sosial hanyalah produk iptek (madaniyah) yang penggunaannya sangat ditentukan oleh ideologi yang melingkupinya. Karena itu, negara wajib membangun benteng keimanan dan pola pikir Islam melalui sistem pendidikan yang benar, agar generasi mampu menyikapi arus informasi dengan akal yang jernih dan iman yang kokoh.

Lebih dari itu, hanya penerapan Islam secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan, sebagaimana dalam sistem Khilafah, yang mampu menciptakan lingkungan ideal bagi lahirnya generasi taat dan tangguh. Islam tidak hanya mengatur pendidikan, tetapi juga media, ekonomi, dan sosial, sehingga konten merusak tidak diberi ruang hidup. Inilah sebabnya, penyelamatan generasi tidak cukup dengan regulasi digital, tetapi membutuhkan kesadaran kolektif umat untuk memahami dan memperjuangkan penerapan Islam sebagai solusi hakiki atas krisis generasi hari ini.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar