Sudan dan Luka Dunia Islam: Saatnya Kembali pada Syariah Kaffah


Oleh: Agung Ratna (Aktivis Muslimah Peduli Umat)

Sudan kembali berdarah. Wilayah Darfur, khususnya kota El-Fasher, menjadi saksi kebiadaban yang nyaris tak terbaca lagi oleh nurani manusia. Pembantaian terhadap warga sipil, penghancuran fasilitas medis, serta gelombang pengungsian puluhan ribu orang dalam hitungan hari. Semua ini mengulang tragedi lama yang tak pernah benar-benar selesai.

Menurut laporan Republika (29/10/2025), sedikitnya 1.500 jiwa terbunuh dalam tiga hari, sementara lebih dari 60.000 warga mengungsi hanya dalam empat hari terakhir menurut Minanews. Rumah sakit dibombardir, anak-anak menjadi korban, dan jasad manusia berserakan di tanah El-Fasher. Dunia menatap seperti biasa dengan keprihatinan tanpa tindakan.


Konflik yang Tak Pernah Usai

Sejak kejatuhan pemerintahan al-Bashir pada 2019, Sudan tidak pernah benar-benar stabil. Dua kekuatan bersenjata militer nasional dan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) berebut kuasa atas negeri yang sudah lama terjerat konflik etnis dan kepentingan luar.

Namun di balik perebutan kekuasaan itu, tersimpan akar masalah yang jauh lebih dalam yaitu negara tanpa sistem hidup yang berlandaskan wahyu. Sudan, sebagaimana negeri-negeri Muslim lainnya, terus dikelola dengan sistem sekuler peninggalan penjajahan. Kekuasaan diperebutkan bukan untuk menegakkan hukum Allah, tapi demi kursi dan pengaruh.

Inilah sebabnya darah kaum Muslim terus tumpah di Palestina, Suriah, Yaman, dan kini di Sudan. Bukan karena umat lemah, tetapi karena mereka kehilangan arah dan kehilangan sistem yang seharusnya menyatukan mereka.


Kegagalan Sistem Sekuler dan Kolonialisme Baru

Konflik Sudan bukan hanya persoalan internal. Ia merupakan bagian dari pola besar yaitu politik pecah-belah yang terus dimainkan oleh kekuatan global. Dukungan senjata, intervensi diplomatik, hingga perang proxy, semua menjadi cara halus menancapkan pengaruh di Afrika dan dunia Islam.

Selama umat Islam masih bergantung pada sistem politik sekuler dan hukum buatan manusia, maka mereka akan terus menjadi pion dalam permainan kekuasaan global. Sistem sekuler tidak pernah hadir untuk melindungi darah umat, melainkan untuk melanggengkan dominasi asing atas negeri-negeri Muslim. Allah SWT telah memperingatkan:
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى ۝١٢٤
Artinya : Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta (QS. Thaha ayat 124). 

Bukankah ini yang terjadi di hadapan hari ini? Negeri yang kaya akan sumber daya alam justru terjerat perang, kelaparan, dan pengungsian, karena berpaling dari hukum Allah.


Islam: Satu-satunya Jalan Menyelamatkan Umat

Tidak akan ada akhir bagi penderitaan Sudan selama sistem yang rusak tetap dipertahankan. Tidak cukup hanya menyerukan perdamaian atau bantuan kemanusiaan. Keduanya penting, tetapi bukan solusi akar. Sebab sumber penyakitnya bukan semata perang, melainkan absennya penerapan syariah secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.

Hanya dengan hukum Allah, penguasa akan tunduk pada prinsip amanah, bukan hawa nafsu. Rakyat terlindungi oleh keadilan, bukan oleh kekuatan senjata. Umat disatukan dalam persaudaraan iman, bukan dibelah oleh batas dan kepentingan. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَاَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ
Artinya : Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka (QS. Al-Ma’idah: 49)

Inilah panggilan yang seharusnya menggema dari setiap tragedi umat Islam. Kembalilah kepada hukum Allah, kembalilah kepada sistem yang diturunkan untuk mengatur kehidupan secara total.


Tanggung Jawab Umat

Muslim tidak boleh lagi menjadi penonton bisu di hadapan genangan darah saudara-saudaranya seiman. Solidaritas bukan sekadar donasi, tetapi kesadaran ideologis bahwa Islam memiliki sistem yang mampu menghentikan kezaliman dan menegakkan keadilan sejati.

Muslim saat ini harus mendidik generasi agar paham bahwa Islam bukan hanya ritual, melainkan peradaban yang memiliki aturan ekonomi, politik, dan sosial yang adil. Para ulama, cendekiawan, dan juru dakwah harus berani menyeru umat untuk meninggalkan sistem rusak dan kembali kepada syariah kaffah dengan penuh keyakinan dan perjuangan.


Penutup

Tragedi Sudan adalah cermin betapa rapuhnya dunia Islam ketika jauh dari hukum Allah. Setiap darah yang tumpah adalah panggilan untuk sadar, bahwa hanya dengan Islam yang diterapkan secara menyeluruh umat ini akan kembali mulia, damai, dan berdaulat. Allah SWT berfirman :
وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْۖ
Artinya : Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa...” (QS. An-Nur: 55)

Sudan tidak butuh sekadar bantuan dunia. Sudan butuh Islam yang kembali menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam bishshawwabi




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar