KHUTBAH PERTAMA
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اللهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلًا نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ١٣ (اَلْحُجُرَاتُ)
Alhamdulillâhi Rabbil ‘Âlamin, Segala puji bagi Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, serta mempertemukan kita di tempat yang diberkahi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallâhu alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah Subhânahu Wa Taâlâ dengan sebenar-benarnya takwa sebagaimana firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. (QS. Âli Imrân [3]: 102).
Sungguh takwa adalah benteng terakhir kita di tengah kehidupan akhir zaman saat ini. Dan sungguh, hanya dengan takwa kita akan selamat di dunia dan akhirat.
Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Fenomena perundungan (bullying) kini menjadi salah satu wajah kelam kehidupan anak dan remaja Indonesia. Di balik kemajuan teknologi dan pendidikan, justru tumbuh budaya kekerasan yang diam-diam melukai generasi mudabaik secara fisik, psikis, maupun digital. Banyak anak kehilangan rasa aman bahkan di ruang yang seharusnya paling melindungi mereka: sekolah dan rumah. Data KPAI menunjukkan sepanjang 2024 terdapat 2.057 pengaduan pelanggaran hak anak, mencakup kekerasan fisik, psikis, dan cyberbullying, serta 25 kasus bunuh diri anak pada 2025 yang diduga terkait depresi akibat perundungan. Di sektor pendidikan, tercatat 1.801 pengaduan dengan 31 kasus bullying di sekolah, sementara riset menunjukkan 26% siswa SD, 25% SMP, dan 18,75% SMA pernah menjadi korban. FSGI melaporkan 50% kasus terjadi di jenjang SMP, dan Asesmen Nasional Kemendikbudristek mencatat 24,4% siswa berpotensi mengalami bullying. Bentuk perundungan didominasi fisik (55,5%), disusul verbal (29,3%), dan cyberbullying yang melonjak lebih dari 100% pada awal 2024. Kasus-kasus viral di SMPN 8 Depok, SMP Blora, dan SMAN 72 Jakarta memperlihatkan bahwa perundungan bukan sekadar kenakalan remaja, melainkan krisis sosial yang mengancam masa depan anak Indonesia.
Akar masalahnya terletak pada lingkungan sosial yang memburuk. Banyak keluarga mengalami disharmoni; orangtua sibuk dan komunikasi menurun, membuat anak kehilangan figur pengasuh yang penuh kasih hingga mencari pelarian di luar rumah. Sayangnya, ruang sosial mereka kerap bersifat toxicbaik di dunia nyata maupun media sosialyang menormalisasi ejekan, kekerasan, dan konten merendahkan demi perhatian publik. Nilai moral melemah, empati menurun, dan kekerasan dianggap wajar. Regulasi serta institusi pendidikan pun sering gagal memberi perlindungan; korban distigma lemah, sementara sekolah menutup-nutupi kasus demi citra. Ketika tidak ada sanksi yang menimbulkan efek jera, perundungan terus berulang, menggerus rasa aman dan kemanusiaan di lingkungan anak-anak Indonesia.
Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Fenomena perundungan (bullying) bukan hanya masalah sosial, tetapi juga persoalan agama yang serius. Dalam Islam, merendahkan atau mengejek orang lain termasuk dosa besar. Allah Subhanahu wataala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengejek kaum yang lain. Boleh jadi yang diejek itu lebih baik daripada yang mengejek.” (QS. al-Hujurât [49]: 11).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini melarang setiap bentuk penghinaan karena perbuatan tersebut mengandung unsur merendahkan orang lain dan hukumnya haram. Dengan demikian, segala bentuk ejekan, kekerasan verbal, fisik, maupun digital termasuk perundungan (sukhriyyah) yang jelas dilarang dalam syariat Islam.
Pertama, keluarga sebagai madrasah pertama. Islam menempatkan keluarga sebagai benteng utama pembentukan karakter anak. Orangtua tidak hanya berperan sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pendidik dan pelindung. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.” (QS. at-Tahrîm [66]: 6).
Ali radhiyallahu ‘anhu menafsirkan ayat ini dengan perintah:
عَلِّمُوْهُمْ وَأَدِّبُوْهُمْ
“Ajarilah dan didiklah mereka.” (Ibnu al-Jauzi, Zaad al-Masiir, 6/48). Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:
مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ
“Perintahkanlah anak-anak kalian menunaikan shalat saat berumur tujuh tahun.” (HR. Abu Dawud). Dalam keluarga yang baik, anak tumbuh dalam kasih sayang dan penghormatan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ’alaihi wasallam:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا، وَيُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak menghormati yang lebih tua.” (HR Ahmad dan at-Tirmidzi).
Kedua, sekolah sebagai tempat pembentukan kepribadian Islam. Dalam Islam, pendidikan tidak hanya bertujuan mentransfer ilmu, tetapi membentuk syakhshiyyah Islamiyyahkepribadian yang taat dan berakhlak mulia. Ilmu sejati adalah yang menumbuhkan ketakwaan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wataala:
اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ
“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para ulama.” (QS. Fâthir [35]: 28). Sekolah yang berlandaskan nilai syariah akan menanamkan adab, menumbuhkan empati, dan menciptakan lingkungan belajar yang bebas dari kekerasan. Guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga teladan yang membina siswa dengan kasih sayang dan tanggung jawab moral.
Ketiga, negara melindungi anak dengan hukum syariah. Islam mewajibkan negara menjaga keamanan jiwa warganya, termasuk anak-anak dari berbagai bentuk kezaliman. Allah Subhanahu wataala berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ
“Janganlah kalian membunuh jiwa yang telah Allah haramkan (untuk dibunuh).” (QS. al-Isrâ’ [17]: 33). Karena itu, bullying yang menyebabkan depresi berat, bunuh diri, atau kematian korban termasuk pelanggaran berat yang harus diberi sanksi tegas. Jika korban meninggal, pelaku dapat dikenai qishaash sesuai hukum Islam. Negara juga wajib menegakkan sistem pendidikan berbasis syariah, mengawasi sekolah dan keluarga, serta membangun lingkungan sosial yang aman agar generasi muda tumbuh dalam suasana kasih sayang dan saling menghormati.
Maâsyiral Muslimîn rahimakumullâh,
Fenomena bullying yang kian marak sejatinya bukan sekadar masalah perilaku individu, melainkan buah dari sistem hidup sekularisme yang menyingkirkan nilai-nilai agama dari kehidupan. Dalam sistem ini, manusia diajarkan menuhankan kebebasan dan menilai kehormatan berdasarkan harta, popularitas, dan kekuasaan. Akibatnya, yang kuat menindas yang lemah, yang populer merendahkan yang tidak dikenal. Padahal Islam menegaskan bahwa kemuliaan bukan diukur dari materi, tetapi dari ketakwaan. Allah Subhanahu wataala berfirman:
اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ
“Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (QS al-Hujurât [49]: 13). Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. juga bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ وَلا إِلَى أَحْسَابِكُمْ وَلا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ
”Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidak memandang fisik, keturunan dan harta kalian. Akan tetapi, Allah memandang kalbu (ketakwaan) kalian.” (HR ath-Thabarani). Dengan dasar ini, Islam menolak budaya merendahkan dan justru menanamkan nilai kasih sayang, penghormatan, dan saling melindungi antar sesama.
Untuk menghentikan akar masalah bullying, umat membutuhkan perlindungan syariah Islam yang menyeluruh. Dalam sistem Islam, negara berperan menjaga jiwa, kehormatan, dan akhlak warganya melalui pendidikan yang berlandaskan takwa, pengawasan media dan pergaulan, serta penerapan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan. Masyarakat dibangun di atas nilai tolong-menolong dan kasih sayang, bukan kompetisi dan penghinaan. Karena itu, solusi sejati atas krisis moral ini adalah dengan kembali kepada syariah Islam secara kaffah, yang mampu membentuk keluarga harmonis, sekolah berakhlak, dan negara yang benar-benar melindungi generasi muda agar tumbuh dalam lingkungan aman, beriman, dan berakhlak mulia. WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلَى رِضْوَانِهِ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُواللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءَ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَللّٰهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُهْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزِمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ وَصَلِيْبِيِّيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَرَأْسُمَالِيِّيْنَ وَاِخْوَانَهُمْ وَاِشْتِرَاكِيِّيْنَ وَشُيُوْعِيِّيْنَ وَاَشْيَاعَهُمْ. اَللّٰهُمَّ نَجِّ إِخْوَانَنَا الْمُؤْمِنِيْنَ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ فِي فَلَسْطِيْنَ وَفِي كُلِّ مَكَانٍ. اَللّٰهُمَّ انْصُرْ إخْوَانَنَا الْمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِكَ عَلَى أَعْدَائِهِمْ.
اَللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ الْخِلاَفَةِ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ تُعِزُّ بِهَا اْلإِسْلاَمَ وَاَهْلَهُ وَتُذِلُّ بِهَا الْكُفْرَ وَاَهْلَهُ، وَ اجْعَلْنَا مِنَ الْعَامِلِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ بِإِقَامَتِهَا بِإِذْنِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلَاءَ وَاْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.


0 Komentar